DEAR MY BELOVED READERS
TETAP JAGA KESEHATAN, YA.
MAKAN MAKANAN BERGIZI, MINUM VITAMIN, BANYAK MINUM ARI PUTIH, OLAHRAGA DAN CUKUP ISTIRAHAT.
SEMOGA KITA SEMUA SELALU DALAM KEADAAN SEHAT DAN SEMOGA PANDEMI INI SEGERA BERLALU.
I LOVE U WITH ALL MY HEART.
CHAPTER-12. FREE PRACTICE.
BRADY mengecup bibir Midnight sekali lagi sebelum mereka turun dari mobil. Pria itu menyatukan kening mereka, ujung bibirnya terangkat hingga membentuk sebuah senyum simpul. “Kau siap?”
Mendadak Midnight tampak murung, sorot matanya meredup dan Brady bisa melihat hal itu. “Entah.” Midnight mengulurkan satu tangannya untuk menyentuh rahang Brady. “Aku takut.”
“Apa yang kau takutkan?” tanya Brady hati-hati.
Midnight mengambil napas dalam, “Aku takut terjadi sesuatu padamu,”
“Mid,” Brady menarik gadis itu ke dalam pelukan. “Kau tidak perlu takut. Aku sudah memperhitungkan resikonya. Kau akan melihatku di garis finish.”
“Janji?” gadis itu mendorong d**a Brady lalu mengulurkan jari manisnya.
Melihat hal itu, Brady hanya bisa terkekeh kecil. “Permainan anak-anak.”
“Brady…” Midnight enggan menarik tangannya kembali. “Janji.”
Mau tidak mau Brady mengulurkan kelingking dam menautkan dengan milik Midnight. Ia ingin melihat senyum Midnight sebelum terjun ke lintasan. “Janji.”
Tak lama setelah itu Midnight benar-benar tersenyum. Kini satu-satunya yang di butuhkan Brady setelah oksigen adalah kehadiran Midnight dalam setiap perjalanan hidupnya. Jika sebelumnya Brady tidak ingin terikat dengan hubungan mana pun, sekarang dia rela menjilat ludahnya sendiri hanya untuk bisa bersama Midnight. Ah, rasanya menjijikkan tapi Brady siap untuk itu. Bahkan, jika gadis itu memintanya untuk mengarungi neraka untuk menyelamatkannya, Brady akan selalu siap melakukannya.
Midnight mengecup bibir Brady singkat. “I trust you, Brady.”
“Akan kutunjukkan padamu betapa indahnya tempat ini.” Ujar Brady sembari membuka pintu mobil dan turun dari sana.
Beberapa bodyguard berdiri mengelilingi mobil yang mereka tumpangi. Brady menyuruh salah satu dari mereka untuk membantu menurunkan kursi roda Midnight sementara dia berbicara dengan Lennon. “Setelah pulang dari sini, aku ingin kau mencari dokter untuk Midnight.”
Lennon mengangkat sebelah alis. “Apa kita harus melepas gips itu sekarang?”
Brady mengamati bagaimana dua pengawalnya membantu Midnight turun dari mobil. “Tidak, kita buat dokter itu mengatakan kalau kondisi kaki Midnight sudah jauh lebih baik aagar dia tidak curiga.”
“Apa yang dia katakan setelah cervical collar itu lepas dari lehernya?” tanya Lennon hati-hati.
Sekarang Midnight sepenuhnya duduk di kursi rodanya. Seorang pengawal mendorongnya menuju Brady. “Dia tidak curiga. Justru dia senang karena akhirnya aku menyingkirkan benda itu.”
“Sama sekali tidak curiga?” tanya Lennon tidak percaya.
“Ya.” Brady melihat sekeliling dan menemukan rekan-rekannya melambai padanya. “Tugasmu menjaga agar rahasia ini tidak diketahui oleh Midnight.” Ia balik melambai pada mereka. “Dan menjauhkan Midnight dari Si b******k Elliot.” Brady menggeram ketika melihat Elliot menatap Midnight dengan tatapan memuja.
“Brady…” suara Midnight mengalihkn fokus Brady.
“Hei,” Brady reflek berlutut di depan kaki Midnight saat gadis itu tiba di hadapannya. “Kau pasti suka di sini. Aku akan memperkenalkanmu pada teman-temanku.”
Pipi Midnight merona cantik. “Aku malu.” Gumamnya lirih.
“Kau tidak perlu malu, Mid.” Brady bangkit dan mengambil alih kursi roda Midnight. Ia membawa gadis itu ke paddock area. Sepanjang perjalanan ke sana, Brady tak hentinya menyapa rekan-rekan yang lain. Sesekali wartawan mengambil gambar dirinya dengan Midnight dan Brady sama sekali tidak keberatan akan hal itu. “Katakan padaku jika kau tidak nyaman dengan kehadiran paparazzi itu.”
“Apa yang akan kaulakukan jika aku mengatakan kalau aku memang tidak nyaman dengan mereka?”
Brady menunduk, berbisik di telinga Midnight. “Aku akan melenyapkan mereka.”
“Brady…” Gadis itu mendongak, menatapnya kesal. “Aku serius.”
Ia membalas tatapan kesal Midnight dengan cengiran khasnya. “Aku akan menjauhkan mereka sejaub mungkin darimu.”
“Memangnya kau bisa?”
“Oh, jangan salah. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan oleh Si Tampan Brady.” Katanya sembari membusungkan d**a. Mereka terus berjalan menuju paddock area. “Kau tahu, Mid, sirkuit ini adalah salah satu sirkuit terbaik di dunia.”
“Oh ya?” Midnight menunjukkan minatnya akan hal itu.
“Ya.” Brady menyentuh bahu Midnight dan meremasnya. Ia mulai membayangkan bagaimana jika kedua tangannya menjelajah bahu indah itu? Apakah kulit Midnight sehalus yang dia pikirkan selama ini? Menurut pengamatan Brady, Midnight masih suci. Gadis itu bahkan belum pernah berciuman sejauh ini. Beruntungnya dia telah mencuri ciuman pertama Midnight. Sebenarnya, tidak masalah bagi Brady apakah Midnight pernah tidur dengan pria lain atau belum. Ia sama sekali tidak peduli akan hal itu. Ketertarikannya pada Midnight tidak hanya sebatas ketertarikan fisik semata. Lebih dari itu, ia menyukai gadis itu baik luar maupun dalam.
“Kenapa sirkuit ini dijuki sebagai sirkuit terbaik?”
Sambil terus mendorong kursi roda Midnight, Brady mulai menjelaskan kelebihan sirkuit tersebut menurut versinya. “Namanya Sirkuit Grand Prix Phillip Island, terletak di Pulau Phillip, Victoria, Australia. Tepatnya, di 381 Back Beach Rd. Kau mungkin pernah mendengarnya, Mid.” Brady menunduk, mengecup singkat pipi gadis itu.
Lagi-lagi wajah Midnight memerah karena malu. “Ya.
“Sirkuit Grand Prix Phillip Island ini dimiliki oleh Linfox dan menjadi sirkuit menantang bagi para pembalap. Memiliki tikungan menyeramkan dengan jumlah dua belas tikungan, sebanyak tujuh tikungan ke kiri dan sebanyak lima tikungan yang mengarah ke kanan. Lebar lintasan dalam sirkuit dengan pemandangan memesona ini mencapai tiga belas meter. Meskipun memiliki panjang 4,4 kilometer, panjang lintasan lurus dalam sirkuit ini sebesar sembilan ratus meter. Untuk perlombaan MotoGP ada sebanyak dua puluh tujuh putaran. Hamparan laut dan pemandangan yang menakjubkan di sana yang membuat sirkuit ini menarik banyak minat baik dari kalangan pembalap maupun penonton.” Telunjuk Brady mengarah pada sisi lain dari sirkuit tersebut. Meskipun tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di sana, setidaknya Midnight tahu alasan yang membuat sirkuit ini dijuluki sebagai salah satu sirkuit terbaik.
“Kau benar-benar menyukai balapan?” Midnight mendongak, menatap Brady penuh kekaguman.
“Sebesar aku mencintai diriku sendiri, Mid.” Akhirnya mereka sampai di paddock area. Brady segera disambut oleh rekan-rekannya. Mereka berpelukan selama beberapa saat dan saling melempar tinju khas laki-laki. Tak lama setelah itu, salah satu dari rekan Brady bertanya siapa yang dia bawa. Brady meminta teman-temannya untuk diam. “Mohon perhatiannya,” ucapnya pada semua orang yang berada di paddock area. “Aku ingin memperkenalkan Midnight.”
“Namanya Midnight?” bisik salah satu dari mereka.
“Hai, Mid. Aku Jason.”
“Jason, aku belum selesai.” Brady menyela tidak suka.
Pria itu mengangkat kedua tangan ke udara sambil menyengir kuda.
“Midnight, ini timku. Aku tidak perlu menyebutkan nama mereka satu per satu karena nanti kau akan tahu dengan sendirinya. Teman-teman, Mid adalah adik kandung mendiang Drake. Dia sekarang menjadi bagian dari tim ini.”
“Drake?” suara dari teman-teman Brady mulai menggema di ruangan itu. Ada yang menyambut gembira kehadiran Midnight tapi ada pula yang setengah bersedih karena teringat dengan mendiang Drake. Kedekatan Drake dan Brady sudah dikenal oleh banyak sekali orang, termasuk tim Brady sendiri. Itulah yang membuat mereka sedikit terkejut karena selama ini mereka sama sekali tidak tahu kalau Drake ternyata memiliki adik.
Jason maju beberapa langkah dan berhenti tepat di hadapan Midnight. “Welcome to the team, Mid. Kau benar-benar mirip kakakmu.”
Midnight mengulurkan tangan dan langsung dijabat oleh Jason. “Terima kasih. Senang berkenalan denganmu, Jason.”
Sayangnya, Brady tidak bisa berlama-lama menemani Midnight karena dia harus bersiap. Sesuai jadwal yang telah ditentukan, pagi ini akan diadakan latihan bebas atau sering disebut dengan free practice. Dengan berat hati, Brady meninggalkan Midnight bersama dua maids dan Lennon. Gadis itu melambai padanya, sesuatu yang justru membuat hatinya semakin dililit oleh rasa sakit.
**
Setengah jam kemudian, Midnight yang mulai bosan menunggu mulai bertanya-tanya seperti apa rasanya menjadi Brady. Sejak kedatangan mereka ke sirkuit, ada banyak sekali wartawan yang mengambil gambar Brady. Pria itu sama sekali tidak merasa terganggu oleh kehadiran dirinya. Bahkan Brady dengan senang hati menganggap dirinya adalah bagian dari tim. Kehadiran Midnight yang sama sekali tidak terasa special menimbulkan berbagai macam pertanyaan di benak Midnight. Apakah pria itu terbiasa membawa wanita bersamanya atau…
“Kau tampak tidak nyaman.” Suara Lennon menyadarkan Midnight dari lamunannya. Ia menoleh dan mendapati pria itu tengah menatapnya heran.
Midnight beringsut di kursi rodanya. “Ya.” ia memaksakan senyum. “Ini yang pertama untukku.”
Pria nitu mengangguk singkat. Terkadang Midnight takut jika berdekatan dengan Lennon, meski sepertinya Lennon tidak semenakutkan yang sering ia bayangkan, tetap saja berada di dekat pria asing membuatnya selalu tidak nyaman. Anehnya, rasanya berbeda saat berada di dekat Brady.
Brady, jauh sebelum hari ini Midnight selalu berharap Brady jatuh di lintasan dan seseorang menabraknya lalu yang ia mendengar kabar kematian pria itu. Midnight membenci Brady sejak dia tahu Drake tewas karena dilindas oleh motor pria itu. Karena sepertinya Brady tidak kunjung jatuh dan tewas, malah sebaliknya, pria itu semakin bersinar sejak kematian Drake. Midnight lalu memutuskan untuk memberi pelajaran langsung kepada pria itu. Berbulan-bulan dia berburu, menghabiskan nyaris semua tabungan demi bisa memata-matai Brady.
Setelah berhasil bertemu dengan pria itu, ia justru jatuh hati dengan Brady. Sungguh malang nasibmu, Mid.
Hari ini, melihat pria itu memakai racing suit, topi, kaca mata dan sebotol minuman di tangannya, menyadarkan Midnight akan satu hal. Dia tidak lagi menginginkan kematian Brady. Sebaliknya, Midnight ingin Brady terus hidup agar pria itu selalu menempati podium pertama dalam setiap balapan. Midnight ingin Brady menyelesaikan balapan dengan baik, tidak kekurangan suatu apa pun. Midnight tidak ingin melihat pria itu terluka. Kini, membayangkan Brady jatuh dari motornya dan… Midnight benar-benar tidak sanggup.
Akhirnya sesi latihan bebas dimulai. Midnight melihat Brady dari layar besar yang berada di paddock area. Pria itu duduk tenang di atas motornya. Brady menautkan jemari di atas tangki bahan bakar sembari menunduk dalam. Ia menduga pria itu tengah berdoa. Sisi lain dari dirinya mungkin akan bangga melihat Brady berdoa seperti itu, tapi entah bagaimana ia justru merasa konyol melihat tingkah Brady. Tanpa dia sadari, sebuah senyuman tercetak di wajah Midnight.
Di sisinya Lennon berdeham, pria itu seolah meminta pertahatian dari Midnight dengan begitu kentara.
Mindight menoleh dan mendapati Lennon hendak mengucapkan sesuatu. “Kalau kau tidak nyaman berada di sini, aku akan mengantarmu pulang ke hotel.”
Alarm peringatan di kepala Midnight berdering keras. Lennon bersedia mengantarnya pulang jika dia tidak nyaman berada di sini. Mendadak ketakutan yang cukup besar muncul mengingat betapa dekatnya tempat duduk mereka sekarang. Midnight menelan salivanya kasar. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya, apa yang akan dilakukan Lennon jika tidak ada Brady?
“Tidak , terima kasih, Lennon.” Sahutnya sembari memaksakan senyum. “Aku akan berada di sini sampai Brady selesai.”
Lennon hanya mengangguk-anggukan kepala. “Apa kau tahu kapan Brady selesai?”
Sial! Dia benar-benar tidak tahu kapan Brady selesai. Midnight sama sekali tidak memperhitungkan hal itu. Melihat reaksinya, Lennon mengulas senyum. “Kau yakin tidak ingin pulang sekarang?”
Sekali lagi Midnight menggeleng. Ia mengalihkan perhatiannya dari Lennon, kembali menatap salah satu layar besar di hadapannya. Pandangan Midnight terus terfokus pada Brady yang kini tengah mengemudikan motornya di tengah lintasan balap. Pria itu tampak percaya diri dan selalu berada di urutan nomor satu. Perasaan bangga menyelimuti benak Midnight, meskipun bukan Drake yang berada di sana. Sekarang, Brady sama berharganya dengan mendiang sang kakak.
“FP ini akan berlangsung selama 45 menit.” Lennon berkata meskipun Midnight tidak memintanya untuk menjelaskan. Dengan berat hati, Midnight kembali menoleh pada pria itu.
“45 menit?” ulangnya.
Lennon menjawab, “Ya. Setelah FP1 selesai, akan diadakan FP2 di sore hari nanti. Aku tidak yakin kita bisa kembali ke hotel dengan cepat. Itulah alasan kenapa aku menawarkan padamu-“
“Tidak, tidak.” Midnight memotong ucapan Lennon. “Aku akan berada di sini sampai Brady selesai. Percayalah, aku sama sekali tidak keberatan.” Sampai kapan pun, dia tidak akan pernah mau pulang dengan Lennon.
“Baiklah, terserah kau saja.” Lennon mengambil botol air mineral lalu meneguknya hingga tandas.
“Ayolah, Brady!” sebuah gumaman lirih dari salah satu kru memaksa Midnight kembali memusatkan perhatiannya pada Brady.
Posisi Brady tidak lagi berada di urutan terdepan, melainkan di nomor tiga. Itulah yang membuang para kru mendadak panik. Mereka berbisik-bisik sembari mengamati laju balapan. Kecemasan yang begitu kentara mewarnai wajah para pria itu. Ini pertama kalinya Midnight menyaksikan dan merasakan secara langsung apa yang tengah terjadi di lapangan. Selain mencemaskan posisi Brady, mereka juga mencemaskan keselamatan Brady.
Jantung Midnight ikut berpacu seiring dengan berjalannya race. Ia tidak menyangka jika suatu hari bisa merasakan atmosphere seperti sekarang. Meski bukan Drake yang saat ini berada di lintasan, tetapi tetap saja rasanya mendebarkan. Midnight memeluk dirinya sendiri, ia berharap semoga Brady berhasil merebut posisinya lagi.
Lama berselang, masih tersisa tiga menit sebelum FP berlangsung. Di menit ke empat puluh dua Brady berhasil merebut posisinya semula. Pria itu berada di urutan nomor satu. Semua orang di paddock area menjerit antusias melihat pencapaian itu. Tawa mereka menular padanya dan Midnight merasakan kegembiraan luar biasa. Ia berbahagia atas pria itu, rasanya Midnight tidak sabar menunggu Brady kembali dan memeluknya. Atau mungkin sebuah ciuman singkat akan ia berikan pada Brady untuk mengapresiasi kerja keras pria itu.
Empat puluh lima menit berlalu dan FP akhirnya dinyatakan selesai. Brady keluar sebagai pemenang, Midnight melihat motor pria itu menepi. Seandainya saja dia bisa berjalan, mungkin Midnight akan bangkit dan menghampiri Brady. Dengan dibantu oleh mekanik, Brady akhirnya turun dari motor. Pria itu mendapat ucapan selamat dari rekan-rekannya. Mereka berpelukan singkat ala laki-laki, hal itu menyadarkan Midnight akan posisinya saat ini. Brady memiliki kehidupan yang sempurna. Mana mungkin pria itu ingat ada dirinya di sini?
Di luar dugaan, Brady melepas helm dan berjalan menghampiri Midnight. Senyum penuh dosa menghiasi bibir pria itu. Lagi-lagi, jantung Midnight melompat ke sana kemari seperti seekor lele yang baru saja terjebak di atas tanah. Apa yang akan dia lakukan? Tanya Midnight pada dirinya sendiri.