LIM.07 HUTANG AYAH
Esok harinya aku bangun kesiangan. Berbagai macam kejadian yang aku lalui kemarin dari pagi hingga malam, membuatku merasa sangat lelah. Yah… lelah badan, hati dan pikiran semua bersatu membuat tubuhku serasa tak berdaya. Aku membuka mataku yang masih terasa berat dengan perlahan, menatap kearah jendela kaca yang telah dimasuki oleh sinar matahari yang begitu cerah. Saat ini aku merasa tidak ingin bangun dari tidurku, karena aku takut akan merasa sedih lagi.
Aku mencoba untuk kembali memejamkan mata, tapi tidak bisa. Kejadian kemarin benar-benar masih melekat di benakku. Semua kejadian buruk kemarin membuatku sangat terpuruk. Bagaimana tidak? Dalam satu hari aku mengalami berbagai macam tekanan hidup. Aku selalu bekerja keras agar dapat hidup lebih baik. Tapi saat aku sedang berusaha mewujudkan impianku, aku malah dilecehkan dan juga dipecat dari pekerjaanku. Penderitaanku tidak hanya sampai disitu saja. Sepulang dari bekerja aku mendapati ayahku yang babak belur sepulang dari luar rumah. Kemudian beliau pergi lagi setelah merebut uang dariku. Dan yang paling membuatku merasa sedih adalah setelah sekian lama tinggal bersama ayah, aku baru mengetahui bahwa ayahku adalah seorang penjudi. Uang yang selama ini aku berikan ia gunakan untuk permainannya yang tidak bermanfaat itu. Hal itu membuat hatiku terasa sakit dan merasa di khianati oleh ayah sendiri.
Dengan mengumpulkan segala tenaga yang tersisa, aku berusaha bangkit dari tempat tidurku. Aku melangkah ke kamar mandi dengan terseok-seok karena rasa lelah di tubuhku belum juga hilang. Saat mandi di kamar mandi, tiba-tiba wajah Lee Zhang terlintas di benakku. Aku baru ingat jika mala mini ia tidur di sofa ruang tamu menemaniku. Setelah mandi dan berberes diri, aku pun melangkah dengan segera keluar kamar untuk melihat keadaan di luar kamar.
Namun saat aku telah keluar kamar, aku tidak lagi melihat tanda-tanda ada orang lain di dalam rumahku. Aku melihat ke ruang tamu, semua rapi dan tidak menemukan Lee Zhang yang semalam tidur di sofa. Kemudian aku berjalan ke dapur, aku juga tidak menemukannya. Yang aku temukan hanya beberapa menu sarapan yang ada di atas meja makan. Dan sepertinya Lee Zhang telah kembali ke rumahnya dari pagi tadi.
Aku melangkah dengan perlahan ke dapur dan duduk di meja makan. Di atas meja terlihat ada segelas s**u, empat lembar roti dengan selai kacang, dan juga selembar kertas kecil di himpit oleh gelas s**u. Kertas itu di tulis oleh Lee Zhang yang berisikan :
“Viera, maaf aku tidak bisa menunggumu hingga bangun. Ada beberapa hal yang harus aku urus untuk memenuhi persyaratan sebelum aku mulai bekerja minggu depan. Aku telah menyiapkan segelas s**u panas dan juga beberapa lembar roti untuk sarapanmu. Makanlah dengan kenyang, agar hari ini lebih bersemangat. Love You.”
-Lee Zhang-
Aku tersenyum membaca note yang ditinggalkan oleh Lee Zhang untukku. Ia benar-benar pria yang baik dan sangat perhatian padaku. Perlakuannya selalu membuat hatiku terasa hangat. Dengan hati yang senang aku meminum s**u yang ada di dalam gelas dan memakan selembar roti yang telah disiapkan oleh Lee Zhang. Kebetulan dari semalam aku belum makan apa-apa, jadi aku memakannya dengan lahap karena benar-benar merasa lapar.
Namun saat aku memakan roti di lembaran terakhir, tiba-tiba suara ketukan pintu yang kasar dan teriakan dari luar rumah mengagetkanku. Aku mendengar teriakan itu mamanggil nama ayahku.
“JAY ZHOU… JAY ZHOU… KELUAR! JAY ZHOU…AYO KELUAR! KAU TIDAK BISA LARI DARIKU. BUKA PINTUNYA JAY ZHOU! KALAU TIDAK AKU AKAN MENDOBRAK PINTU RUMAHMU!” terdengar suara teriakan seorang pria dari luar rumah.
Dengan tubuh gemetar aku segera bangkit dari kursi dan berjalan ke ruang tamu untuk membukakan pintu. Saat pintu telah terbuka, aku melihat segerombolan pria bergaya gangster telah berdiri di depan pintu rumah. Namun belum sempat aku bertanya ataupun mempersilahkan mereka masuk, seorang pria bertubuh tiinggi besar dengan wajah menyeramkan memasuki rumahku dengan seenaknya.
Dengan raut wajah yang marah ia bertanya padaku, “Mana ayahmu?”
“Ayahku tidak ada dirumah.” Aku menjawab dengan tubuh gemetar sambil mundur ke belakang.
Pria itu membalikkan tubuhnya menghadapku, kemudian melangkah mendekatiku. Ia mentapku cukup lama dan berbicara dengan senyum smirknya, “Ternyata anak Jay Zhou sangat cantik. Aku kesini untuk meminta utangnya yang sudah berbulan-bulan tidak ia bayar.”
“Aku tidak memiliki uang.”
Pria itu mengulurkan tangannya menyentuh wajahku dan berkata, “Katakan pada ayahmu, jika ia tidak bisa membayarkan hutangnya besok, ia harus membayarnya dengan menyerahkanmu padaku.”
Aku hanya diam tidak menanggapi ucapan pria paruh baya itu. Kemudian ia melepaskan tangannya dari wajahku dan berbalik meninggalkanku yang telah tersudut di dinding dekat pintu masuk rumah. Pria itu keluar dari rumahku dan berlalu pergi bersama beberapa orang bodyguard yang dari tadi menunggunya di luar rumah.
Setelah pria itu pergi, dengan segera aku menutup pintu rumah dan berlari ke dapur. Aku segera meminum air s**u yang ada di dalam gelas hingga habis. Saat ini aku benar-benar sangat takut. Aku sangat takut jika terjadi sesuatu pada ayah dan juga diriku. Apalagi saat ini aku benar-benar tidak memiliki uang.
Baru saja aku duduk dengan tenang di meja dengan nafas yang lebih teratur, pintu rumahku kembali diketuk dari luar. Aku mendengar suara ketukan pintu yang tidak kalah keras dari yang aku dengar tadi. Ketukan pintu itu benar-benar memekakkan telinga siapa saja yang mendegarnya.
Aku kembali bangkit dari kursi dan berjalan ke ruang tamu untuk membukakan pintu. Dan lagi, saat aku membukakan pintu, aku kembali melihat segerombolan pria tak di kenal. Kali ini mereka tidak bergaya gengster seperti tadi. Mereka tampil lebih buruk dari para pria yang datang sebelumnya. Tampilan mereka seperti para pria pemabuk dengan bau alcohol yang menyengat di tubuhnya.
Dengan tubuh yang sempoyongan pria yang tengah berdiri di hadapanku bertanya, “Mana ayahmu yang pencuri itu?”
“Ayahku tidak ada di rumah. Ayahku bukan pencuri.”
“Bukan pencuri katamu?” Pria itu tertawa terbahak-bahak sejenak lau kembali berakata, “Ayahmu telah menipuku. Ia telah membawa lari uangku. Benar-benar pria b******k. Cepat katakan dimana ayahmu?”
“Ayahku benar-benar tidak ada di rumah. Dari semalam ia tidak pulang.”
Tanpa permisi pria itu menerobos memasuki rumahku. Ia duduk di sofa ruang tamu, menoleh pada beberapa pria yang mengikutinya dan berkata, “Geledah rumah ini.”
Para pria dengan wajah preman yang dari tadi berdiri di depan pintu rumah pun memasuki rumahku bersama-sama. Mereka menggeledah setiap sudut rumahku hingga beberapa perabotan rumahku berantakan. Aku hanya bisa berdiri diam melihat mereka mengacaukan semua isi rumahku. Karena aku tidak punya kuasa untuk melawan mereka. Aku juga tidak memiliki apa-apa lagi untuk mengganti uang yang telah dicuri ayahku.
Beberapa menit kemudian setelah para pesuruh pria itu menggeledah rumahku, salah satu diantara mereka berkata, “Boss, Jay Zhou tidak ada di rumah ini.”
Dengan wajah marah pria itu bangkit dari sofa melangkah keluar rumah dan berkata, “Jay Zhou b******k! Awas saja kalau aku bertemu denganya diluar, akan ku patahkan langsung semua tulang pria tua itu. Ayo kita pergi. Kita tidak akan mendapatkan apa-apa dari rumah reot ini.”
Pria itu pun pergi bersama kawanannya meninggalkan rumahku. Lagi dan lagi kelakuan ayahku benar-benar membuatku frustasi. Terlalu banyak masalah yang telah dibuat oleh ayahku akhir-akhir ini, hingga rasanya aku sudah tak tahan lagi. Tapi walau bagaimanapun beliau adalah ayah kandungku. Aku juga tidak tidak ingin menjadi anak yang durhaka padanya. Saat ini aku hanya bisa menelan mentah-mentah kelakuan ayahku yang tidak bisa ditolerir lagi. Ia tidak hanya membuat kekacauan di tempat judi semalam, ia juga berhutang dan mencuri uang milik orang lain. Aku tidak menyangka jika ayahku akan berkelakuan seperti itu.
Baru saja aku hendak berjalan ke dapur, aku kembali mendengar suara dari luar rumah. Kali ini orang yang ada di luar rumah tidak lagi memanggil ayahku, tapi ia memanggil namaku. “Viera… Viera… Apa kamu ada di rumah? Viera… ini Bibi Chen.”
Dengan rasa kesal aku membalikkan tubuhku berjalan kembali ke ruang tamu. Kali ini aku tidak hanya merasa ketakutan, tapi juga panic. Yang datang bukan orang yang mencari ayahku untuk menagih hutang. Tapi yang datang kali ini adalah pemilik rumah yang datang untuk meminta uang sewa.
Aku menarik nafas dalam, kemudian membuangnya dengan kasar sebelum membukakan pintu. Aku berusaha mengatur wajahku sebaik mungkin agar dapat menyapa nyonya pemilik rumah dengan baik. “Sianh Bibi Chen, apa kabar? Ayo masuk dulu.”
“Tidak, aku disini saja. Aku kesini untuk meminta uang sewa padamu dan juga menagih hutang pada ayahmu.”
“Menagih hutang?” Aku bertanya dengan wajah bingung menatap Bibi Chen yang masih berdiri di hadapanku.