"Saudara Jenggala, anda di bebaskan." Jenggala yang mendengar itu sontak mendongak.
Di bebaskan?
Keningnya berkerut, bagaimana bisa dia di bebaskan? Bahkan Chiko pun belum kembali untuk menemuinya. Bukankah, saat di sekolah Polisi begitu memaksanya untuk ikut, padahal sudah di jelaskan jika dia tidak tahu apa-apa. Jenggala bangkit berdiri lalu keluar dari sel tahanan. Bajunya belum di ganti walaupun sudah menjadi tersangka namun bukti tidak di dapatkan dengan akurat. Saat keluar langkahnya berhenti melihat siapa yang sudah menunggunya. Senyum keibuan itu terlihat tersenyum dengan lebar membuat hatinya seketika menghangat.
"Ya Allah, kamu nggak kenapa-kenapa kan di dalem?"
"Hehe nggak apa-apa kok Tante."
"Syukur Alhamdulillah. Kenapa kamu bisa di tuduh begini sih, nak? Tante tuh nggak percaya kalau kamu orang kaya gitu." Perkataan itu membuat Jenggala tertegun.
Kenapa semua orang menganggap gua orang baik? Gua bener-bener manusia hina karena udah buat kepercayaan mereka luntur. Tatapan mata mereka penuh ketulusan dan gua bohongin mereka semua.
"Jenggala?" Sebuah usapan di tangannya membuat Jenggala mengerjap.
"Saya ... panjang ceritanya Tante."
"Ya udah kalau gitu lain kali saja ceritanya. Kamu udah makan belum?" Jenggala menggelengkan kepala.
"Bagus, kalau gitu ayo kita makan di luar." Jenggala sampai di buat terkejut saat Ibunya Jelita menggandeng lengannya.
Jenggala menatap Jelita yang memutar bola matanya malas. Gita? Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya, dia yakin memang ada sesuatu antara Jelita dan Jenggala yang tidak di ketahui nya. Jika Jelita tidak ingin memberi tahunya biar dia sendiri yang mencarinya sendiri. Gita menarik lengan Jelita untuk mengikuti langkah Ibunya yang sudah ada di depan mereka.
"Gua liat-liat Emak Lo sama Jenggala cocok yah?" Jelita yang mendengar itu mendelik.
"Cocok mata Lo."
"Maksud gua cocok sebagai anak dan ibu."
"Oh." Wajah Jelita memerah, dia merasa malu karena sudah salah paham.
"Hayo emang Lo mikir cocok apa?" Gita mencolek dagu Jelita.
"Nggak mikir apa-apa kok."
"Bohong banget anjir. Keliatan muka Lo merah sampe kuping gitu, masih mau ngelak Lo?" Jelita menutup telinga dan pipinya bergantian. Berdecak karena bagaimana pun telapak tangannya tidak akan bisa menutupi wajah dan telinganya secara bersamaan.
Jelita menghela nafas, bisa-bisanya dia berpikiran negatif seperti itu. Harusnya Jelita tahu Ibunya itu tipe wanita penyayang pada siapapun. Jadi wajar jika Ibunya bertingkah seperti itu pada Jenggala. Dan Jelita pun tidak tahu kemana orang tua Jenggala di kala anaknya sedang dalam musibah seperti ini. Mungkin Jenggala tipe pria selengkengan tapi untuk urusan yang lainnya dia terlalu tertutup. Perkenalan mereka bisa di katakan singkat, jadi wajar jika banyak yang tidak Jelita ketahui. Mengingat awal pertama kenal Jelita tidak pernah bertemu dengan orang tua pria itu.
"Gua nggak ada maksud ngelak, panas aja ini ruangannya."
"Halah, kalau panas juga idung Lo nggak bakalan kembang kempis." Jelita langsung memegang hidungnya secara reflek.
"Tuhkan!"
"Apaan sih."
"Sebenarnya gua tuh nggak mau kepo sama urusan kalian dan gua tuh udah niat mau cari tahu sendiri tapi ngeliat reaksi Lo yang kaya gini, gua bener-bener penasaran."
Kening Jelita mengerut tidak paham, "Penasaran kenapa?"
"Lo sama Jenggala punya hubungan lebih kan?"
Hubungan lebih?
Bukankah sudah Jelita jelaskan mereka tidak memiliki hubungan apapun. Harus berapa kali orang-orang bertanya tentang statusnya dengan Jenggala. Jelita menghembuskan nafas, merasa tertekan dengan orang-orang yang ingin tahu hubungannya dengan Jenggala.
"Gini deh, Git. Untuk sekarang dan ke depannya, gimana kalau Lo berhenti buat tanya apa hubungan gua sama Jenggala. Yang perlu Lo ketahui gua sama Jenggala itu nggak ada hubungan apapun. Status kami masih sama nggak ada yang berubah, oke. Jadi stop buat tanya-tanya hal yang sama sekali nggak ada gunanya. Jangan karena gua sama Jenggala deket terus kalian cuman liat dari satu sudut pandang aja."
"Gua nggak akan tanya hal kaya gini kalau salah satu dari kalian itu punya rasa."
"Gua sama sekali nggak ada rasa sama Jeng— tunggu, maksud Lo?" Gita menaiki salah satu alisnya.
"Lo bener-bener nggak tahu kalau Jenggala punya perasaan sama Lo?"
"Gua ...." Jelita bingung harus menjawab apa.
Jenggala memang sering menyatakan cinta padanya namun dia tidak pernah menganggapnya serius. Tapi sekarang, Gita mengatakan hal yang sama sekali tidak masuk di akal. Tahu apa Gita tentang Jenggala yang memiliki perasaan padanya?
Gita yang melihat Jelita tersenyum, dia tahu Jelita bukan gadis peka. "Sekali-kali tatap mata Jenggala terus tanya sama hati Lo sendiri. Apa sih arti Jenggala itu buat hidup Lo?"
"Dia cuman temen, Git."
"Cuman temen tapi Lo kalang kabut mikirin Jenggala waktu dia di bawa ke kantor polisi, itu udah termasuk salah satu perasaan khawatiran Lo buat dia." Jelita mengigit kukunya.
"Jujur gua nggak tahu sama perasaan gua sendiri, Git."
"Makanya Lo cari tahu."
"Gimana caranya?" Gita menatap Jelita dengan senyum lebar tercetak di bibirnya.
"Gua punya rencana."
???
"Ayo, makan yang banyak." Jenggala merasa canggung saat melihat Ayah Jelita menatapnya dengan hangat.
Keluarga Jelita begitu hangat menyambutnya. Tatapan mata mereka begitu tulus. Orang tua Jelita bahkan tidak ada yang bertanya, bagaimana bisa dia masuk penjara. Mereka sibuk makan dan bercanda tawa. Ada rasa hangat di hati Jenggala, kapan terakhir kali dia bisa senyaman ini? Kapan terakhir kali dia bisa berkumpul bersama? Senyum miris tercetak di bibirnya. Rasa sesak di rasakan olehnya.
Jelita yang duduk di samping Jenggala menyenggol lengan pria itu. Yang lantas membuat laki-laki itu terkejut. "Kenapa?"
"Hah?"
"Lo kenapa?"
"Nggak apa-apa."
"Terus kenapa nggak di lanjut makannya? Nggak enak yah?" Kepala Jenggala menggeleng heboh.
"Terus?"
"Gua cuman ngerasa melankolis aja sama suasana keluarga Lo."
"Emangnya kenapa sama suasana keluarga gua?"
"Mencintai, menyayangi dan mengasihi." Jelita menatap keluarganya.
"Kami udah biasa serame ini kalau di rumah."
"Maka dari itu, gua ngerasa terhormat bisa gabung sama keluarga Lo." Jelita menatap Jenggala dengan pandangan bingung.
Ini Jenggala kan? Laki-laki yang slalu mengusilinya setiap hari? Kenapa Jenggala jadi laki-laki melankolis seperti ini sih? Jelita mengusap tekuknya, tubuhnya seketika merinding. Jangan katakan jika arwah Jenggala tertukar dengan arwah yang ada di sel tahanan.
"Lo ... lagi nggak kesurupan kan?" Perkataan Jelita sontak membuat Jenggala menoleh kaget.
"Apaan nih maksudnya?"
"Lo kenapa jadi melankolis gini sih? Liat, gua merinding gini dong." Jenggala terdiam, tidak lama senyum miring tercetak di bibirnya.
"Gua emang bukan Jenggala." Jelita membulatkan matanya, wajahnya terlihat panik namun Jenggala menikmati wajah cantik itu.
"Lo ... beneran kesurupan?" Jelita ini memang bisa di katakan gadis bego yang nyerempet t***l. Bagaimana bisa orang yang kesurupan bersikap seperti Jenggala ini?
Jenggala menyentil kening Jelita, "Kalau bego itu jangan di pelihara sayang."
Mereka bertatapan, membuat wajah Jelita memerah dan salah tingkah. Tiba-tiba suara jepretan kamera membuatnya tersadar. Kepalanya menoleh dan melotot melihat Ibu, Ayah, kedua kakaknya dan Gita mengarahkan ponsel pribadi milik mereka ke arahnya.
"Ih ngapain sih kalian?"
"Ya Allah, lucu banget sih Ade gua." Jemita terkekeh sambil menatap ponselnya.
"Gemes banget kan, Mit?"
"Heem kak."
"Gemoy banget ini, kak. Kalau di update ke i********: terus tag mereka, kayanya seru tuh." Gita mempropokasi Jenita dan Jemita.
Jenita, Jemita dan Ayahnya memang sempat di hubungi untuk makan bersama. Untung saja waktu sudah menunjukkan makan malam. Jadi mereka memilih makan di luar rumah bersama.
"Bagus tuh, Git." Seru Jemita.
"Nggak ada yah! Kalau kalian berani update terus tag gua, liat aja gua bakal blok punya kalian semua." Ancam Jelita.
"Bodo amat." Jawab Jemita yang sekarang sibuk dengan ponselnya.
Jelita bangkit lalu merebut ponsel Jemita, Jenita dan Gita secara bergantian. "Kalian nggak boleh update apa-apa tentang gua sama Jenggala."
"Loh, kenapa?" Tanya Ibunya.
"Ma, Jenggala baru aja di tuduh yang bukan-bukan sama orang-orang. Mereka pasti masih berspekulasi yang nggak-nggak tentang Jenggala. Jenggala ini selebgram, pasti informasi tentang dia bakalan meledak. Yang DM i********: aku banyak, bahkan rumpi aja hubungi aku berkali-kali buat klarifikasi tentang Jenggala. Biarin Jenggala nikmati waktu bebasnya sebentar." Juwita, Januar, Jenita, Jemita dan Gita di buat ternganga mendengar ucapan Jelita.
Ini Jelita kan? Si gadis yang mencintai Haechan secara halusinasi. Apa sewaktu pergi ke restoran Jelita sempat terpentok kepalanya? Mereka benar-benar tidak menyangka. Ini Jelita loh, gadis yang tidak peduli akan orang-orang yang ada di sekitarnya. Gadis yang hidupnya itu di dedikasikan untuk makan, makan, makan, makan dan Haechan. Semuanya tidak percaya jika Jelita bisa mengatakan itu. Sebenarnya bukan hanya keluarganya saja tapi Jelita pun langsung mengerutkan kening bingung. Apa yang baru dia katakan? Jelita mendudukkan dirinya lalu menyimpan ponsel milik kedua kakak dan sahabatnya di atas meja. Suasana menjadi hening, membuat Jelita merasa canggung, malu dan tidak tahu apa lagi.
Juwita yang lebih dulu tersadar menarik kedua sudut bibirnya, "Ehm."
Jelita menatap ibunya lalu mendelik kesal melihat tatapan menggoda itu. Sedangkan Jenggala, tidak usah di tanya. Laki-laki itu tersenyum lebar, tanpa Jelita sadari jika Jenggala sudah termasuk ke dalam hidupnya. Jenggala semakin bertekad, dia akan memenangkan hati Jelita sampai gadis itu menyadari perasaannya sendiri.