06 - Bos Plin Plan

1046 Kata
Selama didalam perjalanan menuju restoran, baik Billy dan Bunga benar - benar merasa sangat canggung. Keduanya saling diam tak ada yang ingin memulai obrolan untuk pertama kalinya. Sesekali Bunga hanya berpura - pura sibuk dengan ponselnya saja. Bunga baru teringat bahwa dirinya belum ada makan sama sekali. Dia yang tadi pagi hampir saja terlambat bahkan tidan sempat untuk duduk dikantin yang tersedia di Perusahaan. Kini cacing - cacing yang berada didalam perutnya sudah kelaparan. Suasana hening membuat suara perut Bunga terdengar begitu jelas. Dia sudah memegangi perutnya sambil memalingkan wajahnya berharap bahwa Sang atasan tidak dapat mendengarkan suara perutnya yang sudah demo meminta untuk segera diisi, 'Aduh kenapa sih harus pake acara bunyi segala disaat - saat yang tidak tepat seperti ini?' Batinnya. "Bunga..." "Pak!" Panggil keduanya secara bersamaan, "Ada apa?" "Tidak sebaiknya Bapak duluan saja." "Tidak, kamu duluan saja." "Hmm...bolehkah saya memutar lagu dimobil Bapak ini? Rasanya begitu sunyi, Pak." "Oh silahkan saja." "Terimakasih, Pak!" Dengan gerakan cepat Bunga langsung menghidupkan musiknya. Kini dia sedang menikmati lagu sambil tersenyum. "Oh iya, apa yang ingin Bapak katakan tadi?" Tanyanya sambil menatap wajah atasannya sekilas. Bunga tidak ingin melihat wajah tampannya terlalu lama. Dia takut bahwa rasa yang sudah lama dia lupakan malah bangkit kembali. "Kenapa perut kamu bunyi?" 'Jadi dia mendengarkannya juga?' Gumam Bunga. "Hmm...itu karena saya tidak sarapan tadi pagi, Pak!" "Saya harap lain kali hal itu tidak terjadi lagi." "Baik, Pak!" Bunga teringat kembali masa lalunya, Billy memang paling tidak menyukai Bunga bila suka terlambat makan. Untuk urusan perut Billy memang begitu cerewet, makanya tidak heran bila saat ini dia sangat tidak menyukai bahwa Bunga tidak sarapan. Bunga sendiri sudah tidak kaget lagi dengan sikap dari atasannya itu. Hingga pada akhirnya mereka berdua telah sampai di Restoran, Billy sudah memarkirkan mobilnya. Lalu Bunga dan Billy turun secara bersamaan. Billy terus saja memperingatkan Bunga dengan sikapnya nanti saat bertemu rekan bisnisnya. Sementara Bunga hanya mengangguk - anggukkan kepalanya. Billy tidak ingin bahwa Bunga yang belum pernah bekerja sebagai seorang Sekretaris malah bersikap tidak ramah dengan rekan bisnisnya nanti. "Billy! Akhirnya kamu datang juga." Billy dan Bunga langsung disambut dengan baik. "Silahkan duduk!" "Ini..." Rio merupakan rekan bisnis yang tadi terus dibicarakan oleh Billy kepada Bunga. "Oh, ini perkenalkan, Bunga Sekretaris saya yang baru."  "Bunga." "Rio." Keduanya saling berjabatan tangan, tapi entah mengapa Rio seperti enggan untuk melepaskan tangannya Bunga. Sementara Bunga sudah berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman Rio. Billy melihat semuanya dengan sangat jelas, dia begitu tidak menyukai sikap kurang ajarnya Rio. Billy langsung melepaskan tangan keduanya dengan paksa, "Jangan terlalu lama, kasihan tangan Sekretaris saya." "Oh maaf. Habisnya Bunga terlalu cantik." Puji Rio secara terang -terangannya. Dia bahkan berani bermain mata kepada Bunga. Sementara Bunga begitu jijik melihatnya, dia langsung memalingkan wajahnya dari Rio dan berusaha terlihat biasa - biasa aja. 'Rasanya aku ingin sekali muntah didepan wajahnya itu!' Batin Bunga. "Bisa kita mulai sekarang?" Billy masih berusaha sabar menghadari tingkah Rio, sebenarnya Billy sendiri sudah tidak betah berada satu meja dengan seorang b******n yang sangat genit melihat Bunga dengan senyuman yang terlihat m***m itu. Billy pun menjelaskan semuanya, Bunga yang sudah membuka laptopnya langsung saja merangkum apa yang dibicarakan Bos dan juga Rio.  Sementara Rio masih mencuri - curi untuk menatap Bunga. Tentu saja Bunga menyadari tatapan Rio itu. Dia hanya berlagak tidak melihatnya saja. "Baik terimakasih atas waktunya." Billy pun mengulurkan tangannya. "Baik tidak masalah. Saya senang bisa bekerjasama dengan kamu Billy." Balas Rio. Billy dan Bunga sudah beranjak dari kursi mereka saat ini, namun, Rio kembali menyusul keduanya, "Tunggu sebentar!" Keduanya segera membalikkan badannya kearah Rio, "Ya? Apa ada hal lain lagi?" Tanya Billy. "Bolehkah saya meminta nomor kamu Bunga?" Billy dan Bunga saling berpandang - pandangan, "Itu...sebenarnya saya..." Bunga terlihat tidak tau apa yang harus dia katakan. Billy dengan cepat memotong ucapan Bunga, "Bunga sudah menikah, Rio. Kalau saya boleh tau untuk apa kamu menginginkan nomor teleponnya?" Tanya Billy dengan tatapan menyelidik. "Jadi Bunga sudah menikah? Sayang sekali...padahal dia tipe saya lho. Lagian bukannya dia masih terlalu muda ya." Bunga hanya tersenyum, "Iya Pak, maaf saya sudah mempunyai Suami."  "Kamu bisa mendengar sendiri bukan?" Rio hanya mengangguk tidak semangat, dia tidak menyangka bahwa wanita muda seperti Bunga sudah menikah. Dia masih terus menatap Bunga sepertu seorang p****************g. "Kalau begitu kami permisi." "Ayo Bunga!" Billy menarik tangan Bunga dengan kasar lalu membawanya pergi dari Restoran itu dengan cepat. Dia sudah terlihat begitu sangat marah saat ini, dia menutup pintu mobilnya dengan keras. 'Kenapa sih dengannya? Kenapa juga dia harus semarah itu? Dasar pria aneh!' Pikir Bunga sambil memegangi tangannya yang masih terasa sangat sakit. Selama didalam perjalanan menuju kekantor, Billy hanya diam saja. Dia tidak mau menatap Bunga sama sekali. Bahkan sampai di kantor pun Billy langsung membanting pintu ruangannya lalu masuk begitu saja. "Apa aku sudah membuat sebuah kesalahan? Kenapa dengan sikapnya itu? Huft, dasar gila!" Ucap Bunga yang juga merasa kesal dengan sikap Bos nya itu. Bunga pun memutuskan duduk dikursi kerjanya. Dia tidak ingin memusingkan tentang sikap aneh Bos nya itu. Dia hanya ingin menyelesaikan pekerjaan lalu segera kembali kerumah. Pasalnya hari ini Bunga akan pindah kerumah barunya. Dia masih hanya membawa pakaiannya saja didalam beberapa koper. Setelah melihat jam tangannya, dia mematikan komputernya, "Apa aku harus permisi untuk pulang? Tapi kenapa aku harus melakukannya? Melihat sikapnya tadi saja sudah membuatku kesal!" Ucap Bunga yang masih berpikir untuk menghampiri Bos nya itu atau tidak. Akhirnya Bunga memutuskan untuk berjalan keruangan Bos nya itu, ya walaupun sebenarnya kalau boleh jujur Bunga juga malas melakukannya.  "TOKTOTKTOK!" "Masuk!" "Permisi, Pak. Maaf karena saya sudah menganggu waktu Bapak. Apa ada hal lain lagi yang Bapak butuhkan?" Tanya Bunga dengan sopan. "Tidak ada." "Baik, kalau begitu saya permisi pulang sekarang ya." "Silahkan saja!" "Terimakasih, Pak." Baru saja Bunga melangkah beberapa langkah, dirinya sudah kembali dipanggil kembali oleh atasannya itu. "Bunga!" Bunga kembali membalikkan badannya, "Lain kali kamu tidak perlu permisi kepada saya bila sudah waktunya pulang ya kamu pulang saja. Dan satu hal lagi, lain kali kamu tidak perlu bersikap terlalu ramah dengan rekan bisnis saya ataupun tersenyum kepadanya. Apa kamu mengerti?" Bunga hanya mengangguk dengan perlahan. Dia merasa bingung dengan ucapan Bos nya itu yang sangat plin plan. "Bagus! Kalau begitu kamu sudah bisa kembali!"  Bunga pun segera keluar dari ruangan Bos nya itu dengan perasaan campur aduk. Setelah menutup rapat pintu ruangan Billy, Bunga pun melampiskan kekesalannya itu, dia menghentak - hentakkan kedua kakinya sambil mengepalkan kedua tangannya sendiri. "Dasar menyebalkan! Sikap apa itu tadi? Bukannya dia sendiri yang mengatakan bahwa aku harus bersikap ramah dengan rekan bisnisnya?" Ingin rasanya Bunga menonjok wajah tampan Billy saat ini. Namun, lagi - lagi dia menahannya karena dia masih sangat membutuhkan pekerjaan ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN