Anin tak bisa menolak, tapi juga tak menyangka kini ia menjadi asisten komisaris yang menyebalkan itu. Jelas sekali, ini pasti hanya akal-akalan Lukas. Sejak dulu, lelaki itu bersikeras ingin Anin bekerja di perusahaannya dan menjadi asistennya. Anin menghela napas panjang sebelum mengetuk pintu ruang Pak Komisaris. Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh pintu, daun pintu sudah terbuka. Keduanya sama-sama terkejut. “Mau apa kamu?” tanya Lukas sinis. “Mau menyapa Bapak—” “Nggak usah sok asyik,” ketus Lukas nyelonong meninggalkan Anin. “Pak mau ke mana?” “Buat kopi,” jawabnya singkat. Anin cepat mengejar langkah Lukas, menawarkan diri untuk membuatkan kopi untuk bosnya. Namun, Lukas menolak, mengaku tak percaya dengan kopi buatan Anin yang belum tentu enak. Tak menyerah, Anin kemb

