Haruskah ia benar-benar percaya pada ucapan Aksa, atau Aksa sama saja seperti yang lainnya? Itulah yang selalu Elea pikirkan, bahkan ia tidak bisa memejamkan matanya dan terus mempertimbangkan apakah ia harus percaya atau tidak. Melirik jam kecil yang berada di atas nakas sebelah tempat tidurnya, ternyata waktu sudah menunjukan pukul tiga dini hari dan Elea beluk memejamkan matanya sedikitpun. Rasa kantuknya hilang, meski ia sudah meminum pil penenang yang selalu tersedia di laci kamarnya. Elea bukan pecandu obat penenang, ia hanya mengkonsumsinya sesekali saja jika suasana hatinya benar-benar buruk. Elea beranjak dari tidurnya memilih duduk di tepian ranjang. Kedua tangannya memegang erat pinggiran tempat tidur dengan sangat erat. Elea sangat menyadari apa yang ia derita selama ini, h