Fadell membuka matanya perlahan. Rasa nyeri akibat pukulan yang dilancarkan seseorang di tengkuknya masih sangat terasa. Ketika kelopaknya terangkat, pening pun masih mendera. Ruangan itu temaram, namun bukan tempat-tempat kotor semisal gudang bekas atau rumah tua seperti yang biasa dilihat di film-film kriminal. Tempatnya disekap ini sepertinya adalah sebuah kamar, meski Fadell tak tau pasti siapa pemiliknya dan dimana bangunan ini berada. Pintu kamar terbuka, seorang pria yang sangat Fadell kenali bergabung dengannya. Ia duduk di kursi yang berjarak tak sampai dua meter di depan Fadell. Menghisap rokoknya setelah meletakkan satu cup kopi panas di atas meja kecil yang ia tarik agar mendekat. Fadell diam saja, enggan berkata-kata. Justru menyalahkan dirinya sendiri karena dengan bodohn