9. menjual diri

1003 Kata
Dari skandal yang menimpanya saat ini, Isyana akhirnya tahu siapa saja yang benar-benar peduli padanya atau hanya sekedar memanfaatkan nama besar yang dimilikinya. Setidaknya untuk beberapa waktu lalu, sebelum semuanya hancur berantakan. “Kontrak kerja batal, sebagai gantinya rugi kami meminta uang dikembalikan lima puluh persen.” Isyana menatap datar seorang wanita paruh baya, yang beberapa waktu lalu menganggapnya sebagai anak angkat. Tapi ekspresinya langsung berubah setelah skandal yang menimpanya. “Aku akan mengembalikannya, lima puluh persen.” Isyana enggan untuk berdebat, padahal kontrak kerja nyaris berakhir, tinggal dua bulan saja. seharusnya ia tidak perlu mengembalikan uang ganti rugi, apalagi sebanyak lima puluh persen. Wanita tua itu jelas ingin memanfaatkan situasi keuntungan untuk dirinya sendiri. “Baiklah, nomor rekeningnya masih yang lama. Aku tunggu secepatnya.” Isyana berdecak, mungkin yang ada dalam pikiran wanita tua itu ia akan menunda atau meminta waktu untuk menggantikan uang tersebut, tapi yang dilakukan Isyana justru sebaliknya. Sebelum wanita itu pergi, bahkan ia masih duduk di kursi yang sama, Isyana sudah terlebih dahulu mengirimkan uang ganti rugi. “Aku sudah mengembalikannya.” Isyana menaruh ponsel di atas meja, di balik kacamata hitam yang dikenakannya, ia menatap tajam. “Aku tidak memintamu mengembalikan dalam waktu sesingkat ini,” Senyum terbit di bibirnya. “Kamu bisa mengembalikannya minggu depan, aku yakin tidak hanya aku yang meminta ganti rugi seperti ini, tapi brand lain pun akan melakukan hal serupa.” . Isyana mengangguk, ia tidak menyangkal. “Benar. Memang banyak yang meminta ganti rugi, tapi akun sudah mengembalikannya.” “Uangmu pasti sudah menipis saat ini.” Isyana berdecak kesal. “Yang benar saja, aku tidak semiskin itu.” “Benar. Suamimu sangat kaya, kamu pasti sangat terbantu olehnya.” “Itu kamu tahu.” Isyana mengibaskan rambutnya. “Aku tidak takut miskin, ataupun kehilangan pekerjaan. Suamiku kaya raya, aku hanya perlu memintanya saja.” “Pintar sekali kamu, memanfaatkan situasi dengan baik. Saat semua orang tidak lagi berpihak padamu, tapi kamu justru punya sumber uang yang tidak ada habisnya.” “Begitulah.” Isyana kembali menyombongkan diri, hal tersebut dilakukan agar ia tidak semakin diinjak-injak oleh siapapun, termasuk wanita tua yang ada di hadapannya. “Aku sudah terlalu lelah bekerja di dunia hiburan, sudah saatnya aku pensiun. Sayangnya wartawan terlalu cepat mengetahui hubungan kami, jadi, semuanya terkesan terburu-buru.” “Aku masih curiga, siapa orang yang ada di belakang wartawan, sebab hotel yang kalian tempati jelas bukan hotel murahan yang bisa sembarang orang masuk.” “Entahlah, mungkin hanya orang iri.” Dalam hati, Isyana meyakini hanya ada satu orang yang mampu melakukannya, dia adalah Della. Wanita itu menghilang seketika, tidak ada kabar lagi tentangnya. Bahkan Isyana berharap wanita itu tidak pernah merecoki hidupnya lagi, kalau bisa untuk selamanya. Lantas bagaimana dengan video itu? Apakah Della masih menyimpannya? Musuh yang dihadapi Isyana tidak hanya Della, tapi juga Dimas. Lelaki mata keranjang itu bersekongkol, mengkhianati sahabatnya sendiri. Usai bertemu beberapa orang, Isyana pun memutuskan untuk pulang. Dua hari yang sangat melelahkan, perlahan tapi pasti masalah yang dihadapi mulai sedikit berkurang. Isyana menatap layar ponsel, melihat jumlah yang yang saat ini masih dimilikinya. Jumlahnya sangat jauh berkurang, hatinya berdenyut sakit. Hasil kerja kerasnya selama ini habis dalam waktu kurang dari satu bulan. Lantas bagaimana caranya Isyana mengumpulkan kembali pundi-pundi rupiah. Isyana tidak akan berharap bisa mengumpulkan uang sebanyak sebelumnya, setidaknya ia bisa memenuhi kebutuhannya saat tua nanti, saat ia memutuskan untuk meninggalkan semuanya termasuk pernikahan sandiwara antara dirinya dan Albi. Isyana juga berharap tidak ada lagi pihak yang meminta ganti rugi padanya. “Jangan minta ganti rugi lagi, tapi ajaklah aku kerja sama.” Isyana memohon sendiri. Saat hendak mematikan ponsel, Tiba-tiba benda kecil itu bergetar, dimana muncul sebuah nama. Nama yang tidak pernah Isyana harapan, akan lebih baik keduanya tidak perlu bertemu lagi selama satu tahun, agar saat keduanya kembali bertemu, hanya saat di pengadilan, saat mengurusi perceraian. Tapi panggilan terus datang, seolah lelaki itu memaksa Isyana untuk menerima panggilan darinya. “Masih belum selesai?” Tanya lelaki itu dari seberang sana. “Iya. Aku masih sibuk, belum bisa ke rumahmu.” “Begitu ya,” “Iya. Mungkin satu minggu lagi.” Albi berdecak. “Terlalu lama, aku sudah berada di lobi apartemenmu. Aku ke sana atau kamu turun.” “Apa?!” Isyana langsung berlari menuju jendela. Tempatnya tinggal saat ini ada di lantai 23, sangat tinggi, bahkan tidak bisa melihat ke arah bawah untuk memastikan kebenaran ucapan Albi. Tapi hal tersebut dilakukan sebagai bentuk reflek tubuhnya, karena terlalu terkejut. “Tapi, aku nggak di rumah.” “Jangan berbohong Isyana, aku tahu kamu ada di rumah. Turun, atau aku yang memaksamu turun.” Isyana menggigit bibirnya sendiri. Bagaimana ini? Isyana belum siap dengan situasi dimana ia harus melayani Albi. Nyalinya ciut saat membayangkan tidur dengannya. “Ayo, Isyana.” Ajakannya terdengar biasa saja, tapi mengandung makna keharusan yang membuat Isyana tidak bisa menolak. “Atau aku jemput paksa dan kita,” “Jangan! Aku akan turun!” Isyana tidak punya pilihan lain. “Tunggu!” Jangan membuat lelaki itu menunggu, bisa saja ia sudah merencanakan hal gila lainnya yang tidak diketahui Isyana atau mungkin bisa membahayakan nyawanya sendiri. Arik, Albi dan Dimas, tiga lelaki berbahaya yang seharusnya dihindari Isyana. Albi tidak berbohong saat mengatakan bahwa dirinya sudah menunggu di lobi. Dengan menggunakan mobil mewah berwarna hitam, lelaki itu menunggu Isyana di lobi utama. “Hampir saja aku menyusulmu,” Lelaki itu tersenyum ke arahnya. “Nyaris saja.” Isyana membalas senyumnya, “Aku tidak kemana-mana, aku tidak akan melarikan diri.” “Istri pintar. Ayo, kita pulang karena kamu harus belajar bagaimana melayani suamimu ini dengan baik dan benar.” Tidak ada kata lain, selain mengiyakan ajak lelaki itu. Isyana memang harus mempersiapkan diri untuk satu tahun ke depan. Hidup memang pilihan saya ia memutuskan untuk menyelamatkan diri dari kehancuran, Isyana pun menukarnya dengan menyerahkan diri pada Albi. Kisah rumah tangga seperti apa yang ditawarkan Albi padanya, ia tidak tahu. Selama hidupnya baik-baik saja dan berada dalam perlindungan lelaki itu, Isyana akan menurutinya. Meskipun harus menjual hidupnya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN