Suasana di dalam kafe yang semula hangat dan tenang seketika berubah menjadi dingin dan tegang. Para pengunjung mulai melirik ke arah meja mereka, berbisik-bisik, beberapa bahkan berhenti makan karena menyaksikan pertengkaran yang tak terelakkan itu. Kecanggungan menguar di udara, membuat seisi ruangan seperti kehilangan udara. Devan berdiri dengan sorot mata tajam, penuh amarah dan luka yang belum sembuh. Tubuhnya tegang, seolah siap meledak kapan saja. “Aku berhari-hari mencarimu tanpa henti dalam kekalahan dan nyaris gila,” katanya lagi, suaranya terdengar parau namun tegas. “Ternyata kamu ada di sini bersama pria ini, sedang bermesraan. Aku sendiri tidak tahu apa alasannya kamu meminta kita untuk berpisah secara baik-baik...ternyata ini alasannya.” Rhea terdiam. Matanya berkaca-kac

