Udara Bandung di pagi hari selalu memiliki aroma yang berbeda. Kabut tipis bergelantung di antara pepohonan pinus, mengaburkan pandangan ke arah bukit-bukit hijau. Nathaniel membuka pintu villa, membiarkan hawa dingin menampar kulitnya. Ia berdiri sejenak di beranda, menatap jauh ke horizon. Hatinya masih diliputi gelisah, terutama karena kilasan-kilasan memori tentang Alika semakin kerap hadir dalam mimpinya. Malam tadi, tubuh mereka saling bertaut, seakan alam bawah sadarnya ingin mengingatkan bahwa kedekatan itu pernah ada sejak lama. Alika keluar menyusul. Rambut panjangnya digerai, menutupi sebagian sweater putih yang ia kenakan. Wajahnya masih sedikit lelah, tapi senyum lembut terukir di bibirnya. Ia berdiri di samping Nathaniel, menatap ke arah yang sama. “Cantik sekali, ya?” suara

