Bab 11 Pura-pura Sakit

1001 Kata
Angga mencebik dan tidak lagi membalas ucapan Billy. Pandangannya sekarang beralih pada Nindy. “Nin, pria yang bersamamu tadi, apa hubunganmu dengannya? Apa kalian berpacaran?” Ditanya seperti itu oleh Angga, mendadak lidah Nindy menjadi kelu. Terlebih ketika mendapatkan lirikan tajam sekilas dari Billy. “Ini kantor, bukan tempat untuk bergosip,” sela Billy, kemudian dia beralih pada Nindy. “Selesaikan cepat pekerjaanmu, setelah itu lanjutkan tugasmu untuk mencari dokumen." Pukul setengah 3 sore, Nindy keluar dari ruangan meeting usai menyelesaikan pekerjaannya. Dia kembali ke ruangannya sebentar untuk mengambil botol minum, lalu kembali ke ruangan penyimpanan dokumen. Pukul 5 sore semua karyawan meninggalkan kantor, hanya tersisa Nindy, Billy, Angga, Pak Edwin serta 3 orang OB. Nindy masih sibuk mencari berkas. Hanya, tersisa dua hari lagi untuk mengumpulkan semua dokumen tersebut, tapi masih banyak data yang harus dia cari. Waktunya banyak terbuang karena tadi Billy meminta bantuannya. Dia pun memutuskan untuk lembur kembali malam ini. Tidak terasa waktu terus berlalu hingga jam menunjukkan pukul 10 malam. Sebelumnya, dia sudah memberitahu pada OB kalau dirinya akan lembur malam ini, jadi dia meminta ditemani hingga pekerjaannya selesai. Beruntung Billy sudah pulang bersama yang lainnya pukul 6 sore tadi, jadi dia bisa meminta bantuan OB untuk mencari dokumen. Ada dua OB membatunya. Pukul 10 lewat 10 menit mereka semua meninggalkan kantor. Sebagai ucapan terima kasih, Nindy memberikan imbalan sejumlah uang pada dua orang yang sudah membantunya. Nominalnya cukup besar bagi mereka, membuat ketiga OB itu merasa sangat senang. Tiba di rumah, Nindy tidak langsung tidur, melainkan melanjutkan pekerjaan bulanan dan harian yang belum sempat dia kerjakan hari ini. Pukul 1 pagi, Nindy menyudahi pekerjaannya. Dia merasa sedikit pusing. Dia memutuskan untuk tidur setelah mematikan laptopnya. Mungkin karena kelelahan akibat bekerja tanpa istirahat sejak pagi, membuat sekujur tubuh Nindy terasa seperti remuk. Selain itu, dia juga merasakan sakit dibagian perutnya. Mungkin karena siang tadi dia hanya makan sedikit, lalu malamnya hanya makan roti di kantor untuk mengganjal perutnya. Tiba di rumah, Nindy tidak makan lagi karena harus menyelesaikan pekerjaannya. Lagi pula, dia merasa tidak lapar. Jadi, dia hanya mengkonsumsi kopi sebagai teman mengerjakan tugasnya. ******* Pagi harinya Nindy terbangun setelah mendengar suara dering ponselnya yang berbunyi berkali-kali. Ketika membuka matanya, dia merasa penglihatan seperti berputar dan kepalanya terasa sangat pusing. Dengan gerakan pelan, Nindy meraih ponselnya yang berada di sampingnya. Dia mengangkat telponnya tanpa melihat nama di layar ponselnya terlebih dahulu. Ternyata yang menelpon ada Dewi. Temannya itu menelpon Nindy karena sampai pukul 9 pagi, Nindy itu belum juga tiba di kantor. Pak Edwin dan Billy sudah mencarinya sejak tadi. Maka dari itu, Dewi menghubungi Nindy berkali-kali. Nindy pun terkejut karena mendapati kalau dirinya bangun kesiangan. Karena merasa tidak enak badan, Nindy mengatakan pada Dewi kalau hari ini dia tidak akan datang ke kantor. Usai berbicara dengan Dewi, Nindy mengirimkan pesan pada Pak Edwin untuk meminta ijin sehari untuk beristirahat di rumah. Sebenarnya dia ingin pergi ke kantor, tapi ketika dia berusaha untuk bangun dari tidurnya, dia merasa sangat pusing dan tubuhnya juga terasa panas. Jadi, dia memutuskan untuk ijin hari ini. Padahal, hari ini rencananya dia akan lembur lagi. Usai mengirim pesan pada Pak Edwin, Nindy melihat ada 6 panggilan tidak terjawab dan juga pesan masuk ke ponselnya. Salah satu panggilan yang masuk dari Denis dan juga ada nomor baru yang sempat menelpon dua kali, tapi tidak ada pesan dari nomor tersebut. Hanya ada pesan dari Denis, Pak Edwin, Dewi, dan juga dari Dimas. Karena merasa sangat pusing, Nindy memutuskan untuk kembali tidur. Dia tidak mempunyai tenaga untuk melakukan apa pun selain berbaring. Pukul 1 siang, Nindy bangun dari tidurnya. Dengan tubuh lemasnya, dia berjalan menuju dapur. Karena merasa sangat lapar, jadi dia memutuskan untuk mengambil buah pisang dan apel dan membawa ke kamarnya. Usai memakan itu, Nindy kembali tidur karena dia masih merasa pusing dan lemas. Baru saja tidur selama setengah jam, ponselnya kembali berbunyi, Nindy akhirnya meraih ponsel benda pipih dengan malas. Saat melihat panggilan dari nomor tidak dikenal, Nindy mengerutkan keningnya sesaat sambil menatap layar ponselnya. Setelah berbunyi dua kali, Nindy memutuskan untuk menjawab panggilan itu. Tidak ada suara selama beberapa detik setelah dia mengangkat panggilan tersebut. “Kamu sakit?” Suara itu terdengar sangat familiar, meskipun sudah lama tidak mendengarnya, Nindy bisa langsung mengenali suara siapa itu. Suara yang dulu sering kali dia dengar sebelum tidur. Billy, dialah yang menelpon Nindy saat ini. “Iya.” Nindy hanya menjawab itu dengan suara lemah . “Kamu nggak bohong, kan?” “Maksud, Bapak?” tanya Nindy dengan heran, tapi masih dengan suara lemahnya. “Mungkin aja kamu hanya alasan sakit untuk menghindar dari tanggung jawab karena pekerjaan kamu belum selesai.” Bisa-bisa Billy berpikir seperti itu padanya. Merasa kesal dengan tuduhan pria itu, Nindy berkata dengan ketus, “Kalau Bapak nggak percaya sama saya, datang aja ke sini. Bapak bisa lihat sendiri, apakah saya beneran sakit atau hanya pura-pura.” “Oke.” Panggilan pun terputus. Nindy membanting ponselnya ke tempat tidur dengan kesal. Dia memang belum menyelesaikan pekerjaannya sesuai deadline, tapi itu bukanlah alasan baginya untuk tidak masuk dan berpura-pura sakit. Kalau bisa memilih, dia juga tidak mau sakit. "Siapa sih orang di dunia ini mau merasakan sakit. Dia kira sakit itu enak apa?" gerutu Nindy. “Dasar Billy b******k!” Merasa semakin pusing, Nindy memutuskan untuk kembali tidur. Pukul 5 sore pintu rumahnya diketuk berkali-kali, Nindy yang baru saja bangun, memutuskan untuk berjalan menuju pintu dengan langkah pelan. Baru sampai ruangan tengah, Nindy tiba-tiba merasa sangat pusing. Tungkainya terasa lemah dan pandangan sedikit kabur. Nindy menghentikan langkahnya sebentar untuk mengumpulkan tenaga dan menstabilkan pandangannya. Setelah merasa baikan, Nindy kembali melanjutkan langkahnya menuju pintu. Dia berusaha mengumpulkan tenaganya supaya bisa mencapai pintu. Mungkin karena dia tidak minum obat, kepalanya masih terasa pusing dan tubuhnya sangat lemas. Setelah membuka pintu, Nindy nampak terkejut saat melihat siapa yang berdiri di depan rumahnya. “Kenapa Bapak bisa ada di sini?” tanya Nindy dengan mata membesar saat melihat Billy berdiri di depannya dengan mengenakan pakaian kerja. “Kamu nggak suruh saya masuk?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN