“Menurutmu, untuk apa lagi kalau bukan untuk menemui aku?” ucap Langit dengan entengnya. Pemuda bermata sipit yang mewarisi ketampanan sang ayah, tengah sibuk mengetik di laptop. “Dia itu sebelas dua belas sama kita, enggak bisa bergaul dengan sembarang orang. Lagian enggak mungkin juga dia nyari kamu meski kalian saling kenal. Dia tahu keadaan kamu, sedangkan ketampanannya bisa bikin kamu opname. Enggak lucu kan, kalau dia harus kena kasus, gara-gara bikin anak perempuan orang bengek hanya karena dia terlalu tampan?” Mendengar balasan sang adik yang juga merupakan kembarannya, Lintang mendengkus sinis sambil membuka tas gendong miliknya yang ada di meja. “Lagian kenapa juga sih, kamu benci banget sama dia? Masa iya setampan itu kamu samain sama jalan tol? Bahkan kalau aku nyebut nama di