5. KEHILANGAN KESUCIAN?

1594 Kata
Naya, makasih sudah bantu om buat bebas dari masalah ini. Maaf kalau kami jahat sama kamu. Tapi kamu sudah tahu posisi kami sangat sulit. Tolong pulang ya, kami kangen kamu. Mari kumpul lagi seperti dulu. Mulai semuanya dari awal, nak. Air mata Naya beberapa kali jatuh karena emosi yang bercampur aduk. Sudah hampir lima kali ia membaca pesan yang dikirimkan oleh bibinya setelah ia mengirimkan uang tebusan. Tadi pagi Darius sudah mengirimkan uang sejumlah 500 juta sesuai dengan perjanjian. Naya pun segera mengirim ke rekening bibinya agar pamannya bisa cepat bebas dari urusan hutang. Dengan begitu ia pun juga tidak lagi dihantui rasa khawatir akan kejaran rentenir, yang memaksanya untuk menikah. Sebenarnya bibinya sudah menelepon beberapa kalin namun Naya tidak mau menjawab. Hatinya masih sedih dengan semua yang harus ia lalui. Kebebasan dan kebahagiaan orang tua angkatnya itu justru berbanding terbalik dengan apa yang kini ia rasakan. Naya harus menjalani hari-harinya sebagai simpanan seorang Ganseha Sakha Ariotedjo. “Setelah ini, semoga nggak ada masalah lain yang datang. Setidaknya aku bisa bernapas sedikit lega meski hidup dalam sangkar penuh bahaya,” gumamnya. Naya menjatuhkan badannya ke atas kasur yang sangat empuk. Mengedarkan pandangan matanya ke langit-langit. Kepalanya sedikit berdenyut nyeri karena semalam susah tidur di tempat baru. Ditambah dengan omongan Sakha yang membuatnya merasa tergganggu sekaligus malu. “Apa aku harus belanja baju?” gumamnya. Tidak lama Naya beranjak dari tempat tidur lalu membuka lemari pakaiannya. “Bajuku bisa dihitung dengan jari dan modelnya juga nggak sesuai dengan kemauan Pak Sakha. Dia pasti terus protes soal penampilanku yang kampungan.” Di pintu lemari ada kaca besar, Naya melihat penampilan dirinya di sana. Dari segi fisik, ia cantik, meski tubuhnya mungil. Matanya indah dan bibir bagian bawah cukup tebal. Bagian dadaa yang menonjol serta b****g yang tidak terlalu datar. Setidaknya ada yang bisa ia banggakan dari tubuhnya. “Memangnya sesekasi apa tunangannya?” Timbul niat untuk mencari siapa sosok wanita yang akan menjadi calon istri Sakha. Tentu tidak akan sulit karena kata Julia, tunangan Sakha seorang influencer terkenal. Dengan begitu rasa penasarannya bisa terjawabkan. Di tengah lamunannya, ponsel yang ada di tangan Naya berdering. Nama Minda muncul sebagai penelepon. Ia pun segera menjawab karena sudah lama mereka tidak bertukar kabar. “Halo Da.” “Nay, kamu lagi di mana? Nggak kerja, kan?” Naya menggeleng sambil menatap dirinya di cermin. “Enggak. Kenapa?” “Ke mall yuk, jalan-jalan. Anter aku ke salon juga, mau treatment. Nanti aku traktir deh.” “Ke mall?” Naya kembali membuka lemarinya. Wajahnya langsung semringah lalu mengangguk semangat. “Ayo. Aku juga mau beli beberapa baju sama makeup.” “Kamu udah gajian?” Naya berdeham pelan. “Belum, sih. Baru juga mulai kerja, tapi aku ada sedikit uang, kok.” “Oke. Kalau gitu aku jemput kamu ke kos, ya.” “Enggak usah, Da. Kita ketemu di mall aja.” “Ya sudah, see you, ya.” Naya sedikit gugup ketika Minda ingin datang ke kos sedangkan ia sudah pindah ke apartemen. Semua keputusan yang Naya ambil tidak diketahui temannya itu. Bukan Cuma karena perjanjiannya dengan Sakha melainkan ia juga sangat malu kalau sampai ada yang tahu ia hidup sebagai simpanan. “Maaf Da tapi aku belum sanggup kalau kamu menghakimi keputusanku,” gumam Naya. *** “Nay, kenapa liatin lingerie terus? Kamu mau beli ya?” Suara Minda membuat Naya terkesiap dengan wajah menahan malu. “Enggak kok. Cuma penasaran kalau pakai baju ini, gimana rasanya?” “Aku punya kok. Tapi pakai kalau si Barlin nginep di kos.” “Maksudnya, sengaja biar pacar kamu lihat?” Minda mengangguk dengan santainya. “Kamu terlalu polos, Nay. Kalau bukan buat pasangan, terus untuk apa beli lingerie.” “Gitu, ya?” “Kenapa? Kamu mau coba pakai ini?” “Hah?” Minda terkekeh pelan. “Nggak apa-apa, mending beli aja. Anggap latihan sebelum nanti pakai di depan pacar atau suami kamu,” ucapnya sambil mengedip nakal. Naya tidak bisa menyembunyikan rasa malunya mendengar ucapan Minda. Namun juga berpikir apakah ia harus membeli dan dipakai saat bersama Sakha atau tidak. “Ya ampun, kenapa pikiranku kotor begini?” batinnya. “Aku mau lihat ke sana, ya. Kamu pilih aja, nanti aku bayar.” “Oh, oke-oke.” Begitu Minda pergi, Naya kembali melihat-lihat model lingelie yang buat kepalanya pusing karena saking banyaknya. Ia tidak tahu apakah akan berguna atau tidak. Tangannya dengan cepat mengambil dua baju lalu segera pergi dari area itu. Naya juga membeli beberapa pakaian dengan gaya yang lebih modis, setidaknya tidak kuno seperti yang Sakha katakan kepadanya. “Aku harus bayar sekarang biar Minda nggak curiga kenapa aku belanja baju dengan model seksi dan sebanyak ini,” ucapnya. Setelah selesai bayar, Naya duduk sambil menunggu Minda selesai memilih baju. Perasaannya cukup gugup karena tidak pernah mengeluarkan uang sebanyak ini. Padahal uang yang diberikan Sakha, masih tersisa cukup banyak. Namun tetap saja ada rasa aneh yang mengganjal di hatinya. “Sudah selesai, Nay? Kamu bayar sendiri?” Minda melihat tas belanjaan Naya. Cuma satu tapi ukurannya besar dan terlihat penuh.” “Iya, Da. Aku beli baju kerja jadi nggak terlalu pilih-pilih yang penting pas dan cocok.” “Uang kamu cukup? Maksudnya kalau dipakai belanja sekarang, apa masih ada sisa buat nanti?” Naya mengangguk. “Tenang, aku sudah punya uang yang lebih dari cukup.” “Oh begitu. Aku turut seneng dengernya.” “Kamu mau ke salon, kan?” Naya beranjak dari duduknya. “Aku yang traktir. Anggap sebagai ucapan terima kasihku karena selama ini kamu baik banget sama aku.” “Serius?” “Serius dong.” Akhirnya keduanya keluar dari toko dan pergi menuju salon yang masih ada di mall yang sama. Saat mereka melewati sebuah toko tas dengan brand terkenal, Naya melihat Sakha ada di dalam sana. Mereka tanpa sengaja baru pandang. Naya cukup kaget namun Sakha begitu tenang. Dan yang lebih tidak terduga, muncul seorang wanita yang langsung menggandeng laki-laki itu dengan manja. Sosok yang begitu cantik, anggun dan juga berpenampilan sangat menarik. Naya yakin kalau wanita itu adalah tunangan Sakha. “Kamu lihat siapa, Nay?” Naya menggeleng. “Enggak kok. Cuma takjub lihat model tasnya bagus.” “Mahal Nay. Nggak ramah sama kantong kita.” “Betul.” Sebelum benar-benar pergi, Naya kembali menoleh dan melihat Sakha. Pria itu pun sama, melihatnya meski sedang bersama seorang wanita. “Secantik itu masih juga selingkuh?” *** Naya baru pulang dari mall saat sore menjelang malam. Ia menghabiskan waktu di mall cukup lama karena Minda melakukan treatment pewarnaan rambut. Sedangkan dirinya hanya potong rambut dan creambath. Setelah dari salon, lalu pergi makan sekalian ngobrol. Minda bertanya soal masalah Naya di kampung. Mau tidak mau Naya harus membangun sebuah kebohongan karena terlalu takut untuk cerita. Naya mengatakan kalau ada orang baik yang membantu melunasi tanpa dikenakan bunga selama mencicil. Untungnya Minda tidak bertanya lebih jauh siapa orang itu dan percaya begitu saja. “Kira-kira dia datang ke sini nggak, ya?” Naya menghela napas lalu menggeleng sendiri. “Kayaknya enggak. Dia lagi sama tunangannya, jadi mana mungkin ke sini. Baguslah, perutku lagi nggak nyaman, pingganggku juga pegal-pegal. Kalau dia nggak ke sini, aku jadi bisa istirahat tanpa gangguan.” Sambil menunggu kantuk, Naya mengambil buah melon potong yang sudah ia siapkan di kulkas. Duduk di sofa sambil menonton tv, seakan hidupnya tidak memiliki beban. Naya Cuma mau melupakan sejenak semua beban di pundaknya agar pikirannya tetap waras. Saat dirinya asik menonton drama korea kesukaannya sambil mengunyah melon, tiba-tiba terdengar suara pintu apartemen yang dibuka. Naya kegat dan mematung sejenak. Saat mendengar derap langkah, ia pun melonjak cepat dari sofa dengan mulutnya segera mengunyam sisa melon. “Saya kira kamu nggak datang,” ucap Naya. Sakha menatap Naya dari ujung kaki hingga kepala. Kali ini senyum langsung muncul di bibirnya. Bagaimana tidak, piyama satin berwarna olive di atas lutut sangat cocok untuk Naya. Ditambah rambut tergerai dengan potongan baru membuat mata Sakha lebih segar. “Jadi baju ini yang kamu beli di mall?” Naya mengeratkan piyama kimono yang dikenakan. “Iya. Apa masih kelihatan kuno?” Sakha tersenyum sekaligus menggeleng. Langkah kaki laki-laki itu mendekat ke arah Naya. Setalah itu, tangannya dengan lembut menarik tali kimono sehingga outer piyama itu terlepas dan jatuh ke bawah. “Kalau seperti ini kamu kelihatan lebih seksi.” “Tapi masih kalah jauh sama tunangan kamu,” gumam Naya. “Oh iya? Tapi saya belum lihat dalamnya kamu, jadi belum bisa saya nilai” ucap Sakha dengan sorot mata tajam. Susah payah Naya menelan salivanya karena tegang. Kedua tangan Sakha menyentuh wajahnya dengan sangat lembut. Pikirannya melayang, menduga-duga apa yang akan terjadi malam ini antara dirinya dengan laki-laki di hadapannya. Mungkin saja malam ini ia akan kehilangan kesuciannya, Tiba-tiba Sakha memutar tubuhnya sehingga posisinya memungggungi laki-laki itu. Perlahan ia merasakan embusan napas Sakha menyapu permukaan kulit pundak hingga lehernya. Tubuh Naya menegang dengan jantung semakin cepat berdebar. “Sakha …” Kecupan-kecupan kecil Sakha berikan pada pundak dan leher Naya. Kadang hanya dengan bibir, namun beberapa kali menyapunya dengan lidahnya yang basah. Naya merasakan desiran aneh menjalar di sekujur tubuhnya. Tangan Sakha juga tidak tinggal diam, bergerak ke area gundukan kenyal yang tertutup dengan bra. Meski begitu, gerakan itu mampu membuat kedua kakinya terasa lemas, hingga sulit untuk menopang tubuhnya. Namun tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada dirinya yang membuat Naya sadar dari buaian Sakha. “Tunggu!” Sakha menarik diri lalu memutar tubuh Naya sehingga bisa menatap dengan kening mengkerut. “Ada apa?” “Kayaknya saya datang bulan,” jawabnya ragu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN