BAB 3 - Windi dan Helena

1294 Kata
Sengatan matahari siang ini begitu terik. Tata dan Helena sibuk mengipasi wajahnya dengan sebuah buku. Keduanya terus menyeruput es teh yang dibungkus plastik. Tatapan keduanya masih tertuju pada salah satu ruang kelas. Sesekali Helena melihat arlojinya dengan gelisah. Sementara, Tata sibuk menyeka keringatnya yang mulai menembus pori-pori kulitnya. “Ikat aja rambutnya, Ta! Biar nggak gerah.” saran Helena. “Iya nih.” Tata langsung mengikat rambutnya. “Kamu tau nggak sih, sebenarnya kamu cantik dan unik. Kamu itu punya badan mungil, mata yang bagus, hidung mancung, dan istimewanya rambut keriting kamu itu, lho.” Helena menatap Tata lekat-lekat.  Tata berhenti menyeruput es tehnya, lalu menyipitkan mata menatap Helena. “Kamu itu lagi muji atau menghina, sih?” “Aku serius Ta, sebenernya kamu itu cantik. Tapi ya itu—” Helena menghentikan kalimatnya. “Tapi, apa?” tanya Tata. “Liat deh, mana ada mahasiswi jaman sekarang yang masih pake kemeja longgar sama celana jeans gombrong kayak gini.” Helena menarik lengan kemeja Tata yang kebesaran.  “Emangnya kenapa? toh, IPK kita nggak ditentuin sama pakaian dan style kita ke kampus.” Tata berusaha membela diri. “Emang ... IPK nggak ditentuin sama penampilan. Tapi penampilan memengaruhi kehidupan kamu sebagai mahasiswi di kampus ini. Sekarang coba aku tanya, selain aku sama Windi ... apa kamu punya temen yang lain di kampus ini?” tanya Helena. Tata menggeleng pelan.  “Aku bukannya bermaksud bikin kamu sedih atau gimana ... aku cuma mau lihat kamu sedikit lebih percaya diri aja dan aku pikir hal pertama yang harus kamu benahi itu adalah penampian kamu.” Helena langsung menjelaskan panjang lebar setelah melihat wajah Tata yang berubah murung.  “Aku ngerti kok. Aku juga tahu kalau kamu selalu kesal dan marah saat anak-anak yang lain ngata-ngatain aku cupu, norak dan sebagainya.” Tata tersenyum malu menatap Helena. Helena tersenyum, lalu menepuk pundak Tata pelan. Hatinya masih saja terenyuh setiap melihat binar mata Tata. Tatapan polos itu tidak pernah berubah. Kelembutan dan kesederhanaan itulah yang membuatnya tidak tega melihat Tata yang selalu berkeliaran sendirian di kampus.  Sampai akhirnya Helena memutuskan untuk menjadikan Tata sebagai sahabatnya. Helena sudah menanggalkan rasa gengsinya. Dia mengabaikan statusnya sebagai mahasiswi paling terkenal seantaro kampus dan memilih berteman dengan Tata yang jelas-jelas memiliki gaya hidup berbanding terbalik dengannya. “Maaf ya ...! Kalian nunggunya lama.” seorang gadis cantik dengan rambut berwarna cokelat langsung menyapa dengan napas tersengal-sengal.  “Padahal jam istirahat udah dari tadi, lo Win.” dengus Helena. “Sorry banget pokoknya. Tadi mendadak Dosennya kumat ngasih kuis mendadak,” jawab Windi. “Ya udah ... yuk kita ke kantin! udah kelaperan nih.” ajak Helena. Helena dan Windi segera melangkah pergi, namun Tata masih terdiam di tempatnya. Dia menatap kedua sahabatnya itu lekat-lekat. Penampilan Helena dan Windi memang selalu memesona. Keduanya selalu tampil fashionable dan menjadi pusat perhatian seluruh warga kampus. Keduanya memiliki body goals idaman dan memiliki selera fashion yang bagus.  Tata melirik kemeja usang yang kini dikenakannya. Kemeja itu sudah terasa seperti seragam kampus yang selalu dikenakannya setiap waktu. Sementara, Windi dan Helana tidak pernah terlihat mengenakan pakaian yang sama untuk datang ke kampus. Bukan hanya pakaian, tetapi tas dan sepatu mereka juga terlihat berbeda setiap hari. Tata tersenyum tipis, ransel miliknya bahkan tidak pernah diganti sejak awal masuk kuliah tiga tahun lalu.  Tata memukul-mukul kepalanya sendiri sambil menggerutu pelan. Dia baru saja membiarkan pikiran konyol menyerang otaknya. Bagaimanapun juga Helena dan Windi adalah sosok yang sudah mengisi hari-hari sepinya. Mereka adalah sosok malaikat yang sudah mau menjadi sahabatnya. Senyum Tata kembali merekah. Dia memegang tali ranselnya dengan semangat, lalu berlari menyusul Helena dan Windi yang sudah jauh di depannya.“Tunggu aku teman-teman ...!” teriaknya kencang.  ***  “Eh, kalian udah denger nggak, kabarnya ada mahasiswa transferan dari Malaysia?” tanya Windi.  “Siapa namanya?” Helena bertanya sambil terus fokus menyantap soto dagingnya. “Hamdi Alfaiz,” jawab Windi. “APA ...!!! Hamdi Alfaiz? Maksud kamu penulis novel best seller itu?” Helena langsung berdiri dengan mihun terburai dari mulutnya. “Ish, jorok banget sih,” dengus Windi. “Kamu seriusan Win? Penulis novel ‘Forever For You’ yang sudah di filmkan itu?” tanya Tata. “Iya, Ta ... dan kabar baiknya lagi, dia itu sejurusan sama kita,” sambung Windi.  “Aku bakalan dapetin dia.” tekad Helena.  Tata hanya tersenyum geli sementara Windi langsung merasa mual. “Dulu kamu juga ngomong gitu waktu pertama kali kenal sama Arga,” celetuk Windi. “Itu sebelum aku tau kalau dia itu cowok brengsek,” jawab Helena. “Emang sih, dia itu cowok paling kece di kampus kita. Walaupun dia terkenal sama sikap sombong dan arogannya, tapi tetep aja ... aku rela dijutekin tiap hari asal bisa deket-deket sama dia,” ucap Windi.  “Dasar gila!” Helena mendorong kening Windi dengan jari telunjuknya.  “Eh, tapi aneh juga ya ... selama ini nggak ada terdengar kabar kalau dia itu deket sama cewek.” Windi mengingat-ingat. “Iya sih, apa jangan jangan dia ho—” “Nggak mungkinlah! mana mungkin dia—” Tata tiba-tiba saja memotong pembicaraan Helena.  “Kamu kenapa, Ta?” tanya Helena dan Windi berbarengan. “Ah ... eh anu, nggak kok.” wajah Tata mulai memerah. “Sejauh ini kayaknya emang nggak ada satu pun cewek yang disukai sama Arga ... tapi kalau yang paling dia benci kayaknya ada,” ucap Helena.  Windi dan Helena langsung menatap Tata sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tata hanya merengut dan tidak bisa membantah pernyataan itu. Pertengkaran antara dia dan Arga memang sudah menjadi rahasia umum. Terlebih sejak mereka menikah satu bulan yang lalu. Sejak saat itu kadar kebencian Arga kepada Tata semakin menjadi-jadi. “Aku juga nggak ngerti kenapa si Arga itu begitu benci sama Tata,” ucap Windi. Helena langsung menelan ludah, begitu juga Tata. Keduanya begitu terkejut sampai tidak bisa berkata-kata. Semantara Windi terus saja menjelek-jelekkan Arga dan tidak menyadari bahwa Arga kini sudah berdiri di belakangnya. “Udah Win ... udah!” cegah Tata. “Nggak bisa gitu dong Ta, dia itu semena-mena sama kamu karena kamu selalu diem. Apa perlu aku yang ngomong ke dia?” bentak Windi. “Ngomong apa?”  Deg. Windi langsung tergelinjang kaget mendengar suara Arga. Saking terkejutnya dia bahkan sampai jatuh dari kursinya. Wajahnya langsung memerah, Windi langsung meringis menatap Helena dan Tata. Sesaat kemudian dia kembali bangkit dan mencoba untuk bersikap tenang. “Emm ... aku—” Windi baru saja hendak menjelaskan namun Arga langsung mengabaikannya.  “Ada apa?” tanya Helena. Arga hanya menatap sekilas lalu membuang muka. Setelah itu dia beralih menatap Tata. Windi dan Helena pun heran melihat Arga yang terus menatap Tata. Bukan hanya mereka, pengunjung kantin yang lain juga ikut terdiam dan menunggu apa yang akan terjadi. Tata pun mulai merasa tidak nyaman. Dia juga gelisah menantikan apa yang akan diperbuat Arga sekarang ini.  “A-ada apa?” tanya Tata.  “Kamu masih ada kelas setelah ini?” tanya Arga. “Masih ... aku masih ada dua kelas lagi,” jawab Tata. “Bolos aja, nggak usah masuk,” ucap Arga lagi. “M-maksudnya?” Tata masih belum mengerti. Begitu juga Windi dan Helena, keduanya masih melongo dengan mulut menganga menyaksikan percakapan yang tidak biasa itu. “Ikut aku sekarang!” Arga langsung meraih tangan Tata. “T-tapi aku masih ada kelas.” sanggah Tata.  Arga tidak memedulikan perkataan Tata dan terus menyeretnya pergi. Sementara semua pengunjung kantin masih terkesima dengan adegan langka yang baru saja mereka saksikan. Kericuhan mulai terdengar begitu Arga dan Tata melangkah jauh. Semua langsung berspekulasi dan berteori ria menafsirkan apa yang baru saja terjadi. “Sebenarnya ada apa sih, dengan mereka?” tanya Helena dengan mata masih terpaku menatap punggung Tata dan Arga. Windi menggeleng pelan. “Hanya mereka dan Tuhan yang tau,” jawabnya lirih. *** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN