14

1130 Kata
Saat itu Rehan mendengar tawa dari Arka dan saat menatap wajah ayahnya ia tersenyum padanya, hal itu sama sekali tidak menggerakkan hati Rehan untuk meraih Arka dan mendekap nya, sejak Arka lahir, sepertinya kehadiran Arka sama sekali tidak diharapkan oleh Rehan yang justru memilih untuk berselingkuh. Wajah tegang Rehan membuat bi Iyas sadar hingga ia memilih untuk mengambil alih pekerjaan Dinda dalam mengasuh Arka. "Non, biar den Arka sama aku aja ya," ucap bi Iyas yang saat itu memutuskan untuk menggendong Arka. "Ya Bi, ajak dia ke kamar ya," suruh Dinda yang sudah merasa tidak enak kala itu. "Siap Non." singkat bi Iyas menjawab. Kala itu Dinda bangkit untuk berdiri di hadapan Rehan dan juga Intan, ia tahu bahwa saat ini Rehan justru memilih bersama dengan Intan, namun ia tidak mengerti mengapa Rehan membawa Intan pulang ke rumahnya. "Mas, kenapa kamu bawa wanita ini pulang ke rumah kita?" tanya Dinda. "Karena aku ingin kamu meminta maaf sama Intan atas perbuatan kasar kamu padanya semalam," ucap Rehan dengan tatapan seriusnya. "Perbuatan kasar? Apa maksud mu Mas, aku sama sekali tidak melakukan apapun Mas," elak Dinda karena memang ia tidak melakukan apapun saat itu. "Jangan bohong Dinda, aku melihat sendiri semalam kalau wajah Intan memar, dan dia bilang itu karena kamu menamparnya beberapa kali." jelas Rehan yang kekeh menyalahkan Dinda. Dinda menggelengkan kepala, ia tidak menyangka jika Intan sepicik itu, bahkan ia melakukan serangan padanya dengan memfitnah dirinya di hadapan Rehan. "Mas, aku sama sekali tidak menyentuh Intan Mas, aku sama sekali tidak melakukan kekerasan padanya," ucap Dinda yang mencoba untuk membela dirinya. "Jangan bohong Dinda, aku melihat sendiri. Apa kamu pikir kalau Intan suka berbohong padaku!" tegas Rehan yang kala itu begitu sangat percaya pada Intan. "Bisa saja Mas, bisa saja dia berbohong padaku. Coba saja kamu tanya dia dengan jujur, karena aku memang tidak pernah melakukan kekerasan apapun padanya, Mas," ucap Dinda terus membela diri. "Dinda, tolong jangan kekeh sekali dalam membela diri, tolong mengaku saja dan bicara dengan jujur pada mas Rahan, kalau kamu dengan tulus meminta maaf, aku akan memaafkan kamu kok," sahut Intan ikut bicara, ia berusaha untuk memojokkan Dinda dengan berkata demikian. "Apa yang harus aku akui di hadapan suamiku, karena aku sendiri tidak pernah merasa telah melakukan kekerasan padamu, ini semua adalah rekayasa mu saja, aku sama sekali tidak melakukan apapun padamu." jelas Dinda dengan tegas. Di hadapan Rehan, Dinda dan Intan saling bersahutan, mereka bertengkar melalui lisan dan bahkan mereka tidak mendengarkan Rehan yang meminta mereka untuk berhenti, sampai akhirnya Rehan berteriak keras hingga membuat Dinda dan Intan berhenti saling menyalahkan satu sama lain. "Dinda, aku mendatangkan Intan ke sini bukan agar kau bisa melanjutkan pertengkaran mu dengannya, aku ingin kau meminta maaf pada Intan karena kesalahan mu," ucap Rehan yang kala itu terlihat sangat marah. "Mas, aku tidak akan meminta maaf atas kesalahan yang tidak pernah aku lakukan, tolong dong Mas, kamu percaya sama aku," seru Dinda yang kala itu masih membela dirinya. "Aku tidak mau tahu Dinda, minta maaf sekarang sama Intan! Di hadapanku saja kau masih melanjutkan pertengkaran mu dengan Intan, bagaimana aku bisa percaya kalau saat aku tidak ada, kau bisa melakukan apapun pada Intan, sekarang minta maaf pada Intan!" tegas Rehan memerintahkan Dinda untuk segera meminta maaf pada Intan. Berapa sakitnya hati Dinda saat itu, ketika ia melihat dan mendengar suaminya sendiri membentak dirinya di hadapan selingkuhannya, dan memaksa dirinya untuk meminta maaf atas kesalahan yang tidak pernah ia lakukan. Dengan terpaksa Dinda mengikuti permintaan Rehan, demi suaminya Dinda rela mengalah dan menjatuhkan harga dirinya, ia meminta maaf sesuai dengan permintaan Rehan, Intan pun merasa begitu puas ketika mendengar ucapan maaf dari Dinda untuk nya. "Bagus, aku akan memaafkan mu Dinda, aku akan menganggap bahwa masalah kita selesai," ucap Intan tersenyum puas. "Ya Dinda, berterima kasih lah karena Intan berhati cukup luas, dia memaafkan mu tanpa membalas perbuatan mu," seru Rehan menatap Dinda. "Ya sudah, kalau begitu tolong buatkan teh untuk Intan ya, aku akan mandi dulu." sambung Rehan meminta Dinda untuk menjamu Intan. Dinda tak menjawab saat itu, ia melangkah pergi ketika Rehan sudah membuka pintu kamar, dengan terpaksa dan menahan air mata Dinda masuk ke dapur untuk membuatkan teh seperti yang diinginkan oleh Rehan, saat itu Intan duduk di sofa bak nyonya besar. Wajahnya sumringah penuh dengan kebahagiaan ketika kemenangan berada di pihaknya. Sementara Dinda mendapatkan kekalahan dari peperangan yang ia perjuangkan, perjuangan untuk mendapatkan hati suaminya justru yang ia rasakan adalah semakin menjauh nya Rehan dari hidupnya. Saat hendak menuangkan gula, bi Iyas datang untuk mengambil alih tugas Dinda, bi Iyas tidak terima ketika melihat majikan nya harus melayani selingkuhan suaminya. "Bi Iyas," lirih Dinda saat menyadari kedatangan bi Iyas. "Non, biar aku saja yang membuatkan teh untuk wanita jahat itu, Non lebih baik sekarang istirahat di kamar," suruh bi Iyas yang tidak tega melihat majikannya sedih. "Bi, kau percaya kan kalau aku sama sekali tidak melakukan itu, aku sama sekali tidak melakukan kekerasan pada Intan, aku datang menemuinya hanya untuk memberikan nya pelajaran," ucap Dinda menahan air matanya. "Ya Non, aku percaya, aku sangat percaya padamu, sekarang lebih Baik Non ke kamar, biar aku yang membuatkan teh untuk wanita jahat itu." jawab bi Iyas yang sangat percaya pada Dinda. Dinda menyeka air matanya, lalu setelah itu ia pergi meninggalkan dapur. Sementara bi Iyas sendiri yang kala itu sangat geram pada Intan memutuskan untuk memasukkan dua sendok garam di gelas teh yang akan ia berikan pada Intan, dua sendok teh itu ternyata tidak membuat bi Iyas tersenyum puas, lalu ia memutuskan untuk menambah menjadi empat sendok. Lalu setelah itu ia mengaduk teh itu hingga garam larut dengan air panas yang ia tuangkan. Setelah itu bi Iyas dengan percaya diri melangkah menemui Intan di ruang tamu, lalu menyajikan minuman itu pada Intan. "Silahkan di minum, Non," ucap bi Iyas melempar senyum. "Loh, kenapa jadi kamu si yang membuat minumannya, Mas Rehan kan nyuruh Dinda?" tanya Intan tidak terima saat itu. "Iya Non, tapi tadi den Arka lagi nangis Non, jadi dengan terpaksa aku yang menggantikan posisi Non Dinda. Tidak apa-apa Non, sekarang Non nikmati saja tehnya, tidak penting siapa yang membuatnya, Non, yang terpenting adalah rasanya." senyum bi Iyas meninggalkan jejak, ia meletakkan teh itu di meja lalu melangkah pergi. Intan pun berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh bi Iyas ada benarnya juga. Tidak penting siapa yang membuat, namun ia justru lebih puas jika Dinda lah yang melayaninya, tetapi keinginannya tidak terwujud karena suatu hal, hingga membuat Intan akhirnya menerima teh buatan bi Iyas. Perlahan Intan menatap teh itu dengan senyuman, lalu perlahan ia menyeruput teh yang ia pikir sangat nikmat itu, namun dugaan Intan salah besar, bukan rasa manis yang ia rasakan, tetapi rasa getir dan asin lah yang berpadu dengan rasa panas, yang membuat Intan harus memuntahkan minuman itu hingga mengotori baju yang ia pakai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN