Rich Women 4

1531 Kata
"Oh my good! Gua butuh angin sejuk, Han." Hana menatap Nara dengan kening berkerut. Sedari tadi Nara tidak berhenti mengatakan kata-kata yang sama. Dia hanya terdiam melihat tingkah gadis itu yang seperti setrika berjalan. "I-ini ... ya ampun! Gua nggak lagi mimpi, kan?" Sebenarnya apa yang sudah terjadi pada Nara? "Gua nggak mungkin mimpi karena ini kenyataan." Kening Hana semakin dalam mengerut. Dari awal bertemu sampai mereka sudah selesai jam kuliah Nara slalu mengatakan hal yang sama. Wajahnya yang putih berubah menjadi merah, dia ingin tahu apa yang di sembunyikan gadis ini padanya. Namun sedari tadi ucapannya sama sekali tidak pernah di gubris. Mereka sekarang sedang duduk di bawah pohon rindang yang menyejukkan. Di depan mereka terdapat dua mangkuk bakso dan dua jus yang berbeda rasa. Sembari menunggu Nara bercerita dia menyuap Bakso ke dalam mulutnya mengabaikan ucapan-ucapan yang keluar dari bibir Nara. "Gosh! Gua berharap ini bukan mimpi dan gua berharap kalau pun ini mimpi gua pengan jadi kenyataan." Nara mengigit kukunya dengan gelisah. Dia masih tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi padanya. Masalahnya Naka sudah tiga hari menghilang tanpa kabar. Bahkan dia sudah bertanya pada beberapa temannya namun mereka tidak ada yang tahu. Inilah yang slalu membuatnya tidak suka. Naka slalu menghilang tanpa kabar. Pria itu slalu datang dan pergi sesuka hatinya. Terkadang Nara merasa jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh pria itu dan sialnya semua anak buahnya slalu gagal dalam bertindak. Nara berdecak, kemana dia harus mencari Naka? "Ih gua nggak suka! Gua sebel! Gua bete! Kemana sih dia?" Tuh kan, mood Nara itu bisa berubah kapan saja. 1 detik dia bahagia, 1 detik kemudian dia akan berubah menjadi gadis menyebalkan lagi. "Sebenarnya lo ini kenapa sih, Ra?" "Lo tahu Hana kalau Naka itu lamar gua beberapa hari yang lalu." Uhuk Hana seketika tersedak baksonya. Dia meraih jusnya lalu meminumnya dengan rakus sampai menetes di dagunya. Nara mendesis jijik melihat kelakuan sahabatnya yang slalu bertingkah jorok. "A-apa? Lo barusan bilang apa?" "Lo budek yah? Naka lamar gua." "H-hah? Gimana bisa?" "Yah mana gua tahu tapi gua seneng banget ya Tuhan berasa mimpi gitu." Hana menatap Nara tidak percaya. Naka melamar Nara? Hah, apakah telinganya bermasalah? "Ra jangan ngehalu deh, bukannya Naka nggak suka sama lo yah?" Nara memutar bola matanya. "Kalau lo nggak percaya tanya aja sama Bi Ira." "Bukannya nggak percaya cuman gua masih bingung kenapa bisa?" "Yah mana gua tahu, Han. Gua sih kalau Naka nya lamar siapa yang bakalan nolak, walaupun gua ngerasa ada sesuatu yang janggal sama dia." Hana mendekat lalu merapatkan tubuhnya ke arah Nara. "Lo harus cari tahu dulu Ra tujuan dia itu apa. Gua nggak yakin banget kenapa tiba-tiba si Naka ngelamar lo gitu aja." Hana berbisik pelan. "Lo nggak suka kalau Naka lamar gua?" Tatapan tajam di layangkan Nara pada Hana. Tuk "Kyaaaa, kenapa lo sentil jidat gua sih?" "Makannya jangan suka seuudzon dulu jadi orang." Nara mendengus. Dia kembali mengigit kukunya dengan gelisah. Perkataan Hana barusan ada benarnya juga, dia jadi kepikiran. "Kepikiran juga kan lo." Haba terkekeh melihat wajah Nara yang panik. Hana menikmati rasa bingung yang di rasakan oleh Nara. Dia menyuap kembali baksonya tanpa mau repot-repot membantu gadis itu berpikir. Sebenarnya Hana pun sedang berpikir, apa tujuan Naka melamar Nara? Tidak mungkin pria itu berubah pikiran hanya dalam jangka waktu satu hari. Hana melihat binar bahagia di mata Nara, dia meringis antara percaya dan tidak. Hana berdehem. Dia mencoba menetralkan perasaanya supaya ikut bahagia akan kondisi yang sekarang di rasakan oleh Nara. Nara seorang gadis yang gampang merajuk seperti anak kecil. Maka dari itu dia bersyukur setidaknya walaupun Nara rewel tapi tetep masih waras. "Nara?!" Nara terkejut bukan main saat mendengar suara yang familiar di telinganya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas saat tahu siapa yang memanggil namanya. Nara berteriak dan berlari kecil untuk memeluk tubuh itu. Namun karena saking terburu-burunya, kakinya terbelit membuatnya kehilangan ke seimbangan. Nara terkejut bukan main, jantungnya berdetak kuat saat sebentar lagi dia akan terjatuh. Dia menjerit bersiap untuk merasakan aspal menghantam tubuhnya. Hana yang melihat sikap ceroboh Nara membulatkan matanya. Dia berdiri, akan berlari namun belum sempat kakinya melangkah mendekat, tubuh sahabatnya sudah di dekap oleh seseorang. Hana mendesah lega melihat Nara sudah aman. Centil, udah tahu pake heels masih aja ke gatelan gerutu hatinya. "Nggak usah heboh makanya. Kalau lo jatoh terus muka lo jadi jelek, gua nggak mau yah jadi suami lo." Nara memegang lengan Naka yang berotot. Matanya mengerjap kaget dan seketika bibirnya melengkung ke atas. "Sebel. Bete. Nggak suka. Untung kamu ada, kalau nggak haduh muka aku." Naka memutar bola matanya. Dia membantu gadis itu berdiri, walaupun niat awalnya sangat enggan untuk menolongnya namun tubuhnya berkhianat. Nara mendongak matanya yang berwarna Hazel berbinar bahagia. Naka menatap mata itu yang begitu indah. Matanya memandang ke arah bibir yang masih menampilkan senyumnya. "Kamu kemana aja Naka? Aku nyari kamu nggak ada." Rengek Nara. "Gua kan udah bilang jangan cari gua." "Kapan kamu bilang?" "Waktu itu." "Ih nggak yah, kamu nggak bilang apa-apa sama aku." Naka tidak menjawab. Dia menggeser tubuhnya lalu duduk di bangku yang sebelumnya di tepati oleh Nara. Nara cemberut. Dia menghentakkan kakinya lalu menendang kerikil kecil yang ada di depannya. Bibirnya mencibir, rambut panjangnya tertiup angin. Nara duduk di samping Naka lalu melingkarkan tangannya di lengan itu. Nara menatap Naka dengan dalam, walaupun dia kesal karena tidak ada kabar tapi setelah melihat Naka baik-baik saja membuat hatinya lega. "Kamu udah makan?" Naka mengangguk. "Kamu haus nggak?" Menggeleng. "Kamu rindu nggak?" Menggeleng. "Kamu pasti capek?" Mengangguk. "Kamu mau aku cium nggak?" Menggeleng namun tidak lama mengangguk. "Kyaaaaaa." Tanpa rasa malu sama sekali Nara melompat dan duduk di pangkuan Naka. Tanpa berpikir panjang dia langsung mencium Naka dengan abal-abal. Naka terkejut saat mendapatkan serangan dari Nara. Matanya mengerjap kaget namun tidak lama dia mengangkat tangannya lalu menekan tekuk Nara untuk memperdalam ciuman mereka. Naka tersenyum lirih saat bibir itu bergerak tidak beraturan. Bagaimana bisa dia bersikap murahan sedangkan berpengalaman pun tidak. Tangan Naka yang satu lagi memeluk pinggang ramping itu mengusap punggungnya dengan halus. Mereka bahkan tidak sadar sudah mendapatkan perhatian dari banyak orang. Hana menganga tidak percaya melihat satu pasangan ini yang sedang saling mencecap satu sama lain. Hana tidak habis pikir, bagaimana bisa Nara yang lugu akan kesan dewasa sekarang bertingkah layaknya seorang w************n. Hana menggelengkan kepala, di banding menonton adegan tidak senonoh itu lebih baik pergi saja. Dan Hana pun langsung memilih pergi walaupun bakso itu terasa enak tapi jika pemandangan di depan matanya membuat iri lebih baik menghindar. *** "Nggak mau, jelek." "Nggak suka." "Ih ini kok pendek sebelah." "Nggak muat." "Bete." "Sebel." "Aduh sakit." "Nggak mau, pusing." "Huwaaaaaa jahat." Naka menghembuskan napas mendengar ocehan gadis yang sialnya calon istrinya itu sejak beberapa jam sekali. Naka sudah lelah harus mengikuti aksi belanja yang tiada habisnya. Gadis itu ingin ke toko perhiasan dia antar kan, lalu ada barang yang bagus namun tidak muat dia menggerutu bahkan memaki SPG nya. Naka merasa malu namun mau bagaimana lagi, bukankah Nara bersikap layaknya anak kecil. Apa-apa mengeluh. Sakit sedikit menangis. "Bagus nggak?" Untuk kesekian kalinya Nara bertanya. Naka menganggukkan kepala. Nara memanyunkan bibirnya. "Jelek yah? Kamu dari tadi ngangguk terus, nggak capek apa?" Naka tidak menjawab. Matanya memandang ke arah etalase yang ada di depan matanya. "Mbak coba yang ini." Naka menunjuk sebuah Cincin permata kecil sederhana namun indah di pandang. Pelayan toko itu pun mengambilnya lalu menyerahkan cincinnya. Naka meraih tangan Nara lalu menyematkannya pada jari manisnya. "Saya ambil yang ini." Nara mengerjapkan matanya. "Aku nggak suka ini Naka." Naka tidak menggubris ucapan Nara. Dia meraih dompet gadis itu lalu memberikan black card pada pelayan di sana. Nara berdecak, dia menatap cincin yang ada di jari manisnya. Ini terlihat sungguh sederhana, bahkan bisa di katakan tidak cocok untuknya. Setelah membayar Naka berlalu pergi meninggalkan Nara yang merengek manja. Kakinya di hentak-hentakkan membuat beberapa pengunjung menatapnya heran. "Nakaaaa." Nara merengek. Dia berlari kecil untuk menyamakan langkah kakinya dengan Naka. Naka tanpa di minta meraih pundak mungil itu yang sudah menyusup di ketiaknya. Mencium satu kecupan di bibir gadis itu tanpa perduli orang sekitar. Nara mengerjapkan matanya, tiba-tiba pipinya terasa panas dan peristiwa beberapa jam yang lalu hadir di ingatannya. Nara menutup wajahnya dengan tangan, tubuhnya yang mungil begitu sungguh kentara dengan tinggi Naka. "Mau kemana lagi?" "H-hah?" "Mau kemana lagi?" "Ke pelaminan." Celetuk kan itu membuat Naka menoleh. Dia menaiki salah satu alisnya lalu menganggukkan kepala. Nara yang melihat reaksi Naka mendengus. Dia jengkel akan aksi pria itu padanya. Naka slalu saja menganggap semuanya enteng, terkadang Nara slalu sebal dan tidak suka akan sikap santai pria itu. Nara menundukkan kepalanya, matanya mendelik kesal melihat kembali cincin yang di pakainya. Ini sungguh murahan dan dia tidak suka memakai pakaian murahan. "Nggak usah di lihat terus, itu cincin nggak bakalan kabur." "Ish, Naka. Tahu nggak, ini tuh cincin murahan. Aku paling nggak suka ada benda murahan nempel di badan aku. Dan ini ... ya ampun harga murahan banget." "Emang lo tahu harga tuh cincin berapa?" "Palingan cuman 300 atau nggak paling mentok 500." Naka tersenyum geli mendengarnya. "Bahkan harga itu cincin 3 kali lipat dari harga 500 juta." Naka dengan enteng berkata seperti itu. Nara menghentikan langkahnya. Dia terkejut mendengar ungkapan yang pria itu lontarkan. "A-apa?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN