Abraham menghela nafas panjang, perlahan tangannya bergerak mengusap wajahnya yang terkena cipratan darah segar. Matanya menatap dengan dingin pada mayat-mayat yang bergelimpangan di hadapannya. Suasana hening yang menegangkan itu selesai, hanya saja di depan sana, Mark masih asik menginjak-injak wajah orang yang disebut sebagai pimpinan musuh. Orang itu bahkan sudah menjadi mayat dengan puluhan peluru di tubuhnya, tapi Mark masih saja menyiksanya. Dan yang lebih menyeramkan adalah ekspresi wajahnya yang dingin dan kosong. "Mark, sudah!" kata Abraham dengan suaranya yang dalam. Laki-laki yang menjadi tangan kanannya itu memang memiliki sedikit kelebihan mengenai emosi dan nafsu membunuhnya. Mark yang mendengar suara Abraham seolah tersadar. Bak anak anjing yang menuruti perintah majikann