Deburan ombak mengingatkan Ranti pada Ario. Tanpa sadar, ia melamun memandang pantai dari jendela kamar.
"Ranti, Miranti... Semua menunggu di bawah. Kita siap untuk pulang," Dina, sahabatnya, mengetuk pintu kamarnya.
"Iya, aku turun," ketukan itu menyadarkannya dari lamunan.
Tiba waktunya untuk pulang. Ranti dan teman-temannya menghabiskan akhir pekan di Pantai Andara, pantai favoritnya dan Ario.
"Hhhhh..." Ranti menghela nafas panjang. Ia belum ingin pulang, belum siap rasanya kalau harus kembali ke rutinitas. Yang utama adalah, ia belum ingin bertemu Ario.
Bayangan malam itu terus menganggu pikirannya. Ario dan wanita itu... Kenapa mereka? Ahh... Lupakan Ranti! ujarnya dalam hati.
Ranti pun segera mengambil tasnya, lalu memasukkan ponselnya. Sekilas ia lihat, ada 12 panggilan tak terjawab. Adakah Ario salah satunya? Ia tidak ingin membuka ponselnya. Khawatir. Gelisah. Ahh.. Ingin rasanya berteriak.
Ranti pun berjalan menuruni tangga. Dina dan Nisa sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil. Mereka bergerak masuk ke mobil. Ranti mengunci villa sewaan itu, dan memberikannya pada penjaga villa yang telah menanti kepergian mereka.
Ia pun masuk mobil, dari balik kemudi Dina mulai menyalakan mesin.
Bye Pantai Andara, ujar Ranti dalam hati.
Nisa yang duduk di sebelah Dina melihat ke belakang, menatapnya, "Sudahlah... jangan terus dipikirkan, hadapi saja."
Dina menoleh sambil tertawa kecil, "Aduh, ternyata masih galau. Semangat ti!"
Ranti tersenyum kecil. Mobilpun bergerak maju. Ingatannya melayang. Ia mulai membayangkan semuanya. Apa yang salah?
***