Mulai dekat

1194 Kata
Setelah menyelesaikan kegiatan interviewnya bersama keluarga besar Raka, Raka langsung mengantar Viona pulang sampai di depan rumah. Akan tetapi, lelaki itu belum siap menemui orang tua Viona, dengan alasan tidak membawa makanan apapun untuk menyogok sang calon mertua. Dengan badan yang sangat loyo, Viona berusaha membuka pagar rumahnya yang sudah sangat seret. “Eh eh eh eh Neng Vio, kenapa kau kok baru pulang? Katanya mau mencari uang, tapi kok malah keluyuran...” Baru juga Vio melangkah masuk ke pekarangan rumah, tapi sudah disambut oleh nyanyian Ayah sambungnya yang mengganti lirik lagu Bang Jono dengan namanya. Fyi, orang tua kandung Viona sudah berpisah. Pilot yang ia maksud adalah Ayah kandungnya. Sedangkan Ayah sambungnya ini hanya bekerja sebagai peternak burung kicau. “Apa sih, Pak Darmo! Nggak jelas banget,” ketus Viona, seraya melirik sinis Ayah sambungnya yang sedang menyemproti burung- burung peliharaannya. Sebenarnya nama panggilannya adalah Agung ─Agung Sudarmo. Tapi karena Viona sudah nyaman memanggil Darmo, jadi ia terbiasa sampai sekarang. Tak ingin moodnya semakin memburuk gara- gara Ayah sambungnya. Viona lantas masuk ke dalam rumah yang sudah terbuka lebar pintunya. Mereka memang sering bertengkar, tapi itu hanya candaan saja. Karena Viona dan Ayah sambungnya memiliki selera humor yang sama, jadi mereka sudah seperti bestie. Bukan seperti Ayah dan anak. “Assalamualaikum, Kanjeng Ratu...” sapa Viona pada sang Mama yang sedang asik menyantap makanan sembari menonton televisi. “Waalaikum salam, Tuan Putri. Kok mukanya cemberut?” sahut sang Mama. Viona pun lantas ikut duduk di samping sang Mama. Kemudian dengan kurang ajarnya, gadis itu langsung mencomot ikan tongkol milik mamanya yang tinggal setengah. “Anak kurang ajar!” cibir mamanya geram. Sedangkan Viona hanya cengengesan sembari menunjukkan tanda peace di tangannya. “Ma, Vio pengen lihat konser Bruno Mars,” rengeknya. “Yaudah, sih. Tinggal lihat aja, apa susahnya? Biasanya juga gimana?” “Tapi pengennya lihat di Singapore. Sekalian jalan- jalan.” “Punya duit, nggak?!” tanya mamanya sedikit ngegas. “Minta ke Papa sama ke Pak Darmo.” “Jangan minta ke Papa. Minta ke Pak Darmo aja. Dia baru dapat duit 15 juta. Hasil dari jual si Scarlet,” ujar sang Mama, membuat mata Viona langsung berbinar- binar. Namun sedetik kemudian, ekspresinya langsung berubah, saat menyadari bahwa burung yang dijual adalah burung kesayangannya. “Serius? Scarlet udah dijual?” tanya Viona lemas, dengan bibir yang mulai melengkung ke bawah. “Iya. Burungnya udah mau dijualin semua sama dia. Katanya udah bosen. Pengen nyoba bisnis ikan arwana.” Karena sudah terlampau kesal, Viona pun langsung berlari menuju kamarnya. Scarlet adalah burung kesayangannya. Jadi ia sangat tidak rela, saat Ayah sambungnya menjual Scarlet tanpa izin darinya. *** Malam harinya, saat Viona sedang asik bermain game, tiba- tiba ia ingin menelepon Raka. Perutnya sangat lapar, tapi ia gengsi makan di rumah. Karena masih dalam mode ngambek ke Mama dan Ayah sambungnya perkara Scarlet. Tadi setelah interview dadakan, ia sempat bertukar nomor dengan Raka. Supaya lebih gampang berkomunikasi. “Halo, ada apa?” tanya Raka saat panggilan videonya sudah tersambung. “Lapar...” rengek Viona. Memang tidak tahu diri, gadis ini. Belum juga menjadi istrinya, tapi sudah berani manja dan sok dekat banget. “Ya makan,” balas Raka cuek. “Ish. Nggak peka banget sih,” kesal Viona. “Kalau lapar ya makan, Vi. Bukan malah curhat ke saya,” ujar Raka, membuat Viona langsung mengerucutkan bibirnya kesal. “Ayo makan di luar. Saya pengen makan bebek goreng,” rengek Viona lagi. “Saya lagi sibuk.” “Kok gitu sih sama calon istri? Tega banget,” ujar Viona dengan wajah yang memelas. Membuat Raka langsung menghembuskan napasnya kasar. “Yaudah, tunggu. Saya otw ke rumah kamu.” Viona memandangi layar ponselnya sambil tersenyum puas. Ternyata Raka tak seburuk yang ia kira. Dibalik sifatnya yang galak dan menyebalkan, ternyata dia lumayan perhatian. *** Dengan tubuh yang dibungkus hoodie oversize dan celana hotpants di atas lutut, Viona berjalan keluar rumah tanpa menoleh ke arah Mama dan ayahnya yang sedang berkumpul di ruang keluarga. “Cieee lagi marah ciee,” goda sang Adik. Membuat jiwa psikopat Viona hampir saja keluar. Ingin rasanya, Viona menjahit mulut adiknya yang lemes itu menggunakan jarum karung. Brakk. Viona membanting pintu rumahnya dengan keras. Hingga membuat adiknya langsung tertawa terbahak- bahak. “Kamu yakin, mau pakai baju kayak gini?” tanya Raka dengan tatapan tak suka. “Iya. Kenapa emang?” tanya Viona balik, seraya naik ke atas motor ninja Raka. “Kayak lagi telanjang,” celetuk Raka, membuat Viona langsung refleks memukul helm yang dipakainya. “Eh. Sorry sorry,” panik Viona. Raka berdecak kesal. Kemudian tanpa basa- basi, ia langsung melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Membuat Viona refleks memeluk tubuhnya dengan erat sambil terus berteriak ketakutan. Lalu tanpa diduga, Raka memberhentikan motornya di depan toko pakaian yang masih buka. Menyuruh gadis itu masuk ke dalam untuk membeli celana atau rok panjang. Dengan kaki yang terus mencak- mencak dan bibir yang terus menggerundel , gadis itu pun menuruti permintaan Raka. “Nah, gitu dong. Cantik,” puji Raka, saat melihat Viona keluar dari toko dengan memakai celana panjang. “Makasih pujiannya. Aku emang udah cantik sejak embrio,” balas Viona menyombongkan diri. Kemudian setelah itu, mereka lantas melanjutkan perjalanannya mencari warung makan bebek goreng. Setelah mendapatkan warung makan yang cukup ramai, Raka menyuruh Viona untuk mencari tempat duduk. Sementara itu, dirinya sedang mengantre untuk memesan makanan. Setengah jam kemudian, makanan yang mereka pesan diantar ke meja. Viona yang memang sudah sangat lapar, langsung saja menyantap makanannya dengan lahap. Tidak peduli di sampingnya ada cowokk ganteng yang sedang menatapnya terheran- heran. Diri Viona memang jauh dari kata jaim. “Pelan- pelan. Jangan kayak orang lagi mukbang,” tegur Raka, sembari mengusap bibir Viona yang belepotan menggunakan tisue. Viona yang diperlakukan seperti itu tentu saja kegirangan. Gadis itu bahkan sengaja mengoleskan sambal di sekitar bibirnya, supaya di lap lagi oleh Raka. Raka berdecak kesal. Ia benar- benar tidak habis pikir dengan tingkah Viona yang di luar nalar. Biasanya, para wanita selalu bersikap jaim di depan cowokk tampan. Namun entah mengapa, Viona sungguh sangat berbeda. “Nih. Lap sendiri,” ketus Raka, sembari melempar tisu tersebut ke wajah Viona. Membuat Viona langsung mengerucutkan bibirnya kesal. Di saat sedang asik- asiknya menikmati makanan, tiba- tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan rombongan para Dosen dari Kampusmereka. Belum sempat Viona bersembunyi, tapi para Dosen sudah mengetahui keberadaan mereka. “Loh. Pak Raka,” sapa salah satu dari mereka, sambil menunjuk Raka dengan heboh. Sementara itu, Raka hanya tertawa canggung menanggapinya. “Bapak- bapak sama Ibu- ibu mau makan di sini juga?” tanya Raka. Ia sedikit segan, karena mereka berlima ini adalah Dosen senior di kampusnya. “Ya iya, dong. Masa mau arisan,” sahut Ibu- ibu berkacamata, membuat mereka semua langsung tertawa mendengarnya. “Loh, loh, loh. Ini bukannya anak Akuntansi yang sering telat itu ya?” tanya Bapak- bapak brewokan, sambil menunjuk Viona yang sedang berpura- pura bermain handphone. "Mampus. Kayaknya gue jelek banget dah, di mata Dosen,” batin Viona. “Hehe ... iya,” jawab Viona seraya tertawa canggung. “Kalian pacaran?” tanyanya to the point, membuat Raka dan Viona langsung terkesiap kaget.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN