Pagi itu di sebuah meja makan sedang terjadi keributan di antara ibu dan anak. “Ohh! Jadi kamu menganggap mama ini menghancurkan keluarga karena ke-egoisan mama, gitu?!” Sebuah gelas kosong terlempar dan mengenai kepala sang putera, hingga mengalirkan darah segar melalui dahinya. Tapi tak seorangpun berani untuk menolong apalagi berkomentar. Begitulah kebiasaan di keluarga Wilona. Ketika dirinya sedang murka, maka tak satupun dari mereka berani menjawab. Karena jika menjawab maka mereka akan mendapat hukuman dan petaka setelahnya. Sikapnya yang kejam dan tak menerima masukan dari orang lain dan selalu merasa benar, membuat sang suami-pun mulai enggan padanya. Terlebih ketika sang suami mengetahui sebuah rahasia besar yang selama ini mencoba di tutupin Wilona dengan sejuta cara liciknya.

