CHAPTER-5. OFF MY FACE.

2477 Kata
CHAPTER-5. OFF MY FACE. BRADY melihat setitik air mata jatuh di pipi Midnight tepat seperti dugaannya. Rasa bersalah yang sangat besar memenuhi dadanya. Ia ingin menghapus air mata itu, mengucapkan kata-kata yang pantas untuk menghibur seorang gadis tetapi nyatanya Brady tidak memiliki keberanian sebesar itu. Semua ini telah ia pikirkan matang-matang. Apa pun yang terjadi nanti, Midnight harus mengiukuti permainan yang telah dia ciptakan sendiri. Jika bukan karena Elliot, Brady akan dengan senang hati melepas gadis itu. Kehadiran Elliot mengubah sikapnya terhadap  Midnight. Ia ingin melindungi gadis itu sama seperti saat Drake melindunginya. Bulir-bulir air mata mulai berjatuhan dari kelopak Midnight. Gadis itu membawa salah satu tanganya untuk menyeka air mata di pipi, terisak perlahan seolah dunia akan menertawakan tangisnya. Brady mengamati Midnight dengan seksama, luka yang baru saja ia ciptakan seolah menghancurkan gadis itu baik luar maupun dalam. Pertama ia telah dengan sengaja membunuh Drake. Kedua Brady lagi-lagi dengan sengaja menyakiti Midnight. Begitulah kira-kira yang terlintas di benak Midnight untuk Brady. Enggan membiarkan rasa bersalah menyerangnya semakin dalam, Brady memutuskan untuk mengulurkan tangan dan menyeka air mata di pipi Midnight. “Kau pasti kecewa padaku. Aku minta maaf.” Di luar dugaannya, kali ini gadis itu tidak menepis tangan Brady. Ia mendongak dan menatap Brady penuh perasaan. Yang justu membuat Brady semakin merasa bersalah. “Semua ini salahku.” Kedua mata Brady membulat sempurna. Siapa sangka sikap Midnight akan berubah secepat itu padanya? ­Tidak! Tunggu! Mungkin saja semua ini hanyalah jebakan. Brady mengerutkan kening dan berkata, “Kau? Tidak mungkin.” Katanya ringan. “Akulah yang bersalah karena sengaja menabrakmu. Jangan khawatir, aku akan menanggung semua biaya rumah sakit dan pendidikan Dalton hingga dia lulus.” Midnight menghela napas kasar. “Aku tahu kau punya banyak uang. Aku juga tahu kau bisa melakukannya.” “Terima kasih.” Brady mengedikkan bahu dengan acuh. Ia mengambil tissue dari nakas dan memberikannya pada Midnight. “Aku tidak suka melihat seorang gadis menangis.” “Oh, sungguh kata-kata yang sangat manis.” Sindir Midnight ketus. “Apa?” Brady tampak kebingungan menghadapi Midnight yang sekarang. “Apa maksudmu?” “Berapa banyak hati yang sudah kaupatahkan dan berapa banyak gadis yang sudah kau buat menangis? Bisa-bisanya kau mengatakan ‘Aku tidak suka melihat seorang gadis menangis.’ Candaan macam apa ini?” gadis itu membuang tissue bekas ke lantai. Ia mengambil dua helai lagi untuk membersihkan sisa ingus di hidungnya lalu membuang benda menjijikkan itu ke lantai lagi. Brady melihat hal itu sebagai sebuah penghinaan. Ia tidak bisa menerima segala bentuk-  “Kalau kau tidak suka melihat benda itu mengotori lantai, sebaiknya kau mengambilnya dan memindahkan ke tempat sampah. Sederhana.” Tantang Midnight. Mengambil tissue bekas? Yang benar saja? Benak Brady mulai berperang. “Waktumu tidak banyak, Brady.” Peringat Midnight. Akhirnya, tanpa berpikir dua kali ia meninggalkan ranjang Midnight dan berjalan menuju pintu. Brady memanggil salah satu bodyguardnya dan meminta pria itu masuk hanya untuk mengambil tissue bekas milik Midnight. Setelah pengawalnya membawa benda itu keluar, ia menutup pintu dengan kasar dan kembali ke hadapan Midnight. “Puas?” Midnight mengedipkan sebelah mata. “Kau sendiri yang bilang kalau kau akan merawatku.” Brady mendengus. “Bukan begitu caranya. Itu tadi menjijikkan, Mid. Sebagai gadis baik-baik, kau tidak boleh melakukannya.” “Huh!” Midnight terlihat kesal. “Itu hanya tissue, Brady.” “Hanya tissue katamu?” Brady dipenuhi dengan perasaaan kesal yang tidak mampu ia tutupi. Bagaimana bisa Midnight menganggap itu hanya itu? Ada banyak bakteri dan kuman atau bahkan virus di dalamnya. “Kau tidak tahu betapa menjijikkannya benda itu.” Midnight terkekeh kecil, benar-benar puas karena berhasil menggoda Brady. “Kemarilah.” Pinta gadis itu. “Aku ingin berbicara serius denganmu.” Mau tidak mau, akhirnya Brady mendekat. Midnight memintanya untuk duduk di ranjang dan Brady dengan setengah hati melakukannya. Insiden tissue kotor dan menjijikkan memadamkan minatnya untuk mendekati Midnight. Sungguh sial! “Ada apa?” “Kau berjanji akan bertanggung jawab atas apa yang kaulakukan padaku, bukan?” “Ya.” Brady menmjawab jengah. “Kau juga berjanji akan merawatku.” “Ya.” katanya lagi. “Untuk merawat seorang wanita, kau harus tahu satu hal.” Midnight melirik ke kanan dan ke kiri hanya untuk memastikan tidak ada yang mendengar apa yang akan ia ucapkan. “Aku ingin berbisik padamu. Mendekatlah, Brady. Kemarikan telingamu!” Kali ini Midnight benar-benar membuat Brady kesal sekaligus muak. Ia tahu gadis itu tidak bisa bergerak bebas karena cervical collar dan gips di kakinya. Brady mengingatkan pada dirinya sendiri kalau semua itu sepenuhnya salahnya. Ia mendekatkan telinga di wajah Midnight agar gadis itu bisa mengatakan rahasia kecil perempuan. “Tidak ada yang mendengarmu. Kenapa kau harus berbisik?” “Sssttt… sudah kubilang ini rahasia.” Midnight berkata dengan nada serius. “Seperti yang kukatakan tadi, itu hanya tissue kotor. Kami, perempuan selalu mengalami siklus bulanan. Kau tahu apa yang terjadi? Ada banyak darah keluar dari,” Midnight menjeda ucapannya. “jika aku mengalami siklus bulanan seperti itu saat aku sedang sakit, aku tidak mau ada orang lain yang merawatku. Kau tahu apa artinya itu, Brady.” Brady memang pernah mendengar hal itu, tapi apakah dia sanggup merawat Midnight jika memang nantinya… “Mid, kau tidak serius, bukan?” “Aku serius.” Ucap Midnight tegas. “Anggap saja itu bentuk dari tanggung jawabmu, Brady. Kau tidak akan bisa lari. Satu lagi, kau harus bisa meyakinkan orangtuaku kalau aku aman bersamamu.” “Tenang.” Brady menoleh agar bisa menatap mata Midnight, tetapi yang terjadi justru sesuatu yang sama sekali tidak diinginkannya. Bibirnya dan bibir Midnight bertabrakan. Tatapan mata mereka terkunci satu sama lain seolah dunia di sekitar mereka ikut berhenti bergerak. Brady menahan dorongan keras untuk tidak mengulum sepasang daging kenyal berwarna merah muda alami itu. Selama beberapa saat yang cukup menegangkan keduanya hanya bisa diam dan ketika Brady bergerak, Midnight ikut menggerakkan kepala dengan gugup. Terjadilah tabrakan kedua. Kali ini Brady tidak bisa menahan diri. Ia mengecup bibir Midnight singkat. Cumbuannya dengan seorang gadis beberapa malam lalu telah dikacaukan oleh Midnight. Tidak ada salahnya sekarang dia meminta imbalan gadis itu. Rupanya, Tuhan menghukum Brady karena telah lancang mencium gadis yang seharusnya ia jaga. Bibir Midnight terasa sangat nikmat di dalam mulutnya. Ia ingin sekali lagi mengecupnya. Midnight terasa seperti dosa dan Brady adalah manusia suci yang terbujuk oleh rayuan iblis. “Jangan, Brady!” gumamnya lebih kepada diri sendiri. Mendengar hal itu, Midnight berpaling darinya. Brady bersyukur untuk yang hal itu. Ia harus menjauhkan dirinya dari bibir sialan itu sebelum kehilangan kendali. Brady hanya ingin menjaga dan merawat Midnight. Semua yang dia katakan tentang permainan ranjang adalah sebuah kebohongan semata. Ia tidak mau terjerumus ke dalam dosa dan dihukum oleh Tuhan lagi. Midnight bukan gadis yang bisa dia mainkan seperti wanita lain. Dia… istimewa. “Maafkan aku.” Brady bangkit sembari menyisir rambut dengan jemari. Ia berjalan keluar dari ruang perawatan Midnight untuk menenangkan diri. Sesampainya di luar, ia menyesali tindakannya tetapi mustahil jika ia kembali masuk. Maka, yang dilakukan Brady selanjutnya adalah menyandarkan punggung di tembok, mengingat berapa banyak wanita yang sudah pernah tidur dengannya agar ia  bisa melupkan betapa manis bibir Midnight. Bodohnya kau, Brady. ** Itu adalah ciuman pertama Midnight yang tidak sengaja dicuri oleh Brady. Pria b******k yang telah sengaja mematahkan kaki dan membuat lehernya cidera parah, tetapi pria itu memiliki senyum penuh dosa dan bibir sepanas api neraka. Bagaimana bisa Midnight menganggap itu hanyalah angin lalu? Bagaimana bisa Midnight melupakannya begitu saja? Bahkan saat pria itu meninggalkannya tanpa berpamitan, Midnight terus memaksa jantungnya untuk berhenti berdebar untuk Brady. Rasanya tidak pantas gadis baik-baik seperti dirinya memikirkan pria b******k seperti Brady. Sekali lagi, Mid. Itu sama sekali tidak pantas. Dengan perasaan kalut, Midnight memejamkan mata lalu membukanya lagi. Ia melakukan hal tersebut selama beberapa kali sampai merasa dirinya jauh lebih baik. Langit di luar ruang perawatannya tampak tengah mengejek dirinya dengan memberi pemandangan seindah itu. Kawanan burung terbang melintasi udara, awan-awan dengan berbagai macam bentuk bergerak ke sana kemari di tengah teriknya sinar mentari. Seharusnya saat ini ia tengah menikmati segelas wine dan bermandikan cahaya matahari hanya dengan menggunakan bikini. Sayang, kakinya patah dan lehernya cidera. Ide itu sungguh tidak masuk akal. Tak berapa lama kemudian, Brady akhirnya kembali dengan membawa beberapa kotak makanan. Midnight memandang pria itu dengan ekspresi tidak suka. Ada banyak hal yang tidak dia sukai dari Brady. Salah satunya adalah karena pria itu mencuri ciuman pertamanya. Sebelumnya Midnight sudah membayangkan tentang seorang pria jantan yang datang menghampiri dirinya dengan menggunakan kuda putih lalu menawarkan tumpangan. Pria itu membawanya ke sebuah dunia yang diisi oleh makhluk-makhluk dari mitologi Yunani dan menurunkannya di bawah sebuah pohon besar. Pria itu menunduk, menciunya dengan sopan- “Kau melamun.” Brady menggerak-gerakkan salah satu tangannya di depan wajah Midnight. “Aku membawa sarapan untuk kita berdua.” Merasa tidak perlu menanggapi Brady, Midnight hanya berdeham singkat. “Hhmmm…” “Kau marah, Mid?” “Hmm…” Brady duduk di ranjang Midnight. “Aku tidak punya kamus bahasa perempuan. Tolong gunakan bahasa sehari-hari saja.” Dengan kesal, Midnight memutar bola matanya. “Kau belum makan?” “Belum.” Brady meraih salah satu tangan Midnight. “Bukan bermaksud kurang ajar padamu, tapi kau harus ikut denganku malam ini. Kita akan pulang ke rumahku.” “Malam ini juga?” tanya Midnight tidak percaya. “Apa dokter sudah mengijinkanku pulang?” Jika yang diucapkan oleh Brady benar, itu berarti ia membutuhkan perawatan khusus hingga cidera di leher dan kakinya sembuh. Lalu kenapa tiba-tiba Brady buru-buru mengajaknya keluar dari rumah sakit? Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan luka-lukanya? Sejauh ini, Midnight nyaris tidak merasakan sakit di leher dan kakinya. Apakah itu sebuah pertanda kalau cideranya cukup parah hingga dia mengalami mati rasa? “Jangan katakan kalau kau berniat mengamputasi kakiku. A-a-ku tidak akan sanggup, Brady.” Katanya terbata. Pria itu menyipitkan mata. “Amputasi?” Midnight menahan sesak yang tiba-tiba menyerang dadanya dan mengangguk lemah. “Katakan seberapa buruk keadaanku. Apa aku akan lumpuh?” Kekehan keras keluar dari tenggorokan Brady. Ia memegangi perutnya lalu terbahak-bahak dengan kepuasan yang tidak bisa ditutup-tutupi. “Ada apa denganmu, Mid? Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?” tanya prian itu di sela tawanya. “Brady, aku serius!” rengek Midnight. Bisa-bisanya Brady menertawakan dirinya di saat seperti ini. “Kenapa kau tertawa?” “Kau lucu.” Brady berusaha keras menetralkan napasnya. “Amputasi? Lumpuh? Kenapa kau bertanya seperti itu?” Dengusan keras keluar dari tenggorokan Midnight. “Cepat katakan padaku kenapa kau ingin membawaku pulang.” “Baiklah.” Brady mengangkat kedua tangan, hal itu membuat kaus yang ia pakai terangkat ke atas dan mata nakal Midnight tidak sengaja melihat abs pria itu. Sial! “Aku tidak mau kita terlalu lama berada di sini, Mid. Itu saja.” “Tapi bukankah aku membutuhkan perawatan intensif?” tanyanya polos. Braady tersenyum dan mengangguk. “Tentu. Aku sudah menyiapkan kamar khusus untukmu. Kau akan jauh nyaman di rumahku. Aku juga punya banyak dokter yang akan setiap memantau keadaanmu selama 24 jam. Jangan khawatir.” “Kau takut ada yang melihat kita di sini?” tanya Midnight lagi. Karena sejak awal Brady tidak ingin repot-repot berbohong padanya, pria itu berkata. “Ya. Maka dari itu aku akan membawamu pulang di malam hari agar tidak banyak yang melihat kita. Ngomong-ngomong kita harus makan, Mid.” Pria itu lalu bangkit dan mengambil makanan untuk mereka berdua. “Aku membawa bubur. Semoga kau suka.” “Bubur adalah ide terburuk untuk sarapan, kurasa.” Ia menatap kotak makan di tangan Brady dengan ekspresi ngeri. “Aku tidak tertarik.” “Rasanya tidak seburuk yang kaupikirkan.” Brady mengambil sesendok bubur dan menyuapkan pada Midnight. “Aku menyuruh orang rumah membuatnya untukmu.” Awalnya, Midnight mengira makanan yang dibawa Brady adalah makanan terburuk yang pernah ia lihat dan rasanya pasti juga seburuk penampilannya. Namun, setelah satu suapan, ia meyakinkan dirinya sendiri kalau bubur itu unik. Matanya berbinar cerah dan rona hangat menjalari pipi dan lehernya. “Luar biasa.” gumam Midnight. “Seperti syurga?” “Apakah kita bisa menyebut makanan sebagai salah satu syurga?” “Ibuku selalu mengatakan makanan yang lezat adalah syurga dunia.” Ucap Brady dengan penuh kebanggaan terhadap ibunya. “Ibumu pasti orang yang menyenangkan.” “Dia wanita terhebat yang kukenal.” Brady kembali menyendok bubur dan menyuapkan pada Midnight. Keduanya terus berbincang hingga sarapan mereka tandas. Midnight melihat sosok Brady sebagai seorang pria dengan kelembutan hati bak malaikat. Bukan pria angkuh yang sengaja menabrak kakaknya atau membuatnya cidera seperti sekarang. Seandainya Drake masih hidup, apa yang akan pria itu lakukan? Apakah dia akan senang melihat dirinya berhubungan baik dengan musuhnya? “Seberapa dekat kau dengan Drake?” Brady bertanya setelah pria itu selesai mencuci tangan. Brady kembali duduk di sisi ranjang Midnight. “Apa yang sering kalian lakukan bersama?” Mendengar nama kakaknya disebut, Midnight tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Ia memandang ke depan, membayangkan sang kakak ada di sana. “Dia akan bernyanyi untukku saat aku sedang sakit dan sedih.” “Apa kalian punya lagu special?” “Off My Face.” Ujar Midnight terus terang. “Dia akan memelukku dan menepuk kepalaku seperti saat kami masih kecil.” “Aku akan bernyanyi untukmu.” Brady menawarkan. Dia lalu memindahkan dirinya di sisi Midnight. Brady menyandarkan punggung di kepala ranjang, memeluk Midnight dari samping dan mulai bernyanyi. “Brady, itu sama sekali tidak perlu-“ “Ssstttt…” Brady membungkam mulut Midnight dengan telunjuk. “Aku pernah menyanyikannya saat bersama sahabatku. Semoga gendang telingamu tidak rusak setelah mendengarku bernyanyi.” One touch and you got me stoned Higher than I've ever known You call the shots and I follow Sunrise, but the night still young No words, but we speak in tongues If you let me, I might say too much Your touch blurred my vision It's your world and I'm just in it Even sober I'm not thinkin' straight 'Cause I'm off my face, in love with you I'm out my head, so into you And I don't know how you do it But I'm forever ruined by you, ooh-ooh-ooh Can't sleep 'cause I'm way too buzzed Too late, now you're in my blood I don't hate the way you keep me up Your touch blurred my vision It's your world and I'm just in it Even sober I'm not thinkin' straight 'Cause I'm off my face, in love with you I'm out my head, so into you And I don't know how you do it But I'm forever ruined by you, ooh-ooh-ooh Ooh, ooh-ooh, ooh-ooh-ooh-ooh Ooh-ooh-ooh Ooh, ooh-ooh, ooh-ooh-ooh-ooh Ooh-ooh-ooh 'Cause I'm off my face, in love with you I'm out my head, so into you And I don't know how you do it But I'm forever ruined by you, ooh-ooh-ooh By you, ooh-ooh-ooh   Off My Face- Justin Bieber.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN