Mata keduanya kemudian beralih pada bibir masing-masing, seperti ada magnet yang saling menarik, perlahan mereka mendekat satu sama lain, hanya perlu satu gerakan yang begitu tipis untuk mulai menemukan, menyatukan dan merasakan satu sama lain. Sedikit lagi untuk meruntuhkan sisa kata asing antara mereka, sampai— “Bunda, Ayah dokter!” teriakan Felora menyusul pintu yang dibuka oleh anak itu. Sontak Kikan membuka mata, keduanya saling memisahkan diri, Kikan sudah merona, Halim pun mengatur dirinya agar tidak canggung tetapi Felora mengerjap melihat situasi orang tuanya, “Ayah, Bunda? kenapa?” tanyanya polos. Kikan sontak berjongkok, tersenyum, “Ayah mau pakai baju dulu ya, Felo sama Bunda tunggu di luar.” Felora mengangguk, lalu menurut keluar. Kikan menarik napas dalam-dalam, gagal