Pesan masuk dari Keenan membuatnya semangat. Senang rasanya ponselnya berbunyi dari seseorang selain bibik dan Fathir.
"Semangat Shanum!" Ia bicara sendiri.
Tak lama ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah berganti pakaian, ia turun ke lantai bawah untuk menyapa umi.
"Selamat pagi Umi.." Shanum menyapanya. "Maaf tadi malam saya datang larut malam dan mengganggu Umi.."
"Tidak apa apa. Kamu punya alasan tersendiri.. Umi mengerti.." Umi dengan bijak mencoba memahami alasan Shanum.
"Mbak Shanum, ini duplikat kunci pagar dan kunci rumah ini. Tolong dijaga.." Umi menyerahkan kunci pada Shanum.
"Terima kasih Umi. Oh, iya untuk jam malam, apa ada batasan?" Shanum bertanya.
"Tidak ada, tapi mungkin tidak terlalu malam. Kamu mungkin tahu sendiri batasannya.." Umi menjawabnya.
"Saya tidak suka pulang malam. Tapi, karena saya sedang mencari kerja. Saya mungkin akan sering pergi sementara waktu ini.." Shanum tersenyum lebar.
"Semoga sukses.. Sekarang temani Umi sarapan ya.." Umi mengajaknya sarapan bareng.
"Oh, Umi, jangan merepotkan.." Shanum sedikit kaget dengan kebaikan Umi.
"Tidak.. Ini tidak merepotkan. Umi senang kalau tiap pagi kamu mau sarapan bersama Umi. Setidaknya ada teman mengobrol.." Umi bercerita.
"Pasti.. Saya juga senang kalau memang bisa menemani Umi.." Shanum mengangguk.
"Sekarang duduk, kita sarapan. Kamu kan mau mencari kerja. Jadi, harus fit dan kuat, jangan sampai pingsan.." Umi menyemangatinya.
"Terima kasih, terima kasih..." Shanum bersyukur di dalam hati bisa menemukan ibu kos sebaik ini.
Mereka pun sarapan sederhana. Ada ayam goreng dan oseng tempe. Makanan khas rumahan yang nikmat.
Shanum dan Umi bicara banyak hal.. Senangnya, Umi seperti ibu..
"Mbak.. Umi masak terlalu banyak. Kamu bawa saja untuk bekal makan siang, apa mau?" Umi menawarkannya.
"Saya mau Umi.. Enak soalnya.." Shanum tidak tega menolak tawaran Umi. Padahal siang ini ada rencana makan siang bersama Keenan.
Tapi, Shanum tetap membawa bekal tersebut. Ia akan memakannya untuk malam nanti.
"Umi terima kasih banyak untuk sarapan dan bekal makan siangnya. Saya ke kamar dulu, mau bersiap siap pergi dan mulai melamar pekerjaan.." Shanum menceritakan rencananya.
"Baik.. Umi doakan agar lancar semuanya.." Umi memeluknya.
"Terima kasih.." Shanum pun beranjak pergi dan mulai bersiap siap. Ia mengenakan setelan resminya dan berdandan. Shanum merasa puas dengan penampilannya sendiri saat bercermin.
Ia mengambil tiga amplop untuk dibawa hari ini. Shanum memutuskan untuk tidak memforsir dirinya dan hanya mendatangi tiga perusahaan dulu di hari pertama ini. Ia mengecek isi tiap amplop tersebut.
Saat melihat ijazahnya, ia sedih sendiri.. Shanum Jingga Maheswari, S.Sn, lulus sebagai sarjana seni rupa. Di akhir namanya ada tambahan gelar S.Sn. Hari wisuda itu jadi hari yang membanggakan! Ayah dan ibu ikut hadir saat ia diwisuda.
Shanum duduk di lantai dan membuka tas yang ia bawa dari rumah. Ada album foto yang masih tersimpan di dalam tas. Shanum mengeluarkan fotonya saat wisuda. Ada fotonya bertiga bersama ayah dan ibu. Shanum memasukkannya ke dalam tas yang akan ia bawa. Ini akan menjadi penyemangatnya!
Tujuan pertamanya adalah salah satu creative agency terkenal di Jakarta yang bernama KATA Sebagai sarjana seni rupa, ia bermaksud melamar sebagai ilustrator. Semoga saja ada lowongan untuknya.
Ia mulai melangkah keluar pagar rumah. Rumah Umi berada di satu komplek kecil dengan jalan yang pas untuk satu mobil. Jadi, Shanum memutuskan untuk berjalan keluar komplek terlebih dulu baru memesan taksi online. Namun, di ujung jalan itu, ia membaca ada satu baligo kecil yang mencantumkan judul :
LOWONGAN KERJA
Dicari guru seni untuk anak TK / PAUD
Lulusan S1 atau sederajat
Hubungi ANDIKA / AMELIA
Nomor 09823232887 / 09827878555
Wah?? Guru seni? Kenapa tidak? Shanum mengambil foto baligo tersebut. Nanti aku akan menghubunginya. Sekarang kirim lamaran dulu ke kantor Creative Agency KATA.
Shanum langsung memesan taksi online. Sebetulnya lebih irit dengan menggunakan motor. Tapi ini adalah agency berkelas, ia tidak mau terlihat kusam saat menemui yang berwenang.
Setelah menempuh sekitar tiga puluh lima menit perjalanan, Shanum tiba di depan gedung berlantai tiga tersebut. Ia pun masuk ke dalam kantor tersebut.
"Selamat siang mbak.." seorang resepsionis dengan ramah menyapanya. "Ada yang bisa kami bantu..?"
Shanum tersenyum, "Selamat siang. Saya bermaksud mau melamar kerja. Apa bisa saya ketemu dengan Bagian HRD?"
"Oh, untuk lowongan kerja sedang tidak ada sebetulnya. Tapi, kalau mau, mbak bisa meninggalkan dokumen untuk lamaran kerja. Nanti saya bantu teruskan ke Bagian HRD..." resepsionis itu menjawabnya.
"Apa tidak bisa saya menemui langsung?" Shanum kembali bertanya.
"Tidak bisa mbak, ini prosedurnya..." resepsionis itu terlihat tidak enak.
"Baiklah. Terima kasih banyak. Ini dokumen saya.. Kontak dan semuanya ada di dalam map tersebut.." Shanum menyerahkan amplop di tangannya.
"Nanti saya sampaikan ke bagian HRD.." resepsionis tersebut menerima amplop yang ia berikan.
Shanum kemudian tersenyum dan berbalik pergi. Ia melihat karyawan dan karyawati yang lalu lalang dengan berbagai ekspresi. Ada yang tersenyum, ada yang sedang marah, ada yang menelepon sambil tertawa.
Dinamika dunia kerja yang tidak pernah ia alami.. Shanum memperhatikan secara sekilas dan melangkah pergi.
Ok, ini tantangan pertama! Kamu jangan menyerah Shanum!
Ia pun memilih ada satu lagi creative agency yang cukup terkenal bernama NOW. Lokasinya sekitar sepuluh kilo meter dari sini.
Let's go! Langsung saja kita ke lokasi Shanum.. Ia bicara pada dirinya sendiri.
Shanum pun mulai memesan taksi online menuju kantor creative agency tersebut. Setibanya di lokasi, dari parkiran ia menatap bangunan dua lantai kantor tersebut. Shanum menunduk dan berdoa. Ia memejamkan matanya dan berharap kali ini setidaknya bisa ketemu dengan bagian HRD.
Semoga saja ia bisa mendapatkan kesempatan untuk bicara langsung. Shanum ingin mengungkapkan harapannya kalau untuk awal, bekerja freelance pun tidak masalah. Ia menunduk dan berdoa.
Setelah menarik nafas panjang, ia mulai melangkah ke dalam gedung kantor tersebut. Di depan pintu masuk, seorang lelaki terlihat bergerak cepat tak melihat dirinya. Tanpa Shanum sempat menghindar, lelaki itu menabraknya hingga terjatuh.
"Ahh.." Shanum berteriak kaget.
Lelaki itu membelalak kaget, "Maafkan saya.." Ia mengulurkan tangannya membantu Shanum berdiri. Shanum pun menerima uluran tangannya.
"Sekali lagi, maafkan. Saya terburu buru barusan.." Lelaki itu menggenggam tangannya erat.
Shanum dengan cepat melepaskannya, "Ti-tidak apa apa.."
Lelaki itu tiba tiba diam menatap Shanum. Ia terpana.
"Mari.." Shanum langsung melangkah hendak masuk ke dalam gedung.
Tapi, lelaki itu memanggilnya, "Mbak... Maaf.. Saya tidak pernah melihatmu di sini. Apa baru?"
Shanum menggeleng, tanpa menjawab apapun. Tangannya hanya memperlihatkan amplop yang ia pegang.
"Ah, baru mau melamar kerja di sini?" Lelaki itu tersenyum.
"Iya.." Shanum mengangguk. "Saya pamit dulu.."
"Tunggu! Kamu tidak apa apa? Sungguh?" Lelaki itu terlihat khawatir.
"Iya tidak apa apa.." Shanum mengangguk sambil kemudian berbalik.
"Sebentar!" Lelaki itu kembali memanggilnya.
"Ya.." Shanum menoleh.
"Apa aku boleh tahu namamu? Kalau kamu diterima kerja di sini, setidaknya aku bisa jadi temanmu yang pertama.." Lelaki itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya, "Aku, Ashraf. Ashraf Shadeeq.."
Shanum balas mengulurkan tangannya, "Shanum."
"Nama kamu cantik. Tidak umum.. Ok. Semoga kamu diterima kerja di sini dan kita bisa berteman.." Ashraf memamerkan senyumnya.
"Iya, semoga.." Shanum berbalik pergi, tanpa menyadari kalau kedua mata Ashraf terus memperhatikannya dengan berbinar binar.
Shanum kembali bertanya pada resepsionis di kantor agency tersebut. Namun, lagi lagi, jawabannya sama. Ia hanya bisa menghela nafas.
Tapi, setidaknya, sudah ada dua lamaran kerja yang ia serahkan. Semoga saja ada kabar baik...
Shanum melangkah menuju parkiran dan duduk di sebuah tembok batu. Ia mengeluarkan tumbler kecil yang ia bawa dan meminum air yang ada di dalamnya.
Jakarta panas sekali... Untung aku membawa air minum...
Saat sedang berdiam diri, ada pesan masuk dari Keenan.
Keenan : Jangan lupakan janji makan siang kita. Ini lokasinya..
Keenan mengirimkan lokasi tempat mereka akan ketemu untuk makan siang.
Shanum tersenyum dan membalasnya : Ok.
Ini sudah pukul dua belas kurang sepuluh.. Ya sudah aku pergi sekarang ke lokasi tempat makan siang. Satu lamaran lagi bisa aku serahkan setelah makan siang.
Shanum mengelap keringatnya. Ia tidak memesan taksi online. Kali ini Shanum memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum dan memilih menggunakan busway.
Di dalam busway, setidaknya ada AC yang mendinginkan tubuhnya. Ia tidak mendapatkan tempat duduk, jadi berdiri sepanjang jalan.
Ah, ingin rasanya mengganti high heels ku.. Kenapa aku lupa membawa sandal..? Shanum merenung.
Sampai akhirnya ia tiba di pemberhentian yang dituju. Shanum memutuskan berjalan kaki ke arah restoran yang dimaksud. Tapi, kakinya lecet.. Ia sudah lama tidak mengenakan high heels dan berjalan sejauh ini..
Hmm.. Perih juga, tapi aku hampir sampai..
Setibanya di restoran, Shanum masuk ke toilet perempuan dan mencuci mukanya. Kemudian mulai mengenakan make up tipis.
Setelah merasa cukup segar, Shanum bertanya ke staf restoran mengenai table reservasi atas nama Keenan. Staf itu pun mengantarkannya ke ruangan khusus.
Shanum tersenyum saat melihat Keenan sudah duduk menunggunya di situ. "Hai.." Ia menyapanya.
"Hai.." Keenan tersenyum. Namun senyumnya tiba tiba hilang, dan wajahnya berubah kaget.
"Jingga, kenapa dengan kakimu?" Keenan langsung berlutut dan melihat ada lecet di tumitnya yang memang melebar. Kulitnya terkelupas.
"I-iya, sepatu ini sudah lama tidak aku kenakan, jadi lecet. Tapi, tidak apa apa.." Shanum kaget sekali melihat Keenan berlutut di hadapannya.
"Ah, tidak bisa dibiarkan. Kamu duduk dulu.." Keenan kemudian menelepon seseorang yang bernama Riko. Tak berapa lama, Shanum merasakan pintu ruangan terbuka, tapi ia hanya menunduk.
Pintu pun kembali tertutup, Keenan mendekatinya dan berlutut. "Lukamu jangan dibiarkan. Aku obati ya.. Barusan aku minta sekretarisku membawakan Betadine dan Band Aid yang ada di mobil."
Dengan perlahan Keenan melepaskan sepatunya. Shanum menggigit bibirnya. Antara perih dan gugup bercampur aduk. Tak hanya itu, ada rasa malu yang ia rasakan. Apa kakinya bau? Ia sudah berjalan jauh dan mungkin saja berkeringat.
Tapi, Keenan terlihat cuek. Shanum tak percaya kalau seorang menteri mengoleskan Betadine dengan tangannya dan kemudian menutupnya dengan Band Aid. "Sudah.." Keenan membereskan peralatan yang ia gunakan.
"Te-terima kasih.." Shanum merasakan kalau wajahnya merah padam. "Kakiku terasa lebih baik.."
"Sama sama.." Keenan tersenyum dengan manis. "Semoga tidak terlalu sakit lagi. Band Aid dan Betadine ini buatmu. Simpan di tas ok?"
Shanum mengangguk dan memasukkannya ke dalam tasnya.
"Kamu jalan jauh?" Keenan bertanya, ekspresinya terlihat khawatir, "Dari mana?"
Saat hendak menjawabnya, pintu ruangan terbuka. Shanum menoleh, dan melihat ada seorang perempuan memasuki ruangan.
Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat. Tubuhnya mematung dan matanya membelalak kaget.. JEMMA!