Aku mengangguk. "Tapi sampai sekarang, aku belum kasih jawaban. Aku sendiri masih bingung dan ragu." "Kenapa ragu? Kapan lagi kamu dapat pria mapan sepertinya? Enggak hanya tampan, baik lagi. Dia juga duda, kan?" "Aku hanya takut gagal untuk yang kedua kalinya. Aku masih ragu untuk kembali terikat tali pernikahan," lirihku, lalu menghela napas panjang. "Kenapa harus takut, Lusi? Jangan takut dengan apa yang belum kelihatan oleh mata! Percayakan saja semua kepada-Nya. Kita memang enggak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi bukan berarti juga kita harus menyerah sebelum bertarung, 'kan? Ayolah, Lusi! Buang rasa takutmu itu. Insyaallah dia pria yang cocok untukmu dan Alva." "Akan kupikirkan." "Jangan lama-lama! Nanti kamu menyesal sendiri, lho, kalau sampai dia kebu

