Ketegangan Meja Operasi

734 Kata
Sebuah ruang operasi yang dingin menusuk hingga tulang, tapi keringat menetes deras di pelipis petugas medis yang sedang sibuk dengan aktivitas di dalamnya, ketegangan terlihat jelas disana. Lampu sorot menggantung di atas meja operasi, menyinari tubuh seorang pria muda yang terbaring tak berdaya, meski beberapa saat lalu, dia masih bertarung dengan senjata api dan kerasnya jalanan, tapi kini dia hanyalah pasien yang tak akan bisa melakukan perlawaanan apapunyang akan terjadi dengannya di atas meja operasi. Selang-selang menempel di wajah tampan yang kini memucat, dengan monitor di sisi kanan tempat tidur berteriak gelisah dengan bunyi beep... beep... beep... yang terlalu cepat. "Tekanan darahnya anjlok, Dok!" suara panik seorang dokter anestesi memecah keheningan. Sontak sang dokter menoleh tegak dengan tatapan tajam ke arah layar monitor. Wajah tua dibalik masker itu terlihat penuh tekad. Bagaimana tidak, nyawanya adalah taruhan jika pria muda di hadapannya tidak bisa selamat. Terngiang olehnya bagaimana senjata api menodong kepalanya sebelum dia memasuki ruangan operasi. "Sampai terjadi sesuatu dengan boss kami. Nyawamu dan keluargamu jadi taruhan!" Ancaman pria bertato sembari menyodorkan sebuah gambar keluarganay di layar ponsel milk pria itu, membuatnya tak punya pilihan untuk menolak melakukan operasi itu. Kini, hidupnya berada di ujung tanduk, dan semua bergantung pada keteguhan dan kehebatan tangannya. "Semua bersiap!" perintah dokter Qin, suaranya bergetar tapi penuh wibawa. Setelah tersadar dari keterkejutannya. Perawat scrub menyerahkan sarung tangan steril. Bunyi gesekan lateks terdengar nyaring saat dokter Qin memakainya. Di meja instrumen tiga rak setinggi pinggang, dimana disana terdapat pisau bedah berkilau di bawah cahaya putih yang kejam dan beberapa peralatan operasi lainnya. "Baik, Dok!" Sahut mereka terdengar kompak, sepertinya penghuni kamar operasi itu sudah terbiasa dengan ketegangan di kamar operasi, dimana mereka berjuang untuk menyelamatkan nyawa. Tapi, kali ini tidak dengan dokter Qin. Selain menyelamatkan nyawa, dia juga harus berjuang dengan maksimal demi menyelamatkan keluarganya dari pembantaian jika dirinya sampai gagal di meja operasi menolong seorang boss Mafia dari Klan Yunglow. "Insisi." Sayatan pertama terdengar bagai irisan sunyi. Darah merah gelap bermunculan, cepat ditampung oleh kassa yang langsung menempel otomatis, seolah kinerja orang-orang di kamar opersi itu sudah terstruktur. Alat hisap bekerja keras, mendesis seirama dengan detak jantung buatan yang terdengar jelas dari mesin dalam ruangan itu. Instruksi keluar cepat dari mulut dokter yang sudah berumur lebih dari empat puluh tahun itu "Retraktor. Gunting jaringan. Clamp." Suara tegas dokter Qin dengan sorot mata tak berkedip. Setiap perintah dijawab dengan bunyi denting baja kecil yang berpindah tangan dengan cepat tanpa kesalahan. Namun tiba-tiba, suara monitor berubah dan membuat semua orang seperti kehilangan tenaga. Kerngat semakin membanjiri. Beeeeeeep! Layar menampilkan garis lurus panjang. Jantung pasien yang terbujur lemas di meja operasi dengan kain penutup berwarna hjau itu tiba-tiba berhenti. "Dokter! Henti jantung!" teriak dokter anestesi panik. Dunia seolah runtuh. Sesaat, semua mata terbelalak lebar. Bahkan dokter Qin nyaris terjatuh, lalu dia teringat bahwa dia tidak boleh menyerah. Dia yakin Tuhan akan membantunya. Dia tahu, satu detik ragu sama saja dengan menyerahkan nyawa pasien pada jalan kematian. "Defibrilator! Segera!" suaranya menggema, suara itu bak cambuk yang membuat kepanikan tim. Piringan defibrilator diletakkan di d**a pasien. Dengan penuh tekat dia menatap pasien lekat dalam hati dia berdoa. "Charge 200! Satu... dua... tiga... CLEAR!" Tubuh sang mafia itu bergetar keras. Semua menatap layar. Garis lurus masih membentang menghiasi layar yang membuat ketegangan ruangan itu semakin terasa. "Lagi! 300! CLEAR!" Tubuh itu meloncat sekali lagi. Lalu— Beep... beep... beep... Sebuah doa kecil yang terkabul dan membuat semua orang di ruangan itu menatap jelas ke layar setelah suara ritmis kembali muncul. Ruangan seketika hening, tapi hening yang berbeda. Kali ini wajah lega tersirat dari balik masker tak terkecuali dokter Qin. Dokter Qin menutup matanya sejenak, menahan rasa syukur."Jangan pergi malam ini, Tuan. Izinkan saya menyelesaikan tugas saya sebagai dokter." Bisiknya sambil menghela nafas lega. "Lanjutkan!" Tegasnya dan seketika semua orang kembali bersiap, sesekali seorang asisten mengelap keringat yang membanjiri wajahnya. Dia kembali menunduk, mata dan tangannya fokus menyelesaikan pekerjaannya dengan jahitan rapi. Luka ditutup, darah berhenti, dan perban putih steril menutupi saksi bisu pertarungan hidup dan mati yang baru saja terjadi. Saat pasien digeser ke ruang pemulihan, dokter Qin berdiri diam. Tangannya bergetar ringan, meski wajahnya tetap tegar. Hanya dia yang tahu betapa menyeramkannya situasi di kamar operasi yang barusan. Di balik masker, dia tersenyum samar. "Selamat datang kembali di dunia ini, Tuan Muda Dominick! Kau selamat. Aku tidak akan membiarkanmu pergi apapun caranya, aku harus menyelamatkanmu.” Tegasnya dengan binar cerah dibalik wajah lelahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN