Kemarin, Mas Dion datang tepat waktu. Vera langsung menghubungi dia setelah melihat aku berbicara dengan Aradhya di depan toko, dan dia segera menyusul. “Kondisinya sudah lebih baik, semua selamat dan sehat,” ujar seorang dokter yang terdengar ambigu di pendengaranku. “Saya pamit, ya, Bu, Pak. Selanjutnya silahkan Bapak bicarakan perlahan.” “Baik, dok,” jawab Mas Dion. Aku menaikkan alisku seolah bertanya, tapi Mas Dion tidak menjawab. Dia terus mengecupi keningku, lalu, berakhir mengecup puncak kepala Aruni. “Kakak habis nangis?” tanyaku penasaran. Aruni mengangguk. Saat ini dia duduk di pinggir ranjangku. “Kenapa?” “Kakak takut Bunda nggak bangun-bangun,” ujarnya sambil mengelus-elus tanganku. “Lalu, kenapa tadi nggak mau dekatin Bunda? Nggak kangen?” “Kangen,” lirihnya. Dia m

