"Kata-kata yang keluar dari mulutmu kenapa selalu menjerumus ke arah m***m ya, Tuan?" Kesal Liora kepada Axton. Pria itu seakan sengaja memancing Liora.
Axton mengangkat bibirnya sedikit. Pria es itu tersenyum meskipun hanya sebentar.
'Padahal dia tampan kalau sedang senyum, tapi wajahnya selalu suram, punya aura gelap yang sangat terlihat,' batin Liora sambil meliriknya sekilas.
"Aku punya permintaan." Ucap Liora, kali ini serius.
Axton menoleh, menatap wajah Liora dengan sorot dingin. Entah kenapa, senyum tipisnya lenyap begitu saja. Raut wajahnya kembali ke setelan awal, dingin, datar, dan cuek.
"Kau tidak perlu khawatir, aku akan memberikan sejumlah cek untuk kau isi sesukamu," kata Axton cepat, seolah bisa menebak isi pikiran Liora.
Liora mengerutkan kening, bingung.
"Aku tidak meminta uangmu, Tuan. Apa kau berpikir semua wanita itu matre?" Tanya Liora. Tapi Axton tidak menjawab pertanyaan liora.
Aku hanya punya permintaan tertulis dalam kontrak kalau-" Liora menjeda ucapannya.
"Apa?" Jawabnya dingin.
Dia menarik napas pelan, lalu melanjutkan,
"Tidak ada sentuhan fisik diantara kita, tidak ada tidur bersama. Aku ingin kita membuat itu jelas di dalam perjanjian." Suaranya tegas meskipun ada sedikit keraguan di ujung kata.
Axton menatapnya lama. Lalu tawa kecil nyaris tak terdengar keluar dari bibirnya.
"Aku dengan mudah mengabulkan itu. Tapi, apa kamu yakin bisa menepati kontrak itu?" Nada suaranya meremehkan, disertai smirk yang membuat Liora semakin panas.
"Wah.. selain bersikap dingin dan kasar, kau punya percaya diri yang sangat tinggi juga ya." Liora meledek dengan mata menyipit.
"Kalau kau melanggar perjanjian itu?" Axton kembali menekankan kata-katanya. Matanya tidak lepas dari wajah Liora, seperti sedang menguji.
Tanpa ragu Liora menjawab, "Aku akan membayar dua juta dolar untukmu." Ucapannya terdengar percaya diri, meski dadanya berdebar kencang setelah mengucapkannya.
Axton mengangguk kecil. "Baiklah, aku akan menagih itu nanti."
"Coba saja," balas Liora cepat. Dia tidak mau terlihat kalah.
Axton menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu melipat tangan di d**a.
"Aku juga akan menulis di dalam kontrak itu."
Liora menegakkan tubuhnya. "Apa lagi?"
"Jangan ikut mencampuri urusanku, dan tidak ada cinta di dalam pernikahan kontrak kita. Hanya itu permintaanku." Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Axton, dingin dan tajam.
Liora terdiam sejenak. Lalu dia tertawa pelan.
"Benar-benar terlalu percaya diri. Tenang saja, aku tidak akan jatuh cinta kepadamu. Aku juga bukan tipe orang yang gampang jatuh cinta."
Dia menatap Axton dengan penuh keberanian.
"Apalagi pria dingin dan m***m sepertimu."
"Baguslah," jawab Axton singkat. Seolah semua sudah jelas dan tidak perlu didiskusikan lebih lanjut.
Namun keheningan setelah itu justru membuat suasana semakin berat. Liora menggenggam tangannya di atas meja, berusaha menahan gejolak perasaan yang bercampur antara kesal, gugup, dan sedikit tertantang.
Percakapan mereka tidak berhenti di situ. Kontrak yang mereka bicarakan akhirnya mulai tersusun satu demi satu. Axton membuka laci meja kerjanya, mengambil selembar kertas kosong dan sebuah pena mahal. Gerakannya rapi, seolah ini adalah hal yang sudah biasa ia lakukan.
"Mari kita buat perjanjiannya tertulis," ujar Axton datar.
"Aku tidak suka sesuatu yang tidak jelas dan tidak transparan."
Liora mengangguk pelan. "Tulis saja. Aku akan membacanya."
Axton menulis cepat, huruf-huruf tegaknya memenuhi lembar pertama.
Kontrak Pernikahan 100 Hari
Tidak ada sentuhan fisik tanpa izin.
Tidak tidur bersama dalam satu ranjang.
Tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing.
Tidak ada cinta di dalam pernikahan kontrak.
Axton meletakkan pena, lalu mendorong kertas itu ke arah Liora.
"Tambahkan kalau ada yang ingin kau tulis."
Liora membaca dengan seksama. Bibirnya terangkat sedikit melihat pasal keempat.
"Tidak ada cinta? Kau benar-benar menuliskannya?" Nada suaranya menahan tawa.
"Ya. Itu poin terpenting," jawab Axton dingin.
Liora memutar bola matanya. Lalu dia menambahkan tulisannya sendiri,
Jika salah satu pihak melanggar perjanjian, pihak yang melanggar wajib membayar kompensasi sebesar dua juta dolar.
Dia menaruh pena dengan tegas.
"Aku sudah menambahkan bagianku."
Axton mengambil kembali kertas itu, membaca sebentar lalu mengangkat alis.
"Kompensasi dua juta dolar? Kau yakin tidak akan menyesal menulis ini?"
"Tentu saja tidak." Liora menatapnya balik tanpa gentar.
Axton menyeringai tipis, menandatangani kertas itu terlebih dahulu. Setelah itu dia menyerahkan pena ke arah Liora.
"Sekarang giliranmu."
Liora menarik napas panjang sebelum akhirnya menandatangani kertas itu juga. Tangannya sedikit bergetar, tapi dia berhasil menyelesaikannya dengan mantap.
Selesai.
Kontrak pernikahan itu resmi dibuat. Hanya selembar kertas, tapi rasanya jauh lebih berat daripada apapun yang pernah Liora lakukan sebelumnya.
Axton menyimpan kertas itu kembali ke dalam laci, menguncinya dengan kunci kecil.
"Sekarang semuanya jelas."
Liora menegakkan tubuhnya, lalu berdiri.
"Ya. Jelas sekali."
Namun sebelum dia melangkah keluar, suara Axton kembali terdengar, pelan tapi menusuk.
"Aku dengan mudah menerima permintaanmu. Tapi, apakah kamu yakin bisa menepati kontrak itu?" Ujarnya dengan smirk, menatap tajam seolah menantang.
Liora berhenti di depan pintu, lalu menoleh. Senyumnya muncul, sama menusuknya.
"Coba saja lihat nanti."
Sebelum Liora sempat membuka pintu, suara dingin Axton menghentikan langkahnya.
“Tunggu.” Axton menahan Liora.
Liora menoleh, menatapnya dengan alis terangkat.
“Ada apa lagi?”
Axton berdiri dengan kedua tangan di saku celana, sorot matanya tajam tapi tenang.
“Minggu ini, kita akan pergi ke rumah ayahku. Aku ingin kau menyiapkan dirimu dengan baik.”
Liora terdiam sesaat. Rumah ayahnya? Itu berarti pertemuan keluarga. Liora menelan ludah, tapi cepat-cepat menegakkan bahunya.
"Secepat itu?" Tanya Liora ragu.
"Memang mau menunggu sampai kapan? Pernikahan itu sudah terjadi. Aku juga ingin mempercepat saham itu berada ditanganku." Ucapnya.
Liora terdiam sejenak. Dia sedang berpikir. Liora ingin menolak, tapi ia ingat bahwa pernikahan mereka sudah terjadi, dan tujuan Axton mau menerima pernikahannya karena tujuan syarat mengambil saham saat dia sudah menikah.
"Baiklah." Mau tidak mau Liora menyetujui, meskipun perasaan enggan merayapinya.
Namun Axton belum selesai. Langkahnya maju selangkah, suaranya terdengar lebih berat.
“Dan gunakan kartu yang sudah kuberikan padamu. Belilah semua yang kau butuhkan. Aku tidak ingin kau muncul dengan tampilan seadanya di depan ayahku.” ucap Axton.
"Ya, ya.. kau tidak perlu khawatir. Aku pasti akan mempergunakan black card milikmu sebaik mungkin." Jawab Liora dengan mata berbinar. Dia memikirkan berbelanja dengan kartu tanpa limit itu.
'kau benar-benar akan aku buat miskin, Axton.' seringainya.
"Kenapa?" Tanya Axton melihat ekspresi Liora.
"Tidak ada." Jawab Liora cepat.
*
Liora kembali ke kamarnya setelah berbincang soal kontrak pernikahan bersama Axton tadi. Entah kenapa jantungnya berdegup lebih kencang.
"Pernikahan kontrak seratus hari. Konyol sekali." Gumamnya.
Keputusan gila saat di altar membawanya ke tempat yang bahkan tidak pernah Liora pikirkan sebelumnya. Pernikahan, kontrak, dan surat perjanjian antara mereka, semua hal yang terjadi dalam satu hari membuat kepala Liora terasa ingin meledak.
"Tugasku sekarang hanya mencari tahu siapa sosok Axton yang akan menjadi suamiku selama seratus hari."