6. Perintah Khusus

1932 Kata
Alexandra menarik kursi lalu duduk di seberang Joshua yang telah tiba di kafe. Meski mereka telah menikah selama empat tahun, tapi ini pertama kalinya pria itu menghubunginya lebih dulu. “Apa yang ingin kau bicarakan?” “Kapan kau akan membawa Nora kembali?” tanya Joshua dengan suara beratnya yang selalu mendebarkan. Yah. Sudah bisa ditebak. Untuk alasan apa lagi pria itu menghubungi dirinya lebih dulu jika bukan tentang Nora? Alexandra tetap tenang dan berkata, “Untuk saat ini Nora lebih memilih tinggal bersamaku. Jadi, dia tidak akan kembali.” Tatapan Joshua menajam. “Apa kau sungguh ingin menguji batas kesabaranku, Alexandra? Jika kau membawa Nora kembali sekarang, aku akan mempertimbangkan untuk memberimu kesempatan membatalkan perceraian dan kau masih bisa menjadi istriku. Jika tidak, kau benar-benar tidak akan memiliki apa-apa lagi.” Dalam beberapa detik, suasana di antara mereka menegang. Namun, Alexandra tidak bisa menahan tawanya. Pria itu masih berpegang teguh pada keyakinan bahwa ia tidak benar-benar menginginkan perceraian. “Tuan Carter, apa sekarang pun kau masih menganggap bahwa aku tidak benar-benar ingin bercerai denganmu dan ini hanyalah trik kotor yang kugunakan untuk mencuri perhatianmu?” Sesaat, Joshua mengamati ekspresi Alexandra sebelum berkata dengan nada dingin, “Meskipun kita benar-benar bercerai, kau tidak akan mendapatkan hak asuh atas Nora.” Mendengar hak asuh Nora diungkit seketika memicu amarah Alexandra hingga tangannya mengepal erat. Namun begitu, ia berusaha untuk tetap tenang. “Tidak. Nora adalah putriku. Hak asuhnya sepenuhnya akan menjadi milikku.” Melihat Alexandra yang tetap tenang berhasil memicu emosi balik Joshua. Pria itu lantas mencengkeram pergelangan tangan Alexandra dengan erat dan menatapnya lurus. “Jangan berharap. Aku adalah ayahnya. Aku tidak akan membiarkan putriku diambil dariku.” Alexandra terkekeh sinis. “Ayah? Apa kau bahkan mengerti arti kata itu?” “Apa maksudmu?” Mata Joshua menyipit tajam dan cengkeramannya semakin erat hingga membuat Alexandra meringis dalam hati tapi tetap tak menurunkan pandangannya. Tepat saat itu, sebuah suara tiba-tiba mengintervensi percakapan mereka. “Joshua.” Melihat Candise berjalan mendekat bersama asistennya, Joshua segera melepas cengkeramannya pada pergelangan Alexandra. “Nona Alexandra, apakah hobimu adalah minum kopi bersama mantan suamimu?” Wanita itu tersenyum manis seraya duduk di samping Joshua, tapi tatapannya tertuju pada pergelangan Alexandra yang memerah. Ia melihat dengan jelas Joshua mencengkeram pergelangannya tadi. Alexandra menyeringai. “Aku tidak punya kewajiban untuk mengatakan padamu tentang siapa teman minum kopiku, Nona Wayne.” Candise mengepalkan tangannya erat. Melihat Joshua tidak memberikan dukungan membuatnya semakin frustrasi. Ia lantas meraih lengan pria itu dengan manja. “Joshua, kebetulan aku baru selesai bertemu temanku di lantai atas dan tidak sengaja melihatmu di sini. Sekarang aku ingin pergi untuk makan malam. Kudengar ada restoran enak di dekat sini. Maukah kau menemaniku makan, Joshua?” Tak tertarik menyaksikan pasangan di depannya memamerkan kemesraan mereka, Alexandra memutuskan untuk berdiri dan pergi dari sana. “Alexandra.” Panggilan Candise membuat langkah Alexandra terhenti. “Kau akan pergi sekarang? Kenapa tidak bergabung dengan kami saja?” tawar wanita itu sambil bersandar mesra di pundak Joshua. “Meski kalian sudah bercerai, tapi kita masih bisa berteman.” Alexandra memahami usaha Candise untuk menunjukkan kemenangan di hadapannya, tapi ia hanya menganggap itu sangat membosankan. Alexandra tidak repot-repot berpura-pura dan menjawab dengan tak acuh, “Tidak perlu. Aku tidak punya kebiasaan berteman dengan mantan dan kekasihnya.” “Tapi, kau baru saja minum kopi dengan pria yang kau sebut mantan itu.” Candise tidak bisa menahan diri untuk kembali menyindir. “Serius? Apa kau hanya akan berputar pada topik itu? Aku bahkan tidak peduli apakah kalian akan berhubungan intim setelah ini atau tidak.” Alexandra membalas dengan lidahnya yang tajam. Sepertinya itu adalah efek dari sering bertemu Gwen dan Valery belakangan ini. Lagi, Candise mengepalkan tangannya frustrasi. Terlebih ketika Joshua tetap tidak berniat untuk mendukungnya. Namun, ia kembali menenangkan diri lalu berkata, “Walau begitu, kita masih bisa bertukar nomor, ‘kan?” Mengerti maksud ucapan Candise, asistennya berusaha membantu dengan menimpali, “Candise memiliki koneksi yang luas dan mengenal banyak tokoh terkemuka. Jika ada pasangan yang cocok, dia mungkin bisa memperkenalkannya dengan Anda. Dengan begitu, kualitas hidup Anda tidak akan menurun bahkan setelah bercerai. Candise hanya bersimpati pada Anda.” “Hidup Alexandra bukan urusan Anda, Nona Wayne.” Suara seorang pria tiba-tiba menyela sebelum Alexandra sempat menjawab. Dia adalah Lucciano. Pria itu merangkul pinggang Alexandra dan melanjutkan, “Penghasilan bulanan perusahaan saya bahkan bisa membeli sepuluh Star Media. Itu lebih dari cukup untuk mendukung Alexandra.” Star Media adalah agensi Candise saat ini dan pernyataan Lucciano barusan secara terang-terangan mengejek sikap Candise yang terlalu percaya diri. “Lucciano Miller Grey?” lirih Candise yang terkejut tak percaya. Matanya melebar. “Kau ....” Sementara Joshua yang sejak tadi hanya diam mendadak menjadi muram. Tatapan tajamnya tertuju pada tangan Lucciano yang merangkul pinggang Alexandra. Ini adalah kedua kalinya ia melihat pemandangan tersebut dan anehnya itu membuat perasaannya tidak enak. Dan akhirnya, Joshua memahami bahwa Alexandra benar-benar ingin bercerai dengan dirinya dan alasannya mungkin adalah karena pria di samping wanita itu. Mengabaikan orang-orang yang ada di sana, Lucciano dengan tatapan hangat dan suara lembut berkata pada Alexandra, “Ayo, pergi.” Alexandra mengangguk lalu menjawab, “Baiklah.” Mereka berdua lalu beranjak pergi dari sana. Tidak peduli dengan pandangan terkejut orang-orang di kafe yang menatap mereka pergi. “Bukankah pria itu adalah Lucciano Miller Grey? Model terkenal dengan tubuh sempurna itu?” “Barang-barang yang dia kenakan selalu habis terjual dalam hitungan detik. Semua kontrak eksklusif dengan brand terkenal yang dia peroleh memberikan keuntungan yang sangat besar bagi Serene Management. Bahkan ada beberapa sutradara dan produser ternama yang menawarinya untuk terjun ke dunia film.” “Dia juga tidak pernah absen dari Milan Fashion Week dan Met Gala. Bahkan tahun lalu dia menghadiri Bazar de la Charité dan bertemu Lisa Blackpink.” “Bukan hanya itu, ayahnya adalah salah satu pengusaha terkaya di kota ini. Dia memiliki penampilan fisik dan latar belakang yang menonjol. Sama sekali tidak ada celah untuknya.” Meski Lucciano tidak sekuat Joshua, tapi bukan berarti Lucciano kalah darinya. Candise mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga kukunya tertancap di telapak tangannya. Menatap Alexandra penuh kebencian. Apakah sekarang Alexandra disukai oleh pria kaya lainnya setelah dia bercerai? Alexandra tidak hanya mengganggu hubungannya dan merebut Joshua darinya empat tahun lalu, dan sekarang dia bahkan berhasil menarik perhatian dari pria luar biasa lainnya seperti Lucciano! *** “Apa kali ini pun kau yang membawa dirimu sendiri lagi?” Alexandra menyilangkan dadaa, menatap Lucciano yang tengah memasang sabuk pengamannya. Tanpa pikir panjang, pria itu menjawab jujur, “Separuh benar, separuh tidak. Aku baru saja makan malam bersama beberapa model lainnya di sekitar sini dan tidak sengaja melihatmu dari luar. Tadinya aku akan menunggu sampai pembicaraan kalian selesai lalu aku akan mengantarmu pulang. Tapi pria itu membawa bantuan, tentu saja aku tidak bisa membiarkanmu melawan sendiri dan memutuskan untuk masuk lalu mendengar sedikit pembicaraan kalian.” Alexandra mendengus dan berkata, “Dasar. Mulai sekarang kau harus mengurangi kebiasaanmu untuk ikut campur.” “Tapi, dua lawan satu itu tidak adil. Ah, tidak. Karena asistennya juga ikut bersuara, itu artinya tiga lawan satu,” protes Lucciano membela diri. Alexandra memutar bola mata lalu sedikit mengomel, “Ayolah. Aku tidak ingin menyinggung banyak penggemarmu. Aku tidak berkomentar saat kau datang ke rumah Joshua karena tidak ada yang melihat. Tapi hari ini kau secara terang-terangan muncul di depan publik. Kau harus lebih berhati-hati ke depannya.” “Apakah sekarang kau berbicara sebagai bos atau temanku?” Lucciano bertanya dengan mata menyipit. “Keduanya.” Di sepanjang perjalanan, Lucciano dan Alexandra banyak berbincang hingga mereka tiba di depan rumah Gwen. Namun, orang yang menyambutnya begitu membuka pintu adalah Valery. “Kebetulan kau di sini. Segera hubungi Shawn dan minta mereka untuk mengawasi Lucca. Dia telah menimbulkan kehebohan hari ini,” pinta Alexandra pada adiknya. “Sudah terlambat. Lihatlah.” Gwen menyahut dari sofa seraya menyodorkan layar tablet miliknya. Seketika Alexandra tersentak melihat konten yang ditampilkan. Seorang netizen sepertinya terlalu bersemangat untuk bertindak jauh lebih cepat dari yang ia duga. Orang itu mengunggah foto Joshua saat meraih pergelangan tangannya dan foto ketika Lucciano merangkul pinggangnya. Ia bahkan tak tahu kapan orang itu mengambil fotonya bersama Joshua. Meskipun orang tersebut berbaik hati memburamkan wajah Alexandra, tapi foto-foto itu telah memicu kehebohan di internet. Karena kedua pria itu adalah orang-orang terkenal, jadi penayangannya bahkan telah mencapai lima ratus ribu dalam waktu kurang dari tiga puluh menit. Seketika tubuh Alexandra menjadi lemas tak berdaya. Sementara Valery yang juga ikut melihatnya langsung berseru heboh. “Wow! Ini adalah serangan telak! Si bedebahh itu pasti marah melihat kalian berdua bersama.” Alexandra mendengus kesal. “Bukan itu poinnya. Si pembuat onar ini pasti akan mendapat masalah besar suatu hari nanti.” Valery terkekeh lalu merangkul pundak kakaknya. “Tenang saja, Lexy. Tim humas kita sangat lihai. Mereka akan menanganinya dengan sangat baik.” “Omong-omong, tadi Alex memberitahuku sesuatu yang lebih menarik,” sahut Gwen dengan seringai di wajah cantiknya. “Sesuatu yang lebih menarik? Apa itu?” Rasa penasaran Valery kini meningkat drastis. *** Di sisi lain, Joshua dan Candise masuk ke dalam d’Serene Restaurant dengan bergandengan tangan mesra. Itu adalah salah satu restoran terkenal yang selalu menyajikan makanan terbaik. Melihat kedatangan dua orang penting tersebut, manajer restoran tersentak dan segera menghampiri mereka. Berusaha bersikap tenang di tengah rasa gugup yang menyelimutinya. “Selamat datang, Tuan Carter, Nona Wayne.” Candise tersenyum manis sambil memperlihatkan kedekatannya dengan Joshua. “Kami ingin memesan ruang pribadi untuk berdua.” “Mohon maaf, Nona Wayne. Tapi, semua ruang pribadi di restoran kami sedang penuh saat ini,” ucap sang manajer dengan sopan dan ramah. Walau merasa kesal, tapi Candise mencoba untuk tetap tersenyum. “Tidak masalah. Kalau begitu, kami akan makan di tempat umum saja.” Ketika mereka akan berjalan masuk, manajer tersebut langsung mencegah mereka. “Saya sungguh mohon maaf, Tuan Carter, Nona Wayne. Tapi, semua meja di restoran kami juga sudah penuh.” Sontak, Candise melongokkan kepala dan seketika berkata dengan nada suara yang sedikit meninggi, “Apa maksudmu? Aku jelas melihat masih ada beberapa meja yang kosong.” “Itu semua adalah meja yang telah di pesan sebelumnya, Nona Wayne,” jelas sang manajer. “Jangan bohong! Ini bukan kali pertamaku datang ke sini dan aku tidak pernah menemukan yang seperti ini sebelumnya!” Bentakan Candise sontak mengundang perhatian dari beberapa pengunjung yang ada di restoran. Sang manajer pun segera membungkuk dengan penuh rasa bersalah. “Sekali lagi saya mohon maaf, Tuan Carter dan Nona Wayne. Tapi, kami sungguh tidak memiliki ruang pribadi dan meja kosong lagi yang tersedia.” “Kau-” “Hentikan.” Joshua menyela dengan suara bertanya. “Ayo, pergi.” “Tapi, Joshua-” “Ayo.” Tanpa menunggu Candise, Joshua langsung pergi dari sana. Tak ingin ketinggalan, Candise pun segera menyusul setelah memberikan tatapan sinis pada sang manajer yang baru saja menolaknya. Sepeninggal kedua orang tersebut, manajer restoran langsung menyeka keringat yang memenuhi keningnya karena gugup dan tegang. “Tuan, apa tidak apa-apa kita melakukan ini? Kita masih memiliki beberapa ruang pribadi dan meja yang kosong.” Seorang pelayan menghampirinya dan bertanya dengan hati-hati. “Mau bagaimana lagi? Ini adalah perintah khusus dari yang di atas. Bahkan bukan hanya di sini saja. Semua cabang restoran di seluruh dunia juga menerima perintah agar tidak menerima Tuan Carter dan Nona Wayne untuk selamanya.” Sang manajer berucap sambil mengusap dadanya yang masih berdebar kencang. Pelayan tersebut mengangguk. “Tapi, kenapa bos memberikan perintah seperti itu? Apakah dia memiliki masalah dengan Tuan Carter dan Nona Wayne?” “Jika aku mengetahuinya, maka aku adalah pemilik restoran ini.” *** To be continued.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN