"Buka matamu dan rekam ini baik–baik diingatan, Ra," bisik Emran dengan suara serak dan bergetar. Tiada kelembutan dari caranya bersikap, tapi ada kesedihan yang Azuraa pastikan itu ulahnya. "Setiap momen ini, setiap kenikmatan dan kebahagiaan yang kamu terima," sambung pria itu bicara lugas. Azuraa hanya mendesis, bibirnya hendak menolak dan mengatakan tidak, tapi yang keluar malah berupa desahan semata. "Hentikan bicara omong kosong!" cercanya tiap kali ada keberanian membantah. "Kenapa aku harus mengingat dosa ini? Kenapa aku harus merekam baik–baik kehangatan yang kamu beri? Kita hampir selesai!" Emran tertawa hambar. "Karena kamu harus tersiksa tiap kali merindukan sentuhan saya, Azuraa," pungkasnya berkata tajam, mengikrarkan sebuah peringatan. "Kejamnya," singkap Azuraa balik m

