2. Balasan yang Sungguh Nyata

1069 Kata
“Dasar wanita s****l!” Ibu Sharmila nyaris teriak, tapi ulah Ayana yang sampai membantingnya, membuat tenaganya tak tersisa. Yang ada dirinya makin kesakitan di setiap gerakan bahkan suara yang dirinya lakukan. “Tunggu saja ... ini akan menjadi awal luka-lukamu karena kamu berani–” “Setiap kata yang keluar dari mulutmu benar-benar hanya ancaman! Sudah sana pergi, dikiranya saya takut!” sergah Ayana sengaja memotong ucapan lawannya. Sebelumnya, ibu Sharmila belum pernah dibuat kesal layaknya sekarang. Namun kini, wanita miskin yang harusnya tunduk kepadanya, malah telah melakukannya. Pergi sungguh yang ibu Sharmila dan rombongan lakukan. Aishar juga tidak berbuat banyak, dan tetap berpihak kepada ibunya. Begitu juga dengan pak Dermawan dan ketiga ajudannya. Mereka kompak mengecam ulah Ayana. •• “Orang miskin memang selalu salah dan harus mengalah, Ayana!” “Karena hanya dengan begitu, kita bisa bertahan hidup!” “Sebenarnya, apa yang ada di pikiran kamu? Kenapa kamu malah seperti tadi kepada ibu Sharmila?!” ucap ibu Lastri tersedu-sedu. Ibu Lastri tak hentinya menyayangkan sikap bar-bar anaknya, dan baginya tak sepatutnya dilakukan. Tak jauh dari ibu Lastri, sang suami tengah merenung serius. Pak Supri mencoba menemukan solusi, tanpa harus membuat putrinya mengemis maaf kepada ibu Sharmila. “Apa yang harus kita lakukan sementara kamu tidak mau minta maaf. Setelah ini, kita pasti—” Ibu Lastri kian pilu dalam tangisnya. Namun, ucapan ibu Lastri kali ini ditahan oleh pak Supri. “Sudah Bu, ... apa yang Ayana lakukan sudah sangat tepat!” “Kita memang miskin. Ibu bekerja bertahun-tahun di rumahnya sebagai pembantu. Namun bukan berarti dia bisa menginjak-injak kita seenaknya!” “Pagi besok juga, kita berangkat ke Jakarta. Sekarang kita siap-siap!” “Jika kita apalagi Ayana tetap bertahan di sini, pasti kita tidak aman! Kita harus pergi dari sini, besok pagi-pagi sekali kita ikut Den Atlantis!” Keputusan pak Supri sudah bulat, membawa istri dan anaknya hijrah ke Jakarta. Kebetulan, pak Supri yang bekerja sebagai sopir di Jakarta, sedang liburan di kampung bersama bosnya. Besok sebelum bertugas ke Jakarta, pak Supri berencana memboyong istri dan anaknya ikut serta menghadap Atlantis bosnya. Agar perjalanan mereka langsung satu tujuan saja. Ketika ibu Lastri tetap duduk loyo di bangku kayu yang ada di ruang keluarga, pak Supri dan Ayana bekerja sama membereskan sajian yang terserak di lantai. •• Ayana dan pak Supri sempat yakin, bahwa semuanya akan sesuai rencana. Namun ketika dini hari makin sunyi, tiga orang pria berpakaian serba hitam memakai jaket kulit lengkap dengan sarung tangan kulit, menyelusup masuk ke dalam rumah mereka lewat pintu depan. Ayana yang kebetulan belum bisa tidur, mendengar suara dari pintu rumahnya yang dibobol, disusul langkah hati-hati yang mengarah ke kamarnya. Bertepatan dengan Ayana yang menguping di balik pintu kamarnya, pintu tersebut justru berusaha dibuka dari luar. Segera Ayana menuju jendela kemudian lompat dari sana. Akan tetapi ketika Ayana tak sengaja menatap rumah bagian depan milik orang tuanya, tepinya sudah mulai terbakar. Celaka! Ibu Sharmila benar-benar membuktikan ucapannya! Balasan ibu Sharmila sungguh nyata, yaitu membuat Ayana merasakan banyak luka. ••• “Itu dia orangnya! Itu Ayana sudah melarikan diri” sergah salah satu pria yang masuk ke dalam rumah bahkan kamar Ayana. Dari depan jendela, ketiga pria tersebut mengawasi Ayana. Salah satu dari mereka, ada yang sempat menunjuk-nunjuk ke arah Ayana. Setelah Ayana cermati suara pria tadi, Ayana yakin bahwa ketiganya merupakan ajudan ibu Sharmila. Alasan tersebut pula yang membuat Ayana murka. Ia yang awalnya akan meminta pertolongan, dengan segera menghampiri ketiganya melalui jendela. Niatnya, Ayana akan memberi ketiganya pelajaran. Dengan emosi menggebu dan membuat dadanya bergemuruh parah, Ayana memanjat jendela kamarnya yang belum lama dirinya tinggalkan. Kedatangan Ayana langsung disambut dengan senyum khas b******n dari ketiganya. Ketiganya menatap Ayana yang memang sangat cantik, dari ujung kaki hingga ujung kepala, penuh minat. “Begini, cara kalian merusakku?” batin Ayana benar-benar dendam. Dalam sekejap, kejadian tak diinginkan itu sungguh terjadi. Ayana disekap, dilecehkan oleh ketiganya. Ayana tak kuasa melawan dengan tenaganya yang tak seberapa. Fatalnya, kejadian tersebut sengaja direkam dan hanya merekam Ayana saja. Andai pak Supri tak berhasil mendobrak pintu kamar Ayana. Sudah pasti Ayana yang pakaiannya sampai diacak-acak, sementara celananya sudah dilepas, juga kehilangan kesucian. Akan tetapi, tetap ada imbas dari perlawanan yang pak Supri lakukan. Karena setelah menaikkan kembali celana yang dipakai dan tak jadi menggilir Ayana, ketiganya sengaja mengeroyok pak Supri. Ketiga pria tersebut tetap memakai topi monyet khas napi yang sengaja menyamarkan wajah. Pak Supri tak mengenali ketiganya yang kebetulan tak bersuara. Tak lama kemudian, seruan warga berdatangan, menjadi alasan ketiga ajudan ibu Sharmila itu melarikan diri. Ketiganya keluar dari kamar Ayana, kemudian menuju dari pintu belakang rumah. “Kebakaran ... kebakaran. Tolong ... rumah pak Supri kebakaran!” Di luar, suara benar-benar ramai. Seolah ada belasan orang yang sudah datang untuk memberikan pertolongan. Setelah ketiga ajudan ibu Sharmila pergi, otomatis pak Supri juga bebas. Pak Supri yang penuh luka, bergegas menghampiri putrinya. Pak Supri melakukannya meski harus dengan merangkak. Tak jauh dari tempat tidur, Ayana masih meringkuk di lantai. Hati pak Supri terasa hancur lebur menyaksikan semua itu. Terlebih alasan pak Supri mendobrak pintu kamar putrinya bukan karena dirinya tahu, Ayana tengah dilecehkan. Alasan pak Supri mendobrak pintu, murni karena pak Supri berniat membebaskan putrinya dari kebakaran yang melanda rumah mereka. “Ingat ini baik-baik Ayana. Sampai kapan pun, tidak ada laki-laki yang akan menikahimu!” Tiba-tiba saja, ucapan ibu Sharmila tersebut, terngiang di ingatan Ayana. Detik itu juga kedua tangan Ayana mengepal kencang. “b******n! Kelakuanmu bu camat! Tunggulah, Allah enggak tidur! Tunggu kamu mendapatkan azab, dan saat itu kamu ingat apa yang telah kamu lakukan kepada kami!” batin Ayana yang kedua tangan dan kakinya diikat menggunakan tali, selain mulutnya yang sampai disumpal. “Y—Ya ampun ... pak Supri, Ayana!” sergah dua pria yang menerobos masuk. Layaknya pak Supri, kedua pria tersebut niatnya akan menolong Ayana. Akan tetapi, keduanya menyaksikan kondisi Ayana yang disekap, tetapi tengah didekap oleh pak Supri. “Pak Supri menodai putrinya sendiri!” “Di kamar Ayana, ... keduanya lagi gituan pakai gaya ekstrim, ala-ala orang luar negeri!” “Ngeri ... ngeri!” “Kabarnya, lamaran bu camat ditolak. Eh ternyata, bapak sama anak terjerat cinta terlarang!” Kabar tersebut sudah langsung tersebar. Fitnah keji seketika menerjang Ayana sekeluarga. Kedatangan warga ke sana untuk menolong Ayana sekeluarga dari kebakaran, malah menjadi alasan mereka menemukan fitnah yang sangat menguntungkan ibu Sharmila. Fitnah yang tentunya sangat merugikan Ayana sekeluarga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN