Di ruang penasihat, lampu remang memantulkan garis–garis tipis asap cerutu yang melayang. Vincenzo menutup map tebal berisi catatan dan foto–foto buram, lalu mengangkat kepala, menatap Massimo dengan ekspresi tenang namun penuh tekad. “Baik, Tuan. Kalau kita memang ingin memisahkan Alessandro dari Caroline, titik lemah yang selalu efektif pada lelaki keras seperti dia adalah: harga diri dan kepercayaan,” kata Vincenzo pelan sambil merapikan berkas di mejanya. Massimo mencondongkan tubuh, matanya menyala tajam. “Jangan beri celah untuk pembelaan. Buat kecurigaan itu tampak tak terbantahkan. Aku tak mau ada argumen atau jalan untuk rekonsiliasi. Dia harus percaya sepenuhnya.” Vincenzo mengangguk. “Kita susun dua garis serangan. Garis A — manipulasi bukti emosional; Garis B — gangguan sosi

