“Kamu segitu marahnya dengan saya, Ara?” Pak Davka menanyakan itu ketika perjalanan di pesawat sudah hampir setengahnya. Sejak tadi Mas Dipta mengantar kami ke bandara dan dia pulang, aku mulai diam dan tidak mengajak Pak Davka bicara sama sekali. Ini sudah keterlaluan, benar-benar keterlaluan. Kupikir masalah pacar pura-pura hanya sekedarnya saja, tetapi ternyata Om Dilan dan Tante Dean sudah menganggapnya begitu serius. Bagaimana tidak, akhir bulan depan mereka akan datang ke Jogja dan menemui orang tuaku. Itu artinya, kemungkinan besar selama ini mereka sudah sering mendiskusikannya. “Ara, saya—“ “Pak Davka bener-bener keterlaluan tahu, enggak? Bener-bener keterlaluan bangeeet, sampai saya bingung harus bilang gimana lagi.” Aku sengaja memotong kalimatnya karena saat ini aku b