bab 3

1007 Kata
Maira merasakan jantungnya mulai berdegup kencang saat Jonathan mulai menempati ruang kosong di sampingnya. Ranjang berukuran besar yang bisa ditempati oleh dua, bahkan tiga orang dewasa itu pun terasa begitu sempit saat Miara merasakan kakinya bersentuhan dengan kaki Jonathan. Tidak berlangsung lama, karena Jonathan segera menggeser kembali kakinya. Posisi tidur keduanya saling membelakangi, di setiap ujung tempat tidur. Merasa tidak nyaman dengan posisi yang sama selama berjam-jam, Maira pun secara perlahan menggeser posisinya. Sangat pelan, agar Jonathan tidak menyadarinya. Saat Maira berhasil membalikan tubuhnya, kedua mata Maira terbuka lebar karena Jonathan tengah menghadap ke arahnya dengan posisi yang sangat dekat. Entah sejak kapan lelaki itu berbalik, Maira tidak menyadarinya. Maira berharap ia bisa beristirahat dengan nyaman, tapi posisinya kali ini justru membuat Maira semakin tidak nyaman. "May," Gumam Jonathan pelan. Lelaki itu menyebut nama Maya dalam mimpinya. Sebesar apa Jonathan mencintai Maya, sampai-sampai wanita itu tidak hanya ada di dunianya nyatanya saja, tapi ada juga di dunia mimpinya. Berulang kali Jonathan menggumam dan menyebut nama Maya. Maira mendengar dan menyaksikannya sendiri. Maira tersenyum getir. "Iya, aku disini." Balas Maira. Ia mengusap wajah Jonathan dengan lembut. Biarkan saja lelaki itu menganggap dirinya adalah Maya. Biarkan saja dia tenggelam dalam ilusinya sendiri, apalagi saat Jonathan memeluk Maira dengan begitu erat. Sebelum Jonathan, Maira sudah bangun lebih awal. Maira menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. "Wangi sekali, masak apa?" Jonathan muncul dengan pakaian rapi siap ke kantor. "Aku buatkan roti isi." Maira membuka tutup saji, dimana ia sudah membuat dua porsi roti isi. Untuknya dan untuk Jonathan. "Kelihatannya enak," Jonathan duduk dan meraih satu roti isi. "Rasanya enak sekali. Sangat mirip dengan buatan Maya." Ucapnya antusias. "Iya, Kak Maya yang mengajariku." Balas Maira dengan suara pelan. "Benarkah?! Kamu beruntung memiliki Kakak yang begitu perhatian." Jonathan semakin antusias membicarakan kebaikan Maya. Kekasih nya. "Sampai rasanya bisa sangat mirip. Aku suka sekali roti isi buatannya," Jonathan mengambil satu potong roti isi lagi. "Untukku, ya?" Maira menganggukan kepalanya. "Tentu. Semuanya untukmu." "Karena semuanya memang untukmu." Gumam Maira pelan, bahkan suaranya bisa dipastikan tidak akan terdengar oleh Jonathan. Jonathan menghabiskan sarapan dalam waktu sekejap, setelah itu ia pamit pergi ke kantor. Maira mengantarnya sampai ke depan pintu gerbang. Layaknya pasangan suami istri, Maira menunggu hingga mobil Jonathan pergi dan menghilang di balik pertigaan jalan. "Penghuni baru ya?" Terdengar suara seseorang yang membuat Maira menoleh. Awalnya ia tidak menyangka bahwa wanita yang ada di dekat pagar rumah itu bertanya padanya. Tapi setelah memastikan tidak ada orang lain di sekitar situ, akhirnya Maira sadar bahwa wanita itu mengajaknya bicara. "Ah,, iya. Saya baru pindah." Jawab Maira. "Senangnya punya tetangga. Kenalkan, aku Desi." Wanita itu mengulurkan tangannya. Maira pun dengan senang hati menerima uluran tangan Desi. "Maira." Balas Maira. "Senang bertemu denganmu Maira. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Rumahku di sebelah sana." Desi menunjuk ke arah rumahnya, hanya selang dua rumah dari tempat tinggal Maira. "Kapan-kapan main ke rumahku. Kita bisa jadi tetangga yang baik, benar kan?" Maira menganggukan kepalanya. "Tentu." "Kalau begitu, aku pulang dulu. Dah,, Maira." Desi melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Maira. Perkenalan singkat, setidaknya kali ini Maira memiliki tetangga yang sudah dikenalnya. Tidak menutup kemungkinan Maira bisa berteman baik dengan Desi, tetangganya itu. Saat Maira hendak masuk kedalam rumah, ia sempat melirik ke arah rumah Desi, dimana wanita itu pun tengah menoleh ke arahnya. Desi kembali melambaikan tangannya. Sedikit aneh dan mencurigakan, tapi Maira tidak tau apa yang membuatnya merasa seperti itu. Maira masih belum beraktivitas seperti biasa, tidak seperti Jonathan yang memilih langsung bekerja hanya sehari setelah mereka menikah. Lelaki itu tidak mengambil cuti pada umumnya. Mungkin menurut Jonathan tidak ada gunanya menghabiskan waktu bersama Maira. Tidak seperti pasangan pengantin baru lainnya yang memilih cuti atau mengambil jatah libur panjang untuk menghabiskan waktu berbulan madu. Rumah yang ditempati Maira dan Jonathan saat ini tidak terlalu besar. Tapi sangat nyaman dan bersih. Maira yakin Jonathan menyewa seseorang untuk membersihkan rumah tersebut secara berkala. Karena Maya tidak mungkin melakukan hal-hal seperti membersihkan rumah. Wanita itu tidak terbiasa dengan pekerjaan seperti itu. Lantas Jonathan bilang apa tadi? Maya pandai membuat roti isi? Maira hanya bisa tertawa dalam hati saat Jonathan memuji Maya karena pandai membuat roti isi. Maya tidak pernah menyentuh apapun yang berbau dapur. Bahkan untuk sekedar mencuci piring saja bisa dihitung jari. Apalagi membuat roti. Bisa-bisa Tara langsung memarahi siapapun yang membiarkan putri kesayangannya itu masuk ke dapur. Tara tidak akan membiarkan Maya terkena cipratan minyak, karena bagi Tara, Maya adalah hal paling berharga di dunia ini. Berbanding terbalik dengan Maya, Maira justru sangat mandiri. Ia sudah terbiasa dengan sikap pilih kasih Tara. Bagi Maira mendapat tempat tinggal dan pekerjaan yang layak pun sudah lebih dari cukup. Ia tidak pernah menginginkan lebih. "Suamiku." Maira menatap sebuah foto yang terdapat di dekat meja piano. Foto Jonathan. Jika selama ini hanya Maya yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya, maka kali ini Maira pun akan memperjuangkan keinginannya. Dari sekian banyak keinginan itu, hanya satu yang akan diperjuangkannya yaitu Jonathan. Maira akan membuat pernikahan sementaranya itu berkesan. Tidak hanya sekda pernikahan palsu yang sering terjadi pada umumnya. Maira akan tetap memperlakukan Jonathan seperti suami sungguhan. "Belum pulang?" Maira menghubungi Jonathan, setelah pukul enam sore lelaki itu tidak kunjung pulang. "Maaf, aku lupa memberitahumu. Aku ke rumah sakit," balas Jonathan dari seberang sana. "Jam berapa pulang?" "Aku tidak bisa memastikan. Kamu bisa istirahat terlebih dulu, aku punya kunci cadangan." "Aku akan menunggumu pulang." Ucap Maira. "Jangan menungguku. Aku masih ingin bersama Maya." "Baiklah." Setelahnya Maira tidak mendengarkan dengan jelas apa yang diucapkan Jonatha, lalu panggilan terputus. Jonathan ada di rumah sakit, lelaki itu pasti sedang menemani Maya yang masih belum sadarkan diri. Entah seperti sebuah keberuntungan atau justru sebaliknya, tapi untuk pertama kalinya Maira berharap agar Maya tidak segera sadar. Maira ingin bersama Jonathan. Maira menatap hampa hidangan di atas meja makan yang sudah disusun dengan sedemikian rupa agar terlihat cantik. Sayangnya usaha yang dilakukannya belum membuahkan hasil. Sampai larut tengah malam, Jonathan belum juga kembali. Bahkan semua hidangan di atas meja sudah kembali dingin, tapi Jonathan tidak juga menunjukan tanda-tanda pulang. Tapi Maira tetap akan menunggu Jonathan Nya kembali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN