Rahasia Jenggala 5

1460 Kata
Jelita menguap untuk kesekian kalinya, dia benar-benar tidak bisa tidur. Ini sudah pukul 01.00 malam dan matanya masih terus terbuka. Mulutnya terus terbuka karena menguap tapi matanya tidak bisa sama sekali terpejam. Jelita cemberut, dia memetik senar gitarnya. Tenang saja kamar Jelita kedap suara jadi seheboh apapun dia si kamar tidak akan mengganggu keluarganya. Besok masih sekolah tapi matanya tidak bisa di ajak kompromi. Jelita menyimpan menyimpan gitarnya, beranjak dari duduknya untuk berjalan ke arah balkon. Seketika angin malam berhembus menerpa kulit wajahnya. Dia bergidik sebentar sebelum kembali masuk ke dalam. Sepertinya dia akan melakukan Mukbang pada malam hari. Jelita bergerak ke arah kulkasnya, dia membuka benda itu lalu menatap beberapa makanan yang sempat di belinya tadi. Meraih beberapa makanan itu lalu menatanya di sebuah meja khusus untuk acara Mukbang nya. Jelita menyalakan kompor elektroniknya yang menyatu dengan meja. Ini dia beli khusus di luar negri saat jalan-jalan bersama dengan Gita tahun lalu. Apa Jelita sudah menjelaskan jika kamarnya ini mirip seperti sebuah kosan? Sepertinya sudah tapi dia lupa. Jelita itu pemalas, maka dari itu dia meminta Ayahnya untuk memperluas kamarnya. Intinya kamar Jelita itu serba ada untuk yang masih tinggal bersama keluarga. Sosis, Spam, baso, sayuran semuanya komplit tinggal menunggu nasi yang di panaskan matang. Jelita memposisikan kamera, dia melambaikan tangan lalu tersenyum. "Hallo kembali lagi dengan Jelita. Kali ini aku mau mukbang bakso rekomendasi dari Tante Lambe. Aku juga nggak tahu yah namanya begitu tapi memang di bungkusnya tulisannya begini." Jelita menunjukan bungkusan bakso ini. "Di sini ada bakso tulang, bakso beranak, bakso aci, levelnya juga aku ngambil yang pedes pake banget. Mari kita memasak." Jelita itu bisa di katakan gadis multitalenta. Dia bisa melakukan sesuatu hanya sekali di ajarkan. Karena Jelita suka makan dia sering memasak terutama ini kan kontennya jadi dia juga sering memberi tips memasak untuk penontonnya. Saat Jelita sedang fokus pada bakso yang sedang di masakannya pintu balkon terbuka kasar membuatnya terkejut. "Jenggala? Astaga! Ngapain Lo?" Jelita menatap sosok pria yang masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi. "Lagi masak apa?" "Yak! Lo nggak boleh masuk, gua lagi bikin konten." "Nggak apa-apa kali, khusus hari ini gua bakal ikut masuk konten Lo." Jawab Jenggala yang sudah duduk di samping Jelita. Mata laki-laki itu berkeliaran menatap beberapa makanan di atas meja. Tangannya terangkat meraih sebuah sosis lalu memakannya. Mata Jelita membulat dia akan merebut sosis itu tapi Jenggala menahannya, "Udah cepatan lanjut tuh liat udah mulai mendidih." Jelita menoleh ke arah kamera yang masih menyala, dia menghela nafas. Baiklah, untuk kali ini saja bisik hatinya. Jelita bangkit meraih mangku, lalu kembali duduk. Woah, matanya sudah berbinar melihat bakso-bakso yang akan di santap nya. Aroma khas bakso sudah tercium di hidungnya membuat perut Jelita berteriak meminta di isi. Jelita menoleh saat Jenggala menarik baju tidurnya, "Apaan?" "Pedes banget yah?" Jelita memutar bola mata, "Liat dong kuahnya, menurut Lo?" "Pedes." Dengan lugunya Jenggala berkata. "Ya udah." "Tapi gua juga mau." "Ah elo ngerepotin banget sih." Namun walaupun begitu Jelita bangkit berdiri, kembali membawa bakso dari Tante Lambe untuk di masak. "Dapet Endors?" "Hmm." "Kayanya enak." "Nggak tau belum nyoba." Jelita mengatakannya jujur. Dia tidak ingin mengatakan sesuatu yang tidak sesuai. Seperti melebihkan makanan yang di makan olehnya lalu mengatakan itu enak padahal sebaliknya. Jika dia mendapat endors makanan lalu tidak sesuai selera dia akan mengatakannya dan dia akan mengembalikan semuanya pada penonton. Bukan apa-apa beberapa bulan lalu ada seorang YouTubers Mukbang juga, dia mengatakan jika makanan itu enak tapi saat Jelita mencoba bahkan jauh dari kata enak. Bahkan melihat dari komen i********: pemilik makanan itu juga banyak komentar yang kurang enak di lihat. Saat itu Jelita berpikir, kenapa makanan tidak enak seperti ini harus di jual? Jelita memberikan bakso yang sudah matang itu pada Jenggala. Mata pria itu berbinar, membuatnya memutar bola mata. Tanpa berkata mulai berdoa lalu melahap bakso itu. Woah ... seketika lidah Jelita begitu di manjakan oleh rasa bakso itu terutama bakso tulangnya. Benar-benar enak. Ini baru yang namanya makanan. Jelita makan dengan nikmat, tidak ada percakapan sama sekali di antara mereka. Jelita sibuk makan tanpa tahu jika sosok di sampingnya belum menyentuh bakso miliknya. Matanya masih terus memandang Jelita dengan pandangan kagum, terpesona dan mendamba. "Lo cantik, Je." Uhuk Jelita ter-batuk dan itu membuatnya menepuk dadanya sakit. Belum lagi rasa pedas itu membuatnya benar-benar mengenaskan. Jenggala yang melihat Jelita bangkit lalu membuka kulkas mencair minum. Mulutnya menganga saat tidak ada satu pun air putih di dalamnya. Dia mendengus, tanpa pikir panjang meraih sekotak s**u dan memberikannya pada Jelita. Jelita langsung menyedot s**u kotak itu hingga tandas. Air matanya mengalir merasa sakit dan panas. Jenggala melihat Jelita meringis, dia merasa bersalah karena sudah membuat gadis itu terkejut. Dengan punggung tangannya dia mengusap air mata Jelita. "Sorry." "Ambilin lagi susunya." Jenggala tanpa berkata kembali bangkit lalu membawa s**u kotak satu liter. Jelita menerima s**u itu lalu meminumnya. Hidungnya terasa menyakitkan, tahu kan bagaimana rasanya tersedak saat kita makan pedas? Begitulah yang Jelita rasakan. Jelita masih kaget dengan ucapan Jenggala padanya sampai membuatnya terkejut dan tersedak. Jelita memukul Jenggala sebal saat rasa itu sudah mulai menghilang, "Lo sengaja ngomong kaya gitu?" "Gua nggak tau Lo bakal ke sedak gitu." "Yeah makanya kalau ngomong tuh di pikir dulu, jangan udah ngomong baru di pikir." "Yeah lagian juga Lo nggak mati kan, terbukti masih hidup." Jelita ingin sekali menimpuk kepala Jenggala dengan benda keras, sayangnya dia tidak bisa melakukan hal itu. "Balik sana!" "Nggak mau." "Anjir ini udah jam berapa? Lo main masuk kamar perawan lagi." "Terus kenapa?" "Nggak baik Bangbang!" "Nggak peduli." Jelita menghela nafas, sabar ucap hatinya. Jelita melirik baksonya yang masih penuh, dia mendesah kecewa padahal Baksonya enak tapi untuk di lanjutkan moodnya sudah jelek. Jelita menatap Jenggala sebentar lalu akan beranjak namun seketika dia duduk kembali dengan menatap laki-laki itu. "Kenapa?" Jelita menarik lengan Jenggala. "Ini darah apa?" Jenggala langsung menarik tangannya tapi Jelita menggenggamnya kuat. "Bukan apa-apa." "Lo luka?" "Nggak." Jelita menaikan lengan jaket Jenggala, matanya membulat melihat darah mengalir dari kulit laki-laki itu. Jelita memukul kepala Jenggala dengan tangannya begitu kencang sampai laki-laki itu berteriak kesakitan. "Bisa-bisanya bilang nggak apa-apa, brengsek." "Terus gua harus bilang apa?" Jenggala menatap Jelita dengan pandangan yang slalu membuat gadis itu ingin menusuk mata laki-laki menyebalkan itu. Jelita bangkit, berjalan ke arah meja riasnya, menarik laci dengan membawa tentengan P3K. Duduk kembali di hadapan Jenggala, dengan menuangkan antiseptik. Jelita meringis melihat luka Jenggala, ini bukan seperti luka biasa. "Lo dapet luka darimana ini?" "Nggak tau." Jelita mendongak menatap Jenggala lalu tangannya memukul kepala laki-laki itu sebal. "Kenapa sih Lo suka banget KDRT?" Ujar Jenggala dengan mengusap kepalanya. "Karena Lo pantes dapetin hal itu." "Lagian luka kaya gini nggak berasa." Jawab Jenggala enteng. Jelita memutar bola mata, tangannya langsung meremas mulut laki-laki itu. "Ini dalem lukanya Jenggala. Lo punya perasaan sakit nggak sih?" Seketika suasana langsung hening. Rasa sakit? Bahkan Jenggala tidak tahu rasa sakit itu seperti apa? "Bahkan gua udah lama nggak pernah ngerasain gimana sakit itu." Jelita menghentikan kegiatannya. "Gua udah sering hidup dalam kesakitan jadi udah nggak akan lagi ada rasa yang gua rasain." Buluk kuduk Jelita seketika meremang. Ngeri sekali ucapan Jenggala. Jelita memukul d**a laki-laki itu, "Udah berapa kali gua bilang, kalau ngomong yah di pikir dulu." Jenggala memegang lengan Jelita dengan erat, mata mereka bertatapan. "Sakit ini nggak seberapa Je sama apa yang gua rasain, bahkan ada luka yang lebih parah dari ini." Entah Jelita yang tidak peka apa memang dia sedang dalam masa bego. Dia melepaskan tangannya dari genggaman Jenggala lalu membuka kaos laki-laki itu mencari luka yang lain. Jenggala menghela nafas, dia kembali meraih tangan Jelita. "Luka itu nggak akan pernah bisa Lo liat dan luka itu nggak akan pernah bisa di obati sama benda-benda sialan ini." Jelita menatap mata Jenggala. "L-lo baik-baik aja?" Jelita menatap Jenggala khawatir. Jenggala tersenyum lalu menganggukkan kepala. "Untuk sekarang gua baik-baik." Jelita tidak tahu harus mengatakan apa, dia menunduk kepala. Ingin sekali Jelita menjedotkan kepalanya karena tidak peka akan kondisi Jenggala. Harusnya dia tahu apa yang di katakan laki-laki itu. Kenapa dia harus bertingkah konyol seperti ini? Jelita tidak tahu maksud rasa sakit Jenggala seperti apa, tapi dia yakin ada penyakit yang di deritanya. "Nggak apa-apa Jenggala. Tuhan baik kok, dia pasti ngasih ujian buat kehidupan Lo. Lo harus kuat buat ngadepin nya. Gua nggak tahu Lo punya penyakit apa tapi sabar yah gua yakin pasti ada jalannya." Jenggala yang mendengar itu terdiam. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Tidak apa-apa! Dia tidak tahu apa-apa. Tidak apa-apa, mungkin memang dia menganggap semuanya baik-baik saja. Tidak apa-apa, Jenggala masih kuat untuk menanggungnya. Tidak apa-apa, ada saatnya dia tahu. Tidak apa-apa, anggap saja barusan hanya lelucon.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN