“Cita-citaku ingin menikah dengan lelaki kaya, supaya kita bisa hidup berkecukupan. Nggak susah lagi beli beras dan telur. Aku juga ingin pesta pernikahan yang mewah, memakai gaun seperti princess!”
Impian sederhana seorang gadis kecil berusia sembilan tahun. Himpitan ekonomi membuatnya kerap berpikir bagaimana caranya mengubah kehidupannya jadi lebih baik. Salah satunya dengan mencari pasangan hidup dari kalangan kaum elite. Dalam bayangannya, menikah dan memiliki suami kaya raya bisa menyelamatkan kemiskinan yang membelenggunya selama ini.
“Ibu harus hadir di acara pernikahanku nanti.” Ia menatap sang ibu yang terlihat pucat. “Aku akan membawa Ibu berobat ke luar negri, supaya Ibu sembuh dan nggak sakit-sakitan lagi.”
Keinginan gadis kecil itu terkabul, akhirnya ia menikah dengan seorang lelaki, pengusaha kaya dan tentu saja tampan. Tapi kehadiran sang ibu di hari pernikahannya tidak terwujud. Wanita tua itu kalah oleh penyakit yang dideritanya. Belum sempat merasakan kemewahan yang kini dirasakan Isyana, Ibu sudah terlebih dulu pergi.
Isyana menatap pantulan dirinya di depan cermin, beberapa jam lalu ia dan Albi dah menjadi suami istri, baik di mata Negara maupun di mata agama. Tidak ada pesta besar seperti impiannya dulu, yang terjadi justru pesta yang sangat sederhana untuk selebgram ternama sepertinya.
Beberapa kali Isyana menghadapi pesta pernikahan sesama selebgram dan tentu saja pesta tersebut berlangsung sangat meriah, bahkan ada yang berlangsung selama beberapa hari.
“Jangan terlalu banyak berharap, Na. Lo nggak sespesial itu!” Isyana membuka hiasan di kepalanya.
Hanya mengenakan kebaya putih dengan sanggul sederhana, tidak lantas mengurangi kecantikan yang ada dalam dirinya. Ia justru terlihat anggun, Album mengakuinya.
Isyana pun membuka kebaya putih yang membalut tubuhnya, menyisakan bra putih yang menjadi satu-satunya penutup tubuh bagian atas. Tiba-tiba Albi datang, membuat wanita itu segera meraih kebaya dan menutup tubuhnya secara sembarang.
“Ketuk dulu kalau masuk, gimana kalau aku lagi telanjang.” Protesnya.
“Memangnya kenapa?” Albi menatap Isyana, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Lelaki itu pun belum mengganti pakaiannya, masih mengenakan setelan jas, saat keduanya menikah tadi.
“Nggak boleh lihat kamu telanjang? Atau kamu lupa, kita sudah menikah?” Albi tersenyum jahil.
“Aku tahu dan nggak lupa. Tapi kita menikah kontrak, bukan sungguhan.” Isyana mengingatkan kembali.
“Jangan kencang-kencang, keluargaku ada di luar.” Albi mendekat. “Padahal aku suka lihat ini. Sexy!” Lelaki itu menari kebaya yang menutupi tubuh Isyana, lantas membuangnya secara sembarang.
“Albi!” Teriak Isyana, saat lelaki itu berlalu pergi menuju kamar mandi.
Jepang, menjadi negara dimana keduanya menikah. Memang tidak banyak tamu yang datang, hanya keluarga inti saa, bahkan keluarga dari pihak Isyana hadir melalui sambungan video call saja. Ayahnya yang berada di Kalimantan berhalangan hadir, lagipula Isyana tidak pernah mengharapkan kehadiran lelaki itu.
Isyana sudah mengunggah sebuah foto di akun media sosial pribadi miliknya, sebuah gambar saat acara pernikahan berlangsung. Beragam tanggapan mulai berdatangan, ada yang memberinya selamat, tapi tidak sedikit juga yang masih menghujatnya. Isyana hanya bisa menghela, dalam hitungan detik postingannya sudah di banjir banyak komentar.
Beberapa orang yang memiliki hubungan baik dengannya langsung mengucap selamat melalui pesan singkat, salah satunya Febi, teman sesama selebgram yang cukup dekat dengannya.
“Selamat Cinta, semoga jadi keluarga bahagia dunia akhirat.”
Febi menghubungi Isyana, melalui sambungan telepon.
“Ucapan selamatnya gue Terima, apalagi pake amplop tebel.” Balas Isyana.
“Mau berapa hah? Sepuluh juta?” Tantang Febi.
“Seratus juta boleh lah.”
“Lo mau gue jual ke om-om apa?”
Isyana tertawa. “Lo lupa, gue dah kawin. Nggak akan bisa lo jual gue!”
“Oh iya, lupa. Kapan balik, Cinta? Masih mau bulan madu kah?”
Isyana berdecak. “Besok sore balik.”
“Cepet amat cinta, lo nggak mau bikin anak made in Jepang dulu!”
“Nggak. Gue suka produk lokal sih!”
Keduanya sama-sama tertawa.
“Ngomong-ngomong ada kerjaan nggak buat gue? Apa aja deh, yang penting halal.” Isyana sudah merencanakan sepulangnya dari Jepang, ia akan kembali terjun di dunia hiburan. Statusnya boleh berubah, tapi ia tetap harus membiayai hidupnya sendiri, bergantung pada Albi bukan impiannya.
“Lo udah kawin, ngapain nyari kerja. Lo tinggal buka paha, udah, duit lancar jaya. Nggak perlu repot-repot cari kerja segala!”
“Bosen lah di rumah terus, gue juga mau punya penghasilan sendiri.” Alasan Isyana. Ia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya.
“Nggak bosen lah, lo kan punya laki yang harus lo puaskan lahir batin!”
Isyana berdecak kesal, otak Febi memang sedikit geser apalagi setelah patah hati menyerangnya.
“Kabarin kalau ada kerjaan atau bagi-bagi lah kerjaan sama gue.”
“Oke, gue kabarin nanti ya, kalau lo udah balik ke tanah air.”
“Oke.” Panggilan terputus, saat Isyana menoleh Albi sudah berdiri tak jauh dari tempatnya berada.
“Kamu kenapa suka muncul tiba-tiba gitu sih! Bikin kaget tau gak?!”
Mungkin belum terbiasa tinggal di satu tempat yang sama bersama seorang lelaki, membuat Isyana kerap terkejut saat melihat Albi.
“Jadi, kamu akan bekerja lagi setelah menikah?” Albi mendekat, berdiri di dekat Isyana, di balkon hotel tempat mereka berada saat ini.
“Iya. Kenapa? Keberatan?”
“Tidak. Tapi aku harus tahu jenis pekerjaan apa yang akan kamu ambil,”
Albi menoleh dengan tatapan lurus, menatap Isyana.
“Aku tidak mau istriku gegabah yang akhirnya akan kembali menimbulkan kegaduhan.”
“Kamu menuduhku ceroboh?”
“Menurutmu?”
Isyana berdecak. “Apa kamu tahu alasan, mengapa aku sampai nekat melakukan itu? Menjebak Arik dan mempertaruhkan nyawaku sendiri?”
“Tidak. Itu urusanmu.”
Isyana tersenyum samar. “Aku akan sangat berhati-hati dalam setiap tindakan yang akan kuambil nantinya. Tenang saja, aku tidak akan membuat namamu ikut terseret di dalamnya.”
“Baguslah. Tetap jadi istri yang baik dan jangan banyak berulah. Aku suka wanita penurut.” Albi mengusap puncak kepala Isyana, tapi wanita itu sudah terlebih dulu menepisnya.
“Tenang saja, aku cukup tahu diri untuk tidak merepotkanmu.”
Obrolan yang langsung membuat darah Isyana membuat darah Isyana mendidih seketika.