Bab 11. Saling Memanasi

1048 Kata
Adit yang melihat Kanaya sedang bermesraan dengan Dewa itu begitu kaget. Netranya yang tajam menyoroti apa yang terjadi didepannya dengan sorot mata yang sangat tajam. Ketidaksukaan itu terlihat sangat jelas dimatanya. "Sayang, kenapa cuma dilihat saja buburnya? Aku suapin, ya?" Kanaya tidak menghiraukan teriakan dari Adit, ia malah sengaja menunjukkan kemesraannya dengan Dewa didepan pria itu. Dewa masih mengerutkan dahinya, ia lalu melihat kearah belakang sehingga tahu jika ada sosok pria yang bisa diasumsikan sebagai mantan suami wanita yang duduk dipangkuannya ini. "Boleh, tahu banget kalau aku udah laper. Aaaaaaaaaaa ...." Dewa langsung masuk ke dalam alur permainan yang diciptakan oleh Kanaya. Kanaya tersenyum manis, menyendok satu suap bubur lalu menyuapkannya kepada Dewa. "Ehmmm, ini bubur terlezat yang pernah aku makan. Apa karena kamu yang menyuapinya? Makanya jadi seenak ini?" Dewa meraih tangan Kanaya lalu menciumnya dengan bibirnya yang basah. Kanaya terkejut, tapi ia berpura-pura untuk terlihat biasa saja. Ia melirik Dewa dengan sangat tajam tapi pria itu hanya mengulas senyum tanpa dosa dan malah membuka mulutnya kembali. "Makan, Sayang. Kamu tidak akan kenyang jika terus menatap wajah pacarmu yang tampan ini," celetuk Dewa mengerlingkan matanya menggoda. Melihat kemesraan yang sengaja dipamerkan itu membuat Adit semakin terbakar. Selama ini Kanaya jarang sekali bermanja-manja padanya, tapi kenapa sekarang wanita itu justru menjadi sangat liar? Tanpa menghiraukan Desi, Adit segera mendekati Kanaya, bermaksud membuat perhitungan dengan wanita itu. "Mas Adit!" seru Desi terkejut sendiri melihat sikap kekasihnya itu. "Apa kamu tidak dengar aku memanggilmu?" bentak Adit menarik tangan Kanaya dengan kasar hingga wanita itu jatuh dari pangkuan Dewa. "Apa-apaan sih, Mas? Apa kita masih punya urusan sebelumnya?" tukas Kanaya dengan wajah yang sinis. "Selama apapun yang kamu lakukan di rumah ini, itu menjadi urusanku. Siapa pria ini? Berani sekali kamu membawanya ke rumahku!" bentak Adit semakin murka, ia menatap nyalang pada sosok Dewa yang bersikap santai itu. Namun, diam-diam Adit menyoroti seluruh fisik Dewa yang tidak diragukan lagi. Pria itu juga masih tampak muda dan tubuhnya lebih kekar darinya. Darimana Kanaya kenal pria ini? Pikirnya. "Enggak salah? Rumah ini sudah jelas menjadi hak anak-anakku sepenuhnya. Justru kamu yang tidak punya malu masih tinggal disini. Bukannya wanitamu itu sudah punya segalanya?" sergah Kanaya. "Cih, buktinya rumah ini atas namaku, Kanaya. Jadi, kamu tidak punya hak apapun disini. Apalagi memasukan pria asing kesini, cepat usir dia!" teriak Adit. Kanaya tertawa sinis, ia mendorong bahu Adit dengan kasar. "Asal kamu tahu, Mas. Hanya orang yang tidak tahu malu yang merebut hak orang lain dengan berteriak seolah dirinya paling benar. Kamu ingin aku pergi? Baik, memang hari ini aku juga akan pergi karena uang kekasihku lebih dari cukup untuk membiayai hidupku dan anak-anakku. Bukan seperti Ayahnya yang hanya suka berselingkuh!" seru Kanaya mengangkat dagunya angkuh. "Apa kamu bilang? Kamu ada hubungan dengan pria ini?" Adit semakin murka, ia menarik tangan Kanaya dan mencengkeramnya cukup kuat. Melihat hal itu Dewa tidak tinggal diam, ia segera menepis tangan Adit lalu menarik Kanaya agar berdiri dibelakangnya. "Sorry bro, jaga sikapmu jika berbicara dengan wanitaku," ujar Dewa dengan sangat santai, tapi tidak dengan tatapan matanya yang tajam menusuk. "Kurang Ajar! Jangan ikut campur urusan orang lain, kamu itu masih anak kecil. Lebih baik pergi dari sini dan jangan coba-coba mendekati istriku!" Adit kian meradang, ia menatap Dewa dengan tatapan berapi-api. Dewa tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Adit. Ia lalu menepuk-nepuk bahu Adit dengan keras. "Hahaha, astaga, Om. Terima kasih sudah mengingatkanku jika aku memang masih muda. Beruntung sekali bukan aku bisa mendapatkan wanita secantik ini," ucap Dewa kembali mengedipkan sebelah matanya menggoda pada Kanaya. "Oh ya, Om. Dia bukan lagi istri Anda, melainkan mantan istri yang telah Anda campakkan hanya karena sampah seperti dirinya. Semoga Om tidak lupa akan hal itu," sambungnya lagi diiringi seringai yang menyebalkan. "Hemmm, tapi ya sudahlah. Aku memaklumi saja karena Om 'kan memang sudah tua. Sekarang biarkan yang muda ini berbahagia. Ingat ya, Om. Yang muda yang bercinta, ayo Sayang. Katanya mau ke kamar dulu, mumpung masih pagi nih," ujar Dewa merangkul bahu Kanaya dengan mesra, ia juga menatap Kanaya dengan begitu menggoda setelah ia mengulas senyum mengejek kepada Adit. Kanaya tertawa kecil, meski tidak sesuai dengan rencana yang ia buat. Tapi sepertinya ide Dewa bagus juga, sekarang saja Adit sudah seperti api yang disiram oleh bensin, sehingga semakin lama semakin berkobar. Membuat ia semangat untuk memanaskan api tersebut. "Baiklah, hari ini mau baju warna apa, Sayang?" Kanaya menanggapi Dewa dengan senyum centilnya. "Apa aja boleh, soalnya kalau aku udah mulai kamu nggak akan butuh itu juga," bisik Dewa seraya membawa Kanaya pergi darisana, membuat siapapun yang melihat mereka semakin yakin jika mereka berdua ada hubungan spesial. Kanaya tertawa kecil, ia mencubit perut Dewa sebagai peringatan. Semua ini sudah keluar dari alur yang ia buat, tapi sepertinya rencana Dewa ini yang berhasil membuat Adit begitu kesal. "Kanaya! Berhenti kamu, jangan coba-coba berbuat maksiat di rumahku. Nanti rumah ini akan ketiban sial!" teriak Adit ingin menyusul Kanaya karena ia tidak terima mantan istrinya itu akan bercinta dengan Dewa. "Kamu ini apa-apaan sih, Mas!" Desi segera mencegahnya, ia menarik tangan Adit dengan kasar. "Apa, Des? Aku enggak akan biarin mereka berdua berbuat mesuum disini," ujar Adit begitu kesal. "Memangnya kenapa? Kanaya itu bukan siapa-siapa kamu lagi, Mas. Kenapa kamu malah ngurusin dia? Kamu mau balikan lagi sama dia? Awas kamu ya, Mas," sergah Desi ikut marah melihat tingkah kekasihnya. "Astaga, mana mungkin aku balikan sama dia, Des. Aku cuma enggak mau rumah ini itu kena kutukan kalau dia berbuat mesuum disini," ucap Adit mencari-cari alasan, ia tidak mau jika Desi akan curiga atau marah padanya. "Udah lah, kamu lepasin rumah ini kenapa sih, Mas? Aku bisa ngasih rumah yang lebih besar dari ini. Kita bisa tinggal disana, toh sebentar lagi kita akan menikah," tutur Desi. "Iya kamu benar, tapi rumah ini itu hasil kerja keras aku, Des. Enak aja Kanaya mau main ambil gitu aja, aku enggak akan biarin," tukas Adit. "Ya udah gampang, kalau mas memang maunya gitu. Aku akan menyuruh orang buat habisin Kanaya, gimana?" Adit membulatkan matanya, ia tidak menyangka jika ide itu akan keluar dari mulut Desi. "Gila kamu, gimana kalau kita ditangkap polisi?" Adit langsung menolak tidak setuju. "Kamu lupa siapa aku, Mas?" ujar Desi mengulas senyum sinisnya. Adit terdiam, ia baru ingat jika Desi memang punya kuasa yang cukup besar dari mendiang mantan suaminya. Tapi haruskah ia melenyapkan Kanaya? Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN