Rhea menggenggam setir mobil erat-erat, meski mobil itu belum sempat bergerak barang satu meter pun. Dadanya bergemuruh hebat, seperti ada badai dahsyat yang mengamuk dan meluluhlantakkan seluruh isi hatinya. “Kenapa kamu seperti ini, Devan…?” bisiknya dengan suara nyaris tak terdengar. Air mata mengalir deras, tak tertahan, membasahi pipinya tanpa jeda. Tubuhnya terguncang oleh isakan yang tertahan-tahan. Rasa hancur yang dia rasakan tidak bisa dijelaskan oleh logika apa pun. Dia mencintai Devan sepenuhnya. Tanpa ragu, tanpa syarat. Tapi kenapa pria itu justru memberi segalanya pada wanita lain? Pikirannya terus memutar ulang kata-kata Devan di pesan barusan“Aku akan segera ke sana.” Begitu mudah…begitu cepat… bahkan lebih cepat dari saat ia diminta pulang oleh istri sahnya sendiri.