Claire menyeret kopernya dengan langkah mantap menuju konter check-in di bandara. Udara dingin menyentuh wajahnya, memberikan sedikit kenyamanan di tengah badai emosi yang berkecamuk sejak semalam. Pikirannya masih kalut karena ucapan ayahnya. Namun hari ini setidaknya dia akan kembali ke Italia, sebuah pelarian dari luka yang ingin dia tutup rapat-rapat. Namun, ketika suara dering telepon memecah konsentrasinya, Claire tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ia merogoh tasnya dengan tergesa, lalu menatap layar ponselnya. Nama Clara berkedip-kedip di sana—saudara kembarnya. Claire ragu sejenak sebelum akhirnya menggeser tombol hijau. "Clara?" sapanya dengan nada datar, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. "Claire ..." Suara Clara terdengar serak, berat. "Daddy ... dia