Ch.02 Trik Yang Sama

2112 Kata
Enam tahun lalu, di semester akhir kuliah, Marina bertemu dengan Antonio untuk pertama kalinya. Saat itu, Antonio baru saja mengalami patah hati. Rodee, kekasihnya yang selama dua tahun menemani, memilih mengejar karier modeling di Prancis dan mengakhiri hubungan mereka begitu saja. Antonio dikenal sebagai pria menawan dari keluarga konglomerat Italia yang memiliki jaringan bisnis besar di New York. Namun, di balik citra itu, ia diberi tantangan untuk membangun sesuatu dari nol tanpa bantuan keluarganya. Jika berhasil, maka dirinya pantas mewarisi kerajaan bisnis sang ayah bukan semata karena keturunan, melainkan karena memang mampu. Marina, mahasiswi cerdas dari keluarga sederhana hadir sebagai sumber kekuatan sang pria. Cinta begitu merajalela mengisi hati satu sama lain. Semua sangat indah dan Antonio telah menjadi lelaki yang diimpikan banyak wanita. Di mana Marina mengira dia adalah wanita paling beruntung di dunia. Ibu Antonio sangat menyukai Marina. Sejak tahun lalu, ia bahkan mulai menyinggung soal pernikahan, berharap putranya segera melamar dan mengakhiri kisah cinta mereka dengan bahagia. Namun, semua itu tidak bertahan lama. Di hari ketika Antonio berencana melamar Marina, mendadak semua berubah. Rodee tiba-tiba kembali dari Prancis. Ia muncul dengan pesona baru, membawa cinta masa lalu yang belum selesai. Sejak saat itu, hati Antonio mulai bimbang, bercabang antara masa lalu dan masa kini. Ia mencintai Marina, tetapi juga tak sanggup melepaskan Rodee sekali lagi. Di hadapan kebingungan Antonio, Marina hanya bisa bertahan dengan diam, mencoba percaya mereka akan kembali seperti sedia kala, walau hatinya terus menerus hancur. Kembalinya Rodee membawa badai. Di mana pun Marina berada, wanita itu selalu hadir untuk membuatnya tampak buruk di mata banyak orang, terutama di mata Antonio. Dengan senyum manis dan kata-kata halus, Rodee menanamkan keraguan demi keraguan di hati pria itu terhadap Marina. Hingga pada akhirnya, cinta yang dahulu hangat berubah menjadi luka yang dingin dan dalam. Marina masih mencintai Antonio, tetapi sejak Rodee kembali, cinta itu tak lagi memberi kehidupan, hanya meninggalkan bekas luka yang terus menganga. *** Dan kini, tak hanya luka di hati, tetapi juga luka di fisik yang ia dapatkan. Ujung bibirnya sedikit lecet dan mengeluarkan titik merah saat ditampar oleh Antonio. Di depan semua orang, pria yang dulu selalu memperlakukannya dengan mesra, penuh kelembutan serta rasa hormat … sungguh telah berubah dan yang ia dapatkan adalah tamparan memalukan. “Aku sudah muak dengan kelakuanmu, Marina! Ini acara kantorku dan kamu selalu saja membuat masalah!” Bentakan dari Antonio meruntuhkan batin Marina hingga ia tak tahu lagi harus berkata apa. Menjelaskan pun serasa percuma karena sepertinya tidak ada yang mau mendengarkan. Apalagi, Rodee semakin rajin bermain sandiwara. Wanita itu memeluk Antonio dari belakang, seakan tengah menenangkan banteng yang mengamuk. “Sudah, sudah, jangan dimarahi terus. Kasihan, biarkan saja. Aku tidak apa-apa. Mungkin tadi Marina hanya ingin bergurau,” bisiknya. Di mana di antara bisik itu, sesekali mata Rodee mengerling pada Marina. Lewat tatap, ia menertawakan, mengejek keberhasilannya membuat rivalnya resmi menjadi bahan tontonan dan dipermalukan di depan orang banyak. Antonio menggeleng, lalu berbalik. Ia peluk Rodee dengan kekhawatiran serta amarah yang masih menggebu. “Tidak ada manusia waras yang bergurau seperti ini! Gaunmu kotor dan tubuhmu sakit karena jatuh didorong!” “Dia harus diberi pelajaran!” hentaknya menunjuk kasar ke arah kekasih yang menatap dengan d**a kembang kempis menahan kehancuran. Rodee menggeleng, “Aku baik-baik saja. Sudah, jangan biarkan pesta ini berhenti hanya karena masalah sepele. Ayo, kita berpesta lagi,” tanggap sang mantan dengan bijak. “Bukankah waktunya potong kue ulang tahun? Semua sudah menunggu, Antonio.” Orang-orang mulai berbisik memuji Rodee. Mata mereka menatap Marina dengan muak dan menghakimi. “Ih, jahat sekali Nona Marina! Kasihan Nona Rodee, gaunnya jadi kotor.” “Ternyata, memang Nona Rodee yang memiliki hati malaikat! Nona Marina keterlaluan!” “Kalau aku jadi Nona Rodee, aku akan balasa dan lempar anggur lebih banyak ke muka Nona Marina.” “Astaga! Ternyata, hanya wajahnya yang polos seperti malaikat! Hatinya sebusuk setan!” Orang-orang terus berbicara sambil berbisik, kasak-kusuk, seolah Marina tidak akan mendengarnya. Di mana ia mendengar semua, tetapi memilih diam. Antonio menghela lirih, lalu mengusap dua lengan Rodee bersamaan. Ia berkata sendu, “Terima kasih, ya, sudah memikirkan pestaku. Kamu memang selalu memiliki hati yang lembut.” “Semuanya! Kembali ke ruang pesta!” seru sang CEO sambil bertepuk tangan. Ia berjalan, membelakangi kekasihnya tanpa mau menoleh sedetik pun. Lalu, semua mulai kembali bergerak menuju ruang makan untuk melanjutkan acara pesta. Saat tidak ada yang memerhatikan, Rodee menoleh ke belakang. Ia memberikan tatapan culas nan licik pada wanita yang ditinggalkan semua orang. Tatapan yang seolah mengatakan, “Rasakan itu! Aku menang!” Marina masih terduduk, terjerembab di atas lantai. Ketika orang-orang mulai pergi, dengan tangan gemetar ia menyentuh ujung bibir. Perih, panas … sama seperti apa yang dirasakan hatinya saat ini. Sedikit demi sedikit tenaga dikumpulkan agar bisa bangkit berdiri. Bulir bening ikut berkumpul sedikit demi sedikit di ujung mata, tetapi ia tahan. Kaki sudah kembali tegak berdiri. Tangan mengibaskan debu lantai dari gaun pestanya. Napas terengah, bibir hampir gemetar, tetapi semua itu masih ia tahan. Suara musik pesta mulai terdengar. Gembira ria, tawa riang, suka cita bergaung dari ruangan sebelah. *** Di sebuah mansion mewah Kota New York, ada seorang pria tengah berbicara melalui telepon genggam. “Jadi, dia masih menolak untuk dijodohkan denganku?” Namanya adalah Draco Ezra Lycenzo. Dia adalah salah satu Putra Mahkota dari kerajaan gelap klan mafia terlama di Amerika, yaitu Klan Lycenzo. 25 tahun lalu, ia hampir tenggelam dan diselamatkan oleh seorang pria bernama Josh Woodhsen -ayah Marina. Karena merasa berhutang nyawa, ayah Draco memberi hadiah kepada Josh untuk meminta apa pun yang pasti akan dia kabulkan. Siapa sangka, permintaan itu adalah agar kedua anak mereka dijodohkan. Josh sudah menderita kanker stadium tiga dan tidak akan hidup lebih lama lagi. Ia hanya ingin memastikan putrinya hidup berkecukupan dan baik-baik saja meski tanpa dirinya. Kini, di usia Draco yang sudah 30 tahun dan Marina 28 tahun, perjodohan itu akan segera diwujudkan. Dan meski Draco -yang sebenarnya sangat malas menerima- sudah bersedia menjalaninya, pihak wanita terlihat masih ragu. “Apa keluarga kalian berpikir aku adalah orang yang suka menunggu dan bisa dipermainkan?” desisnya menyeringai, lalu mengepulkan asap putih ke udara. Di ujung sambungan ada seorang wanita bernama Carol. Dia adalah bibinya Marina. Dengan menghela lirih dan menahan getar suara akibat usia paruh baya, ia menjawab, “Bukan begitu, kami tidak berani mempermainkan Anda.” “Hanya saja, Marina masih membutuhkan waktu untuk berpikir. Dia masih belum mengenal Tuan Draco, jadi mungkin masih takut.” “Tapi, aku sudah memberinya waktu hingga lima hari lagi untuk membuat keputusan. Jika dia sudah membuat keputusan, saya akan mengabari Tuan.” Draco hanya tersenyum dingin. “Katakan padanya, ada banyak wanita bermimpi untuk bisa berada di posisinya saat ini, menjadi istriku.” “Dan aku bukan orang penyabar. Kalau empat hari lagi dia tidak ada kabar, maka aku akan mengabarkan pada orang tuaku kalau pernikahan batal. Dan itu karena keinginan Marina, bukan keinginanku. mengerti?" Carol mengangguk, “Saya mengerti, dan terima kasih karena telah bersedia menunggu lebih lama lagi.” Draco mengakhiri pembicaraan tanpa berkata apa-apa lagi. Ia kembali menghisap rokok dan mengepulkan asap putih ke udara. Seorang anak buah masuk, memberi kabar, “Tuan, kita sudah menangkap ketua gangster yang berani mencuri mobil Nona Leona.” Seringai Draco muncul, bengis dan menakutkan. Pencuri mobil adiknya sudah ditemukan. Maka, ia memberi titah, “Potong kedua tangannya. Lalu, kirim tangan itu dalam posisi masih berdarah segar kepada anggota gangster yang lain.” “Mereka harus tahu, bahwa di kota ini, nama Lycenzo berarti kematian bagi mereka yang melawan!” *** Musik pesta kembali bergema, dentingan piano berpadu dengan suara gelas beradu. Di tengah kemeriahan itu, Marina duduk seorang diri di tepi ruangan, di meja sebelah pagar pendek yang menjadi pemisah antara daratan dengan air River Hudson. Dari balik kaca, ia menatap pantulan cahaya lampu pesta yang menari di permukaan air. Sorot matanya kosong, seolah tak lagi mampu merasakan apa pun selain perih yang mengendap. Bisikan dan tatapan sinis dari para tamu terus menusuknya. Beberapa wanita menutup mulut sambil berbisik, beberapa pria menatapnya penasaran, tetapi tak ada yang berani mendekat. Ia adalah topik malam itu. Ia adalah wanita yang ditampar kekasihnya di depan semua orang. Ia adalah perempuan kejam yang menggila dengan menuang anggur ke sosok tak bersalah. ‘Kalau aku pergi, dia akan semakin merasa menang. Bukankah sebaiknya aku mempertahankan hubungan ini dengan Antonio? Ini adalah ujian yang seharusnya bisa aku lewati ….’ Tiba-tiba, suara langkah berhak tinggi terdengar mendekat. Rodee muncul dengan senyum congkak dan wajah berselimut kelicikan. Ia kini telah berganti gaun berwarna merah muda yang memantulkan cahaya lampu sama angkuh dengan tatapnya. Di tangan, ada sepiring kue dengan hiasan krim lembut berwarna putih. “Oh, Marina ... Marina yang malang,” ucapnya manis, tetapi nadanya mengiris, mengejek. “Kamu tampak sangat ... hmm … sangat menyedihkan malam ini.” Mendadak, ia tergelak. “Rasanya malu sekali setelah mendapat tamparan di depan semua orang, bukan? Kamu pasti ingin menangis! Kenapa tidak melakukannya?” “Ayo, menangislah! Aku ingin melihatmu menangis! Kalau kau menangis di depanku sekarang, memohon agar aku jangan mengganggumu lagi, maka aku akan lakukan!” Tatap Marina datar. Ia tersenyum malas dan memilih tetap diam sambil mengamati lebih lanjut. Berpikir apa yang harus ia katakan. Beberapa detik kemudian, bibirnya hanya berdesis acuh. “Get lost, Rodee! Tinggalkan aku sendiri dan kembalilah ke dalam ruang pesta bersama wajah munafikmu itu." Yang diusir terkekeh kecil, menunduk pura-pura iba. “Aku hanya ingin membawa kue ini untukmu, sekaligus memberi nasihat. Yaitu, jangan membuat dirimu makin terlihat memalukan di depan semua orang.” “Jika kamu masih punya harga diri, pergilah. Tinggalkan Antonio sebelum aku membuatmu malu lebih dari ini.” “Sejak dulu aku dan Antonio memiliki cinta yang tidak akan pernah lekang oleh waktu! Wanita miskin jelek sepertimu hanya untuk kesenanganya sesaat! Pergilah sekarang sebelum aku membuat hidupmu semakin hancur!” kekehnya mengancam dengan bisik menyeramkan. Marina membalas tatapan itu, sinis, dingin, tetap tenang. “Kalau memang Antonio ingin aku pergi, biarkan dia yang mengatakannya sendiri.” Ia tersenyum angkuh, berkata dengan suara rendah, menegaskan dia tidak peduli dengan ancaman barusan. “Tapi, seperti yang kita lihat sampai sekarang … sepertinya dia memang belum bisa menyuruhku pergi. Karena kita sama-sama tahu, sebagian dari hatinya masih mencintaiku.” Wajah Rodee langsung berubah murka. Hidung kembang kempis didorong udara panas dari dalam kepala. “Apa kamu bilang? Antonio masih mencintaimu?” serunya, nadanya meninggi. “Beraninya kamu bicara begitu padaku! Tidak tahu malu! Antonio hanya kasihan dengan wanita miskin sepertimu!” Kali ini, Marina berdiri. Ia mengkikis jarak di antara mereka berdua. Senyum datarnya seakan menantang. “Kamu tidak percaya? Panggil Antonio sekarang. Lalu, katakan padanya untuk mengusirku dari kehidupannya.” “Kalau dia sungguh menyuruhku pergi, maka aku akan pergi selamanya. Kamu menang! Ayo, panggil dia!” Tanpa peringatan, Rodee tiba-tiba menampar Marina keras sekali. Saking kerasnya sampai pipi berkulit putih mulus kembali memerah seperti tadi ditampar oleh Antonio. “You b***h!” desis Rodee, kemudian terkekeh. “Kamu berani menantangku rupanya? ketahuilah, aku tidak akan tinggal diam! Akan kupastikan kamu menderita di tingkat yang paling menyakitkan!” Belum sempat Marina membalas apa pun, terdengar langkah kaki tergesa bersama suara berat lelaki yang mereka berdua tahu itu milik siapa. Dan bersamaan dengan munculnya Antonio di dekat pintu, terdengar suara tamparan sangat kencang sekali lagi. Sama kencang dengan yang sebelumnya. Hanya saja, kali ini Rodee tidak menampar Marina. Ia menampar dirinya sendiri. Bahkan, kuku panjang dan tajam ia buat menggores lehernya sendiri hingga ada luka lecet yang panjang. “Tolong! Siapa saja! Tolong!” jeritnya dengan nada tangis palsu. “Marina menyerangku lagi!” Kemudian, ia jatuhkan kue di tangannya ke arah d**a, lagi-lagi mengotori gaun. Trik yang sama, ditambah sedikit improvisasi tamparan dan cakaran. Antonio sampai di lokasi. Mata dan wajah sontak merah padam. Napasnya mendengkus kasar, gigi gemeretak hebat. “Marina menampar dan mencakarku! Dia juga melempar kue ini kepadaku! Tolong aku!” tangis Rodee memelas, memperlihatkan pipi merah, leher tergores, serta gaun yang kembali kotor. Marina terperanjat. Tidak menyangka Rodee akan melakukan hal sekitor ini lagi. “Tidak! Itu bohong! Aku tidak melakukan apa pun!” “Justru dia yang mengancam akan me—" Sebelum kalimat itu selesai, sebuah tamparan mendarat sekali lagi di wajah kekasihnya, lebih keras dari saat di depan panggung. Teriakan Antonio terdengar murka, “Kenapa kamu terus membuat masalah!” Marina terhuyung. Akan tetapi, belum sempat menstabilkan diri, dorongan kuat dari d**a Antonio membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan. Dalam hitungan detik, Marina jatuh menabrak pagar pembatas restoran terapung yang terbuat dari kayu . Tubuhnya terjun bebas menggempur permukaan air Hudson River dengan suara keras yang memilukan! Detik berikutnya, terdengar teriakan Marina. “T-toloooong!” “Tolong! Tolong! Aku tidak bisa berenang!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN