BAB 3
YOUNG KING
Zontus merasa usahanya tidak akan berhasil jika putri King Alzov itu tetap tidak bisa di ajak kerja sama. Karena hanya putri Eluise lah yang bisa memberinya keturunan berdarah murni untuk mewujudkan tujuannya.
Tapi sepertinya putri Eluise memang sengaja bersikap menyebalkan. Karena sejak peristiwa malam itu Luise justru memilih tinggal di castil yang di hadiahkan pangeran Artur untuk neneknya Lady Claire, meski kastil tersebut masih berada di komplek istana tapi rasanya cukup untuk memberi jarak bagi mereka.
Tentu sikap kekanak-kanakkannya tersebut hanya akan membuat Zontus kesal. Bagi Zontus sebenarnya tidak masalah dia bisa mendatanginya kapan saja seperti hari ini.
Melihat kastil yang di hadiahkan Ayahnya untuk seorang wanita, rasanya juga sangat menggelikan bagi Zontus, selain itu serbuk bunga yang berlebihan di tempat tersebut juga hanya membuatnya ingin selalu bersin, itulah kenapa dia tidak akan mendatanginya jika bukan karena terpaksa.
Untuk kesekian kalinya Zontus coba mengajak putri keras kepala itu bicara.
"Aku tidak perduli kesepakatan apa yang telah kau buat dengan orang tuaku, bagiku kau tetap seorang pembunuh! "
" Jangan naif dan mengira kalian benar-benar saling jatuh cinta, aku yakin dia juga akan memburumu, My Lady."_____" Baginya kita hanyalah darah kotor yang layak untuk di bantai bahkan di bakar hidup-hidup."
"Aku bukan mahluk terkutuk sepertimu !"
"Aku tidak percaya yang mulia King Alzov mengajarkan hal sekonyol itu pada putrinya," ejek Zontus kemudian.
"Dan asal kau tau, kami bertarung dengan adil, jadi jangan sebut lagi aku sebagai pembunuh kekasihmu !"
"Aku akan tetap membalasnya, Zontus! "___"ingat itu!"
"Ingat sekarang kita berada di pihak yang sama, my Lady, kenapa kita tidak berdamai saja, dan aku Rajamu sekarang."
"Kau pikir aku tidak tau, ambisimu untuk kejayaan darah busuk ini adalah hal konyol, aku hanya tidak mengerti untuk apa Ayahku mendukungmu."
"Jadi kau lebih berpihak pada mereka yang membantai kaummu sendiri?"
"Sudah ku ingatkan aku bukan mahluk terkutuk sepertimu Zontus! "
"Kau hanya berhayal, karena jatuh cinta pada pemburumu, my Lady."
"Kita tidak ada bedanya, hanya darah busuk seperti yang kau sebut tadi, percayalah kerjasama kita akan jauh lebih menguntungkan dibanding kau memberi dukungan pada mereka yang akan terus memburu kaum kita."
Kali ini Zontus memilih pergi lebih dulu karena dia tau berdebat dengan putri King Alzov itu memang percuma.
*****
Setelah bertelanjang d**a zontus menceburkan dirinya untuk menyelami pekatnya telaga penghisap nyawa.
Sejak King Azlov meruntuhkan gerbang dunia bawah tersebut sudah tidak pernah lagi ada yang berani mendatangi tempat tersebut bahkan para mahluk sihir pun engan untuk sekedar menyentuh airnya.
Zontus terus menyelam sampai kekedalaman paling gelap, entah apa yang sedang dicarinya, goa itu sudah lama runtuh tapi dia tau pasti di mana akan menemukannya.
Sepertinya anak muda itu memang tidak akan menyerah, dan pasti akan terus mencari cara untuk mewujutkan tujuannya.
Zontus merasa darahnya jauh lebih mulia dari pada manusia-manusia kotor yang selama ini sibuk memburunya. Dia akan mengembalikan kejayaan kaumnya hingga tidak perlu bersembunyi-sembunyi lagi seperti mahluk kotor yang memang pantas utuk dikutuk dan di musnahkan.
Dari jendela besar tempatnya berdiri di menara utama, Putri Eluise memperhatikan penunggang kuda berjubah hitam yang baru memasuki pintu gerbang utara, meski masih mengenakan jubah dan tudung kepala bukan berarti Luise tidak mengenali penunggang kuda tersebut.
"Maaf my Lady, paman Anda sudah menunggu di ruang perjamuan," kata pelayannya dengan nafas terengah setelah menaiki cukup banyak anak tangga.
"Tunggu sebentar, aku akan turun."
Pelayan itu berjalan menuju sofa di sudut ruangan, mengambilkan jubah wool untuk Sang Putri.
"Mari my Lady."
Dengan lembut gadis muda itu mengenakan jubah wol tersebut di punggung Sang Putri, udara di luar sudah terlampau dingin menjelang akhir musim gugur, kadang di sore hari butiran salju tipis juga sudah mulai turun, beberapa minggu lagi seluruh permukaan tanah pasti sudah mulai tertutup salju.
Perjamuan malam ini khusus diperuntukkan bagi para kesatria yang baru pulang dari pertempuran yang menurut pitri eluise sangat tidak perlu, mereka bisa hidup damai tanpa pertumpahan darah lagi. Tapi ambisi gila kepemimpinan King Zontus untuk menguasai seluruh negeri di selatan kembali membawa mereka terlibat dalam banyak pertempuran berdarah yang telah merenggut banyak nyawa.
Luise sudah secara terang-terangan menentang hal tersebut meski tidak pernah juga di hiraukan. Hari ini King Zontus akan memberikan gelar kehormatan bagi para kesatria yang dianggapnya berjasa.
Ruang perjamuan sudah ramai saat putri tunggal King Alzov itu turun.
"Mari, my Lady."
Putri Eluise menyambut uluran tangan pamannya, membawanya berjalan anggun menuju singgasana di mana semua kesatria merunduk memberi hormat padanya.
Sepasang manik biru sang Putri coba mencari keberadaan sosok yang seharusnya sudah ada di sampingnya.
"Sepertinya Yang Mulia belum kembali, My Lady."
"Dia akan datang , Paman."
Semua tau Zontus sering meninggalkan istana dan bertindak bebas sesuka hati di luar sana.
Meski demikian Luise yakin Zontus akan tetap datang, dan benar saja tak lama kemudian sosoknya muncul dengan sangat luar biasa. Masih dengan jubah hitam yang sama dan rambutnya yang dibiarkan agak panjang nampak basah dan sedikit berantakan.
Sepertinya Zontus juga tidak punya waktu untuk memperhatikan penilaian orang terhadapnya, apa pedulinya dia tetap Raja yang harus mereka semua segani suka ataupun tidak.
"Maaf membuat Anda menunggu, My Lady."
Zontus mengecup punggung tangan Eluis yang tak bergeming.
"Menurutku Yang Mulia lebih mirip perompak dibanding seorang pria terhormat" Luise segera menarik tangannya dengan cepat.
Zontus hanya menyunggingkan senyum samar, bagaimanapun itu tetap pujian dari wanita paling luarbiasa di negerinya. Dia memang bisa menemukan wanita di manapun, tapi tidak pernah ada yang seperti Putri King Alzov yang sepertinya juga tega mengoyak jantungnya.
Bahkan sampai acara itu usai Luise sama sekali tak menghiraukannya, sikap dinginnya memang menyebalkan tapi sepertinya Zontus sudah mulai terbiasa diacuhkan jadi hal seperti itu bukan masalah lagi baginya. Lagi pula belakangan ini mereka juga sudah seperti disibukkan dengan urusan mereka masing-masing tanpa saling mencampuri satu-sama lain. Jikapun ada beberapa hal yang mengharuskan mereka hadir bersama seperti saat ini pun rasanya juga sudah tak terlalu sulit bagi mereka untuk menjalankan peran mereka masing-masing.
Seperti biasa Luise sengaja tidak mengikuti perjamuan makan malam, Zontus pun sudah terbiasa mengabaikannya. Putri Eluise memilih pergi setelah Zontus memberi gelar terahir pada kesatrianya.
*******