Saat aku membuka mata, senyumanku merekah melihat pemandangan pagiku yang indah ini. Mas Dion tengah memeluk Aruni yang sudah berada di atas kasur. Aku tidak bermimpi, ini kenyataan. Sadar akan pergerakanku, Mas Dion pun ikut membuka matanya. “Pagi, Sayang,” sapanya lebih dulu seraya mengelus lembut puncak kepalaku. “Pagi, Mas, kok, Aruni di sini?” “Tadi dia nangis, ternyata BAB. Udah Mas gantiin, tapi belum mandi.” Lagi-lagi aku tersenyum, bukan main siaga Pak Dion ini. “Kita sarapan di kamar aja, ya, Sayang,” pinta Mas Dion dan aku menyetujuinya. Mas Dion kembali memejamkan matanya. Setelah memesan sarapan, aku meraih ponselku, mengecek pekerjaan yang terus mengikutiku. Aku membuka pesan masuk dari Jaslyn, dia setuju dengan desain kebayanya. Kemudian, aku menghubungi Vera, untuk

