“Anya, kamu terlalu cepat berjalannya!” Seru Kamarudin, mencoba memperingati Anya akan bahaya dari tindakannya saat ini. Ia takut istrinya yang bulat seperti bola itu menggelinding karena cara jalannya. “Sudah! Berhenti! Kamu mau kemana sebenarnya, Anya?!” Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Kamarudin tidak memasuki kelasnya tanpa sebuah pemberitahuan. Tidak perlu dijelaskan, beberapa anak yang tadi menyaksikan keributan pasti memaklumi ketidak hadirannya saat ini. Anya dan emosinya jauh lebih penting untuk ditenangkan. Lihat saja sekarang. Anya bahkan tidak menyadari kemana kakinya melangkah. Dia terus berjalan dan berakhir di arena panjat tebing. “Stop, ya! Di depan itu tembok. Kamu nggak mungkin mau manjat kan?” “Ambilin tali pengaman!” “Ngaco kamu!” Kamarudin memutar bola matany