Viola sebenarnya berhak memutuskan untuk menolak ajakan konyol Reyhan. Namun, wanita itu tidak kalah frustrasi dari Reyhan. Ya, bagaimana mungkin dirinya akan baik-baik saja saat fakta mengerikan berada di depan matanya.
Demi mengadakan resepsi yang cukup mewah, bagi kalangan menengah ke bawah seperti Viola tidaklah mudah. Ia bahkan sampai rela mengambil pinjaman dengan bunga yang cukup besar. Ia berani melakukan itu lantaran Bram menyanggupi saat mereka sudah resmi menikah kelak, akan membayarnya bersama-sama. Bodohnya Viola yang percaya begitu saja, terlebih pinjaman itu ia ambil atas nama dirinya dengan menggadaikan sertifikat rumah secara diam-diam.
Viola akui dirinya salah. Bisa-bisanya sebodoh itu.
Uangnya? Viola hanya sempat memegangnya sebentar karena setelahnya langsung berpindah tangan pada Bram dan WO fiktif sialan itu.
Viola tidak menyangka dirinya bisa sekonyol ini memercayakan segalanya pada Bram hanya karena cinta. Ya Tuhan.
Sekarang, jangankan mempertimbangkan baik dan buruknya serta risiko jika menerima ajakan Reyhan, untuk berpikir saja rasanya berat. Masa bodoh dengan akibatnya, Viola merasa dirinya lebih baik menerima ajakan pernikahan Reyhan.
Apalagi pria itu berjanji akan menjamin untuk membayar utang Viola sehingga sertifikat rumah orangtuanya bisa diambil kembali. Selain itu, Viola juga akan terhindar dari rasa malu.
Gagal menikah dan ditipu oleh WO, sudah pasti Viola akan disalahkan semua orang dengan disebut bodoh. Padahal sebenarnya Viola adalah korban.
Terlepas dari Reyhan merupakan orang asing, Viola merasa jika menikah dengan pria itu setidaknya beban mentalnya akan sedikit berkurang. Tentang risikonya, Viola akan memikirkannya nanti karena yang terpenting ia lolos dari satu masalah dulu. Lagi pula ini pernikahan palsu untuk menyelamatkan mereka berdua dari rasa malu. Dalam kata lain, Viola tidak benar-benar menikah dengan Reyhan.
Sekarang Viola hanya bisa berharap kalau Reyhan adalah pria baik. Itu saja sudah lebih dari cukup. Tentang Bram, Viola berjanji akan mencari tahu setelah semua teratasi.
Viola mungkin bodoh, Bram pun pasti berpikir demikian. Namun, orang bodoh ini tidak akan tinggal diam saat dibodohi secara terang-terangan begini. Apalagi perasaannya sudah dipermainkan.
Viola tidak akan tinggal diam.
Saat ini Viola sedang merapikan riasannya, tentunya dibantu oleh make-up artist yang tadi pagi merias wajah sekaligus menata rambutnya. Tiba-tiba, Lenna, sahabat sekaligus saudara tiri Viola masuk.
Mama kandung Viola memang sudah pergi sejak Viola masih kecil dan papanya menikah lagi tidak lama setelahnya. Sang papa menikahi wanita yang kini menjadi ibu tiri Viola. Saat itu, ibu tirinya membawa Lenna yang ternyata seumuran dengan Viola. Jadi, boleh dibilang Viola dan Lenna yang lahir di tahun yang sama sudah akrab sejak kecil. Keduanya bahkan memutuskan tidak mau memilih siapa yang menjadi kakak atau adik di antara mereka meski secara tanggal, Lenna lahir lebih dulu. Hanya terpaut beberapa bulan saja dengan Viola. Itu sebabnya mereka hanya memanggil nama satu sama lain, bukan kakak.
Hubungan Viola dengan ibu dan saudara-saudara tirinya memang baik. Tidak seperti kisah-kisah yang diceritakan di kebanyakan film atau beberapa novel bahwa ibu tiri dan saudara tiri itu kejam.
"Apa yang kamu lakukan, Vi? Kenapa bukan Bram yang menikah sama kamu? Cepat jelaskan situasi macam apa ini?" tanya Lenna yang baru saja masuk.
"Ceritanya panjang, Len," jawab Viola. "Aku sendiri masih bingung sama semua ini, jadi tolong bahas ini nanti aja, ya. Setelah semuanya beres."
"Ya ampun Viola, kamu hampir bikin papa jantungan tahu." Wajah Lenna antara kesal, gemas sekaligus penasaran.
"Papa akan beneran jantungan kalau aku nggak menikah sama Reyhan."
"Maksud kamu apa? Astaga Vio, sadarkah kamu udah menikah dengan pria lain? Sebenarnya di mana Bram dan keluarganya? Bisa-bisanya kamu melakukan ini padahal...."
"Bram dan keluarganya kabur," potong Viola. "Aku bahkan mulai ragu tentang keluarga yang dia kenalkan dulu. Mungkinkah keluarga palsu? Maksudnya keluarga bohongan yang sengaja dibayar buat melancarkan penipuannya."
"Apa?! Kabur gimana maksud kamu, Vi?" Lenna menuntut jawaban. Sungguh, ia terkejut sekaligus penasaran.
"Makanya aku bilang ceritanya panjang. Aku emang bodoh, bisa-bisanya percaya sama penipu seperti Bram," jelas Viola. "Intinya dia penipu, Len. Reyhanlah yang secara nggak langsung menyelamatkan aku dari rasa malu dan kekacauan yang hampir terjadi kalau aku nggak menikah sama dia."
"Viola, ini konyol."
"Aku tahu. Ini hampir mustahil dan aku pun masih nggak sepenuhnya percaya dengan kenyataan ini. Tapi, ini terjadi sungguhan, Len."
"Bukan itu masalahnya, Viola. Masalahnya adalah ... kamu mempermainkan sakralnya pernikahan. Apa kalian menikah tanpa adanya keseriusan?"
"Tentu kami serius, Len. Serius ingin menyelamatkan satu sama lain dari rasa malu," jawab Viola. Ia tidak mungkin menceritakan tentang sertifikat rumah yang kemungkinan tidak kembali lalu berakhir rumah disita. Sejak awal ia memang sengaja tidak menceritakan perihal itu pada Lenna.
"Aku baru tahu kamu gila," kata Lenna.
"Sekarang mama sama papa mana?" tanya Viola kemudian.
"Mereka lagi kebingungan banget sambil menerima ucapan selamat dari para tamu. Mereka juga pastinya banyak menerima pertanyaan tentang kekonyolan pernikahan kamu," jawab Lenna. "Aku juga yakin mama sama papa bakal terkejut setengah mati kalau aku cerita yang kamu bilang barusan."
"Aku percaya kamu bisa menenangkan mereka, Len. Aku minta tolong jelasin pelan-pelan ke mama dan papa, ya. Aku melakukan ini buat terhindar dari rasa malu."
"Kamu nggak sadar mereka lebih malu karena hampir semua orang di sini membicarakan kamu yang menikah dengan pria berbeda."
"Aku jamin bakalan lebih malu lagi kalau aku sampai batal nikah. Apalagi pihak WO ternyata nipu aku."
"Astaga. Itu juga?" Lenna tampak terkejut.
"Untuk tentang penipuan ini, nggak usah bilang mereka, ya. Aku nggak mau mama sama papa semakin kepikiran, apalagi sampai terbebani."
"Aku yakin kamu nggak waras, Vio."
"Please, Lenna. Aku di sini korban. Aku cuma berusaha menyelamatkan diri. Bram jelas-jelas kabur, aku nggak mau selamanya sejarah akan mencatat bahwa Viola Alexandra batal nikah karena calon suaminya kabur. Memalukan," jelas Viola. "Asal kamu tahu, awalnya aku juga menolak ajakan Reyhan. Tapi ternyata aku ngerasa lebih baik menikah sama dia buat menghindari masalah yang makin rumit. Kamu tahu sendiri penyakit papa, jangan sampai dia masuk rumah sakit gara-gara Bram dan WO sialan itu."
"Tapi...."
"Aku mohon kamu hargai keputusanku, Len. Kalaupun nantinya aku menyesal dengan pernikahan ini, biarkan itu menjadi risiko yang harus aku tanggung," potong Viola.
"Baiklah kalau gitu. Aku nggak bisa apa-apa lagi. Lagian pernikahan udah dilaksanakan dan kamu udah resmi jadi istri dari pria bernama Reyhan itu," kata Lenna pasrah. "Aku cuma berharap ini beneran pilihan terbaik dan kamu nggak akan menyesal akhirnya."
Viola tersenyum. "Thanks banget ya, Len."
"Tentang mama sama papa, biar aku coba bicarakan baik-baik sama mereka."
"Lagi-lagi aku berutang banyak sama kamu, Len."
***
Jika orang-orang kebanyakan menikah karena saling mencintai, berbeda dengan Viola dan Reyhan yang menikah lantaran saling membutuhkan.
Meskipun menimbulkan kebingungan dan rasa heran semua orang baik keluarga maupun tamu undangan, pernikahan dadakan antara Reyhan dan Viola pun sudah terlaksana tanpa ada masalah, tentunya interaksi mereka sangat canggung. Bagaimana tidak, ini adalah hari pertama mereka bertemu. Siapa yang tidak canggung saat tiba-tiba berstatus sebagai suami-istri?
Saat ini Viola dan Reyhan tampak menyalami para tamu undangan yang memberi mereka selamat. Sumpah demi apa pun, bukan hanya pengantin yang canggung, para tamu pun lebih canggung lagi. Baik tamu Viola maupun tamu Reyhan. Mungkin karena mereka masih belum bisa mencerna situasi aneh dan langka ini.
Hampir semua yang ada di sana juga saling berbisik satu sama lain, dengan satu topik pembicaraan yaitu pernikahan aneh. Jika ini masuk berita, mungkin media akan membuat headline : Sama-sama ditinggal calon pengantin, pasangan ini memilih menikah. Antara lucu dan aneh!
Viola dan Reyhan sudah tahu pasti akan begini. Mereka sudah mempersiapkan diri jika orang-orang akan membicarakan mereka.
"Segini aja udah malu-maluin. Gagal nikah sekaligus ditipu WO lebih memalukan," bisik Reyhan.
"Kayaknya tamu yang hadir di sini bakal selamanya mengingat pernikahan konyol kita."
"Apa aku perlu berpidato untuk menjelaskan situasi yang terjadi antara kita berdua ke semua yang hadir di sini?"
"Buat apa?" tanya Viola. "Itu nggak bikin mereka berhenti membicarakan kita. Justru makin menjadi-jadi," sambungnya.
"Kamu sepertinya nggak nyaman dibicarakan oleh orang-orang."
"Emangnya ada yang nyaman jadi bahan gibah orang-orang? Apalagi mereka kentara banget gibah di depan kita langsung," balas Viola.
"Aku nyaman-nyaman aja," jawab Reyhan santai.
"Sejak awal kamu itu aneh."
"Kalau nggak aneh, nggak akan ngajak nikah wanita yang bahkan baru hari ini aku temui."
Sekarang Viola tersadar, sepertinya Reyhan ingin menikah dengannya bukan hanya karena tidak mau menanggung malu karena gagal menikah. Namun, Viola rasa ada alasan lain.
Melihat wajah bingung sekaligus penasaran yang Viola tampilkan, Reyhan pun berkata, "Aku tahu kamu punya banyak pertanyaan. Itu sebabnya mari kita bahas selesai acara aja. Kita memang harus bicara. Lagian banyak yang mesti kita bicarakan."
Ya, sejak tadi Viola memang merasa banyak yang harus ia bicarakan dengan Reyhan, pria asing yang kini resmi menjadi suaminya.