Ch-4

1011 Kata
Dalam benak Joana dia tidak boleh terlalu dekat dengan siapapun. Atau mempercayai siapapun. Begitulah almarhum ayahnya dahulu selalu memperingatkan padanya. Tidak semua orang yang terlihat baik di depan pandangan mata, baik juga saat tidak terlihat di depan mata. Sampai-sampai demi melindungi putrinya merubah status dirinya dari wanita menjadi pria. Dan pria di depannya sekarang, pria yang sedang menggenggam tangannya adalah putra dari salah satu pejabat tinggi. Pejabat yang telah disinggung oleh ayahnya saat menjadi petugas kepolisian. Hingga menyebabkan terbunuhnya seluruh keluarganya. Ada sebersit rasa ingin membalaskan kematian keluarganya saat itu. Dan ikan sudah muncul tepat di depan matanya. Tapi Roger ayah angkatnya pernah berkata padanya, "Aku mengajarimu ilmu medis bukan untuk membunuh pasien! Seorang dokter harus bertugas layaknya dokter! Mengesampingkan urusan pribadinya! Jika sampai aku menemukanmu melakukan sesuatu untuk menyakiti pasienmu, jangan pernah panggil aku ayahmu lagi." Karena itulah Joana tetap membalut lengan pria di depannya sekarang. Sebenarnya dia ingin segera menjauhinya. Tapi pria itu malah menahan dirinya sampai sekarang. "Pak Frans?" Joana memberanikan dirinya untuk bertanya. Tetap dengan suara pelan tanpa tekanan. Pria itu tersenyum menatap Joana mau memanggil namanya. "Ada apa?" Masih menikmati wajah lembut dan sederhana di depannya. "Bolehkah saya pergi sekarang?" Menggigit bibir bawahnya menahan cengkeraman erat pada pergelangan tangannya. "Jawab dulu tawaran dariku." Ujarnya sambil menariknya lebih mendekat padanya. "Kenapa pria ini bertindak seperti ini? Sebenarnya apa yang dia inginkan dariku? Wajahku tidak menarik sama sekali. Tapi dia tetap saja menahanku di sini." Seribu pertanyaan muncul di dalam benak Joana, gadis itu mencari jawaban satu persatu tapi tak kunjung temu. "Saya minta maaf." Hanya itu yang bisa meluncur keluar dari bibir tipisnya, setelah sekian lama berulangkali berfikir. Dia tetap tidak ingin berada di sekitar Frans Walke. Melihat wajahnya hanya akan membuat dirinya ingat bagaimana sadisnya peristiwa pembantaian keluarganya pada malam kelam itu. "Pak, bisakah anda melepaskan pergelangan tangan saya?" Gadis itu masih menggigit bibirnya sendiri, menahan cengkeraman yang semakin erat, kini tangannya hampir mati rasa karena ulah dosennya itu. Frans Walke diam seribu bahasa, tapi melihat dari tatapan matanya yang tajam. Dia mengisyaratkan, "Kamu harus menyetujuinya, atau aku akan berbuat lebih jauh dari ini!" Joana tidak berani melihat tatapan matanya, gadis itu masih duduk di lantai, dan pergelangan tangan kanannya berada dalam cengkeraman erat Frans Walke. "Akkkkhhhh!" Joana kembali memekik karena semakin sakit pergelangan tangannya. Frans begitu menikmati ekspresi wajah kesakitan di depan matanya. Bukan karena dia pria psikopat, tapi karena dia tidak pernah melihat Joana. Lebih tepatnya dia tidak pernah menemui gadis sepertinya. Baginya Joana yang sederhana begitu menawan. Joana sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi, sejak tadi tubuhnya sudah condong hampir jatuh ke dalam pelukan Frans. Dia hanya bertahan dengan keseimbangan tubuhnya. Setiap kali pria itu terus menariknya lebih dekat dengan dirinya. Dia berusaha keras menjauhinya. Dan kini pergelangan tangannya sangat sakit dan nyeri. "Aakkkhhh! Bruuuk!" Akhirnya tubuh kurusnya benar-benar jatuh menimpa Frans di depannya. Joana memegang kedua bahu Frans. Pria itu tidak bergeming sama sekali. Dia masih menatap lekat-lekat wajah gadis itu yang tengah berpegangan pada kedua bahunya. Joana berkali-kali membuka bibirnya, dia ingin mengatakan sesuatu padanya. Tapi kata-kata itu tetap tertahan di dalam benaknya. Bibirnya tak kunjung mengeluarkan suara. Joana ingin beranjak dari tubuh Frans. Tapi sepertinya pria itu sengaja menahan pinggangnya dengan lengan kanannya. Dan jika dia meronta-ronta malah akan bergesekan dengan tubuhnya. "Pak, bolehkah saya pergi dari sini?" Tanyanya lagi, Joana merasa sangat tertekan dengan situasi sekarang ini. Dia tidak bisa melepaskan diri dari pelukannya. "Kenapa aku tidak boleh menolak?" Joana menatap lekat-lekat wajah Frans. Gadis itu memberanikan dirinya untuk menanyakan hal itu. "Karena aku menginginkanmu!" Ujarnya semakin erat menahan pinggangnya. Joana meremas kedua bahunya, "Baiklah saya bersedia menjadi asisten anda." Akhirnya kata yang ditunggu-tunggu oleh Frans meluncur keluar dari bibir tipisnya. Pria itu tersenyum, kemudian menurunkan tubuhnya dari pelukannya. Joana merasa sangat canggung sekali. "Mulai besok, datanglah ke ruanganku. Sekitar jam sepuluh pagi." Perintahnya padanya. Joana hanya bisa mengangguk kecil, seraya memijit pergelangan tangannya. Rasanya ototnya masih nyeri. Gadis itu mengambil tasnya kemudian keluar dari dalam ruangan Frans Walke. Saat pulang ke rumah dia mendapati Roger sedang membaca sebuah buku di ruang tengah. Pria itu melihatnya naik ke lantai atas dengan ekor matanya. "Ana?" Panggilnya menghentikan langkah kakinya untuk meniti naik ke lantai atas. "Iya pa?" Gadis itu kembali turun dari tangga, melangkah mendekat ke arah ayahnya. "Coba lihat." Roger mencermati memar di pergelangan tangannya. "Siapa yang melakukan ini?" Tanyanya padanya. "Ini saya tadi terjatuh." Berusaha menutupi kejadian yang sebenarnya. "Aku tidak pernah mengajarkan padamu untuk berbohong." Mengambil salep dan mulai mengoleskan pada pergelangan tangannya. "Apa kamu terlibat dengan seorang pria?!" Roger mencermati wajah Joana. Dilihatnya gadis itu menggigit bibirnya sendiri, dan artinya benar. Roger tersenyum melihat wajah putri angkatnya itu. "Siapa dia?" Tanyanya lagi. "Dia adalah Frans Walke!" Ujarnya sambil mendongakkan kepalanya, menatap tajam ke arah ayah angkatnya. Terlihat jelas kebencian tersimpan di dalam d**a gadis itu. Kebencian yang teramat dalam untuk membalas dendam pada keluarga Walke! Roger tahu, Joana bukan tipe gadis yang ingin mencari muka. Juga bukan tipe gadis yang akan tergila-gila pada pria tampan. Dia melihat perkembangan putri angkatnya itu, dia hanya ingin sukses di bidang kedokteran. Untuk menunjukkan bahwa dirinya bisa melalui kehidupannya dengan sebaik-baiknya. Dan melupakan semua kejadian buruk yang menimpa keluarganya. Roger tahu, pria itulah yang memaksa Joana. Jika tidak maka tidak akan ada memar di pergelangan tangannya. "Kenapa kamu tidak memukul kepalanya?" Tanyanya sambil tersenyum. "Tapi ayah bilang tidak boleh melukai orang?!" Tanyanya polos. "Tidak boleh melukai orang, tapi menjaga keselamatan diri boleh! Jika kamu sedang berada dalam situasi bahaya, boleh untuk melukainya demi menjaga keselamatan dirimu." Jelasnya lagi pada putrinya. "Sebetulnya dia terluka, dan aku membalut lengannya. Tapi dia malah menahanku di sana. Dia ingin aku menjadi asisten Dosen." Jelasnya sambil duduk di sebelah Roger. "Lalu kenapa kamu tidak menerimanya? Kan bisa sambil belajar. Dia pria kompeten di rumah sakit. Bahkan dia meraih banyak penghargaan di berbagai negara." "Tapi dia adalah putra dari keluarga Walke." Roger tersenyum mendengar Joana mengucapkan kegelisahan dan kebencian terhadap keluarga tersebut. "Dia tidak ada sangkut pautnya dengan tindakan ayahnya." Roger memegang kedua bahu putrinya agar dia tidak mencampur adukkan urusan masa lalunya dengan Frans.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN