Vivi Ardiani merasakan perasaan tidak enak sedari tadi pulang dari kantor kekasihnya—Satya. Gadis itu merasa selalu diawasi terus-menerus oleh lelaki berjas hitam. Tentu saja orang tak dikenalnya. Penguntit! Atau mata-mata yang dikirim oleh keluarga kekasihnya yang kaya raya itu. Entahlah.. Hingga berada di dalam kamar apartemennya pun, Vivi masih merasa was-was dan tak kunjung memejamkan matanya. Ia putuskan untuk bermain ponsel sejenak. Siapa tahu dengan bermain ponsel ia dapat tertidur tanpa memikirkan kecemasannya karena penguntit itu. Beberapa saat kemudian, disaat mata gadis itu mulai lelah dan hendak terpejam. Tiba-tiba suara pintu kamarnya terbuka dengan kasar terdengar. Hingga ia pun menegakkan posisinya kembali. "S-siapa kamu!?" Dengan kegugupan setengah mati dan rasa takut y

