Lokasi syuting selanjutnya disebuah villa yang disewa pihak produksi, di villa itu aku dan Erick akan tinggal selama satu minggu ke depan. Tidak ada interaksi di antara aku dan Erick kecuali saat syuting bahkan saat makan bersama kru pun aku memilih makan dengan Winda di ruangan lain dan tidak bergabung dengan kru serta Erick.
"Mbak, yakin pakai bikini?" Tanya Winda saat aku memintanya mengambil sebuah bikini yang akan aku pakai nanti di pantai setelah syuting selesai.
Aku mengangguk, "Tapi mas Erick nggak ngizinin," sambungnya.
Aku membesarkan bola mata dan Winda langsung mengkerut, "Dia nggak punya hak melarang gue, pacar bukan apalagi suami."
Winda mengeluarkan sebuah bikini warna hitam dengan motif bunga kecil ke tanganku, aku menunjuk kamera yang terpasang di dinding.
"Nggak nyalakan?" Tanyaku ke Winda.
Winda menggelengkan kepalanya, "Kamera akan dihidupkan saat syuting saja mbak, tenang saja. Tidak semua orang bisa masuk ke ruang kontrol kamera. Kunci hanya dipegang pak Syamsul," balas Winda.
Aku mengangguk tanda mengerti tapi sepertinya lebih aman mengganti pakaian di kamar mandi.
Selesai makeup aku menuju pantai untuk memulai adegan kedua. Kru dan pak Syamsul sudah siap memulai syuting.
"Kali ini kalian kencan di pantai ini, lakukan apa saja yang menurut kalian akan membuat rating naik, oke?" Ujar pak Syamsul kepadaku dan Erick.
Aku membuat tanda oke dan bersiap memulai syuting hari ini.
Adegan kedua.
Aku menyusuri pinggir pantai bersama Erick, tangan kami saling menggenggam erat. Angin sepoi-sepoi membuat rambutku berantakan tapi Erick selalu merapikannya dengan tangan satunya.
"Ternyata melihat matahari terbenam bikin suasana hati membaik ya, lihat itu ... Bukannya ciptaan Tuhan sangat indah untuk dipandang?" Ujarku kepada Erick.
Erick lalu memelukku dari belakang.
"Tapi bagiku, kamu lah makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah." Balasnya.
Aku tersenyum mendengar ucapannya.
Erick memegang bahuku lalu memutarnya hingga kami saling bertatapan. Erick mengarahkan tangannya ke pipiku lalu mengelusnya dengan lembut.
"Aku sangat mencintaimu, Allea."
Bibirku tercekat.
"Cut!" Teriak pak Syamsul.
Aku langsung mundur dan membuang wajah ke arah lain, pak Syamsul mendekati kami dan memberikan petunjuk untuk adegan berikutnya.
Aku?
Berusaha untuk mencari napas yang hilang sejak Erick memelukku dari belakang tadi.
"Oke lanjut."
Kami kembali ke posisi terakhir saat Erick menyatakan cintanya.
"Cinta? Sejak dulu aku tidak percaya cinta itu ada, yang ada hanya nafsu sesaat dan akan hilang seiring berjalannya waktu," balasku.
Erick melepaskan tangannya dari bahuku lalu kembali memelukku dengan erat.
"Setiap manusia pasti punya nafsu, itu manusiawi. Tapi bagiku kamu bukan tempat pelampiasan nafsu belaka, kamu patut dicintai olehku sejak dulu, sekarang dan juga sampai aku mati seperti lagu terbaruku sampai mati tetap cinta."
Erick melepaskan pelukannya lalu menciumku, kali ini aku menutup mata dan membalas ciumannya.
"Cut!"
Teriakan pak Syamsul tidak membuat Erick berhenti menciumku, ciumannya semakin dalam dan anehnya aku dengar teriakan itu tapi aku tidak melakukan apa-apa.
"Cut! Hey, berhenti!" Teriak pak Syamsul sekali lagi dan barulah Erick melepaskan ciumannya.
"Menghayati sekali ya kalian berdua, sekarang istirahat dulu dan setelah itu kita ambil adegan ketiga, malam pertama." ujar pak Syamsul dan aku benar-benar malu dan membuang wajah agar mereka tidak melihat wajahku yang mulai berubah merah.
Aku membuang napas dan jalan menuju tempat Winda yang sudah menungguku dengan minuman serta snack.
"Ciyeee keenakan ya mbak cium mas Ericknya?" Ujarnya dengan wajah iseng.
Aku merebut botol minuman dingin dari tangannya lalu meneguknya sampai habis, aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diri dan terlalu terbawa suasana indah di pantai ini.
"Ciyeee," ulangnya meledekku.
Aku membesarkan mata agar dia berhenti meledekku, bukannya berhenti Winda malah semakin meledekku.
"Mbak, suka ya sama mas Erick?"
Hah, aku?
"WINDA!" teriakku hingga semua kru dan Erick melihat ke arah kami, aku sedikit malu dan meminta maaf telah membuat keributan.
"Kalo marah tandanya iya loh," lanjutnya.
Sumpah aku pengen lempar botol ini ke Winda tapi nanti aku dituduh penyiksa manager. Aku pun memasang headphone agar tidak mendengar suara menyebalkan Winda.
Aku suka Erick? Cih, mimpi di siang bolong! Diam-diam aku melirik Erick dan dia sedang melihatku sambil memegang bibirnya.
Sialan!
****
Untuk adegan ketiga aku akan melakukan malam pertama dalam artian untuk pertama kalinya tidur sekamar dengan Erick. Reality show ini tidak mungkin membuat adegan 'itu' secara nyata karena akan buat geger satu Indonesia.
Adegan ketiga.
Malam semakin larut dan Erick sudah menungguku di meja yang penuh dengan makan malam yang sudah dipesannya.
"Wow, kamu siapin ini semua?" Tanyaku kagum sambil duduk di depannya.
Erick mengangguk lalu membuka sebuah botol wine merah dan menuangkan isinya ke dalam gelas.
"Aku suka wine," dengan antusias aku mengambil gelas yang sudah berisi wine lalu menunggu Erick selesai menuangkan wine itu ke gelasnya.
Setelah selesai kami mengangkat gelas lalu melakukan cheers.
"Untuk kebahagiaan pernikahan kita," ujarku.
Aku dan Erick sama-sama meminum wine itu sampai tidak bersisa, setelah itu barulah kami mulai makan dan membahas beberapa hal tentang pernikahan.
Satu jam kemudian.
Hal yang aku membuat aku gugup akhirnya datang, malam pertama.
"Aku tidak akan memaksa jika kamu belum siap," ujarnya.
Aku tertawa malu.
"Bukankah sudah tugas istri melayani suaminya? Itu tujuan dari pernikahan bukan?" Balasku.
Kami saling memandang penuh arti.
"Cut!"
Teriakan pak Syamsul membuatku menarik napas dalam-dalam, aku menuangkan isi wine ke dalam gelasku tadi.
Tenang, ini hanya jus straoberry yang dimasukkan ke dalam botol wine.
Pak Syamsul kembali mendekati kami.
"Adegan ketiga akan lanjut dengan posisi kalian di ranjang. Terserah mau melakukan apa tapi yang terpenting, Intim dan penuh cinta. Para kru dan saya hanya akan meninjau dari ruang kamera," Lanjut pak Syamsul.
Ya Tuhan, ini baru episode kedua tapi aku harus melakukan adegan ranjang di depan kamera dan berhubung kamar ini kecil jadi kru serta pak Syamsul terpaksa meninjau dari ruang kamera dan adegan ini diambil melalui kamera yang terpasang di dinding.
"Baik," balasku lesu.
Adegan dilanjutkan dan kini posisiku berada di kasur bersama Erick. Erick menarikku agar dekat dengannya, aku mencengkram tangannya agar posisi kami benar-benar menyatu.
"Action!"
Terdengar teriakan pak Syamsul menggunakan pengeras suara.
Aku meletakkan kepalaku dalam pelukan Erick, Erick mencium pucuk kepalaku dan setelah itu tangannya membelai lembut kepalaku.
"Kamu bahagia, Allea?" Tanyanya.
Aku mengangguk dan tersenyum malu.
"Aku tidak menyangka pernikahan itu sangat menyenangkan, aku tidak lagi tidur sendirian dan takut saat malam mulai datang," balasku sambil memainkan tanganku di dadanya yang bidang.
Erick mengubah posisinya dan kini dia berada persis di atasku.
"Oh ya? Seperti ini?" Erick mulai menggelitiku dengan dua tangannya dan aku tertawa lepas seakan tanpa beban.
"Hentikan, Erick! Ini sangat geli!" Seruku dengan napas tersengal-sengal.
Erick berhenti menggelitiku lalu menatapku dengan tatapan lebih hangat.
"Aku sangat mencintaimu, Allea."
Ini kedua kalinya Erick menyatakan cintanya.
"Aku juga," balasku malu dengan wajah mulai merona.
Erick tersenyum penuh kemenangan dan setelah itu dia kembali menciumku.
Ciuman kami lebih bergelora dibandingkan saat kami ditepi pantai tadi. Erick benar-benar memainkan lidahnya di mulutku dan aku pun membalas beberapa kali dengan menggigit bibirnya.
Suasana semakin panas dan reflek aku menautkan kedua tangan di lehernya, ciuman Erick semakin membuatku menggila dan tanpa sadar aku mengeluarkan lenguhan.
Erick semakin terpancing dan tangannya mulai menyentuh tubuhku dengan lembut.
Shit! Aku benar-benar terangsang dan menikmati ini semua seperti ini benar-benar nyata kalau aku sedang menjalankan tugas sebagai seorang istri.
Tidak ada teriakan 'cut'
"Maaf, Allea." Erick berhenti menciumku dan dia memukul ranjang saat sadar kami terlalu terbawa suasana.
Aku menggigit bibir dan membuang wajahku ke arah lain saking malu karena reaksiku tadi sungguh memalukan.
Erick berdiri lalu memakai kembali bajunya.
"Maaf, aku hampir melakukan hal bodoh lagi."
Erick lalu keluar dari kamar, setelah 10 menit barulah aku sadar dari perbuatanku tadi dan panik adegan tadi direkam, aku langsung berlari keluar menuju ruang kamera untuk meminta pak Syamsul menghapus adegan tadi, aku melihat Erick berdiri sambil menyandar di dinding. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana dan aku benar-benar salah tingkah di depannya.
"Pak, gimana dengan adegan tadi?" Tanyaku malu-malu.
Pak Syamsul menghela napas lalu melihatku dengan kesal.
"Sambungan kamera di kamar rusak dan kru sedang memperbaikinya, jadi apa yang kalian lakukan di kamar tadi tidak terekam! Sial!"
Aku membuang napas tanda bersyukur tapi aku juga langsung panik, kalau tidak terekam berarti aku harus ulang lagi dari awal?
Huwaaaa nggak mau!
****