“Apartemen Mega Mas, Pak.”
Kevia menaiki sebuah taksi untuk menuju ke apartemen kekasihnya. Dia sangat ingin memberikan kejutan pada sang kekasih. Apa lagi saat ini dia baru saja pulang dari luar kota.
Kevia sengaja mengatakan kepada Dito kekasihnya kalau dia tidak bisa pulang hari ini karena tugas dinasnya masih banyak. Kevia ingin memberi kekasihnya itu sebuah kejutan luar biasa. Kue dan sebuah kado jam tangan mewah sudah Kevia siapkan.
Apa lagi terdengar selentingan kabar dari teman-teman di kantornya kalau Dito akan segera melamarnya. Menjadi istri seorang manajer muda tampan itu adalah impian Kevia sejak dua tahun lalu.
“Pak, mampir ke toko kue Prima Rasa dulu ya. Yang di deket apartemen Mega Mas.”
“Baik, Bu.”
Kevia mengambil kue yang dia pesan di dalam toko kue. Dia mengecek kue tersebut dan saat dia sudah yakin kuenya sempurna, Kevia segera membayarnya.
“Anindito Kusuma. Kamu bakal seneng banget pasti. Ini akan jadi ulang tahun kamu yang tidak akan pernah kamu lupakan,” gumam Kevia sambil tersenyum.
Jarak toko kue dan juga apartemen Dito memang tidak jauh. Setelah membayar ongkos taksinya, gadis muda itu segera menuju ke lift yang akan menuju ke unit yang di tempati oleh Dito.
Sesampainya di depan unit apartemen Dito, Kevia merapikan penampilannya terlebih dahulu. Dia ingin tampil sempurna untuk sang kekasih.
Tit tit tit
Kevia menekan tombol pasword di depan pintu unit Dito. Gadis itu memang sudah tahu password apartemen Dito. Dia sudah tidak sabar melihat ekspresi kaget dari Dito.
Jam sekarang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Kevia memang sengaja mengambil penerbangan malam agar dia yakin kalau kekasihnya itu ada di rumah saat dia datang.
Kevia meletakkan kue dan kotak kado yang dia bawa. Dia juga menurunkan tas jinjing yang dibawanya di atas meja sofa di tengah ruangan. Sinar lampu yang temaram menambah semangat Kevia segera masuk ke dalam ruangan pribadi sang kekasih.
“Korek apinya mana ya? Aduh aku tadi kok lupa ya. Aku ke dapur dulu deh kayanya ada kemaren aku simpen.”
Kevia melihat ke arah ventilasi udara di atas kamar Dito. Lampunya sudah berganti temaram, itu berarti Dito sudah tertidur. Dito memang tidak kuat tidur larut malam. Dia kalau terlalu lelah bekerja pasti akan cepat tidur.
Setelah Kevia berhasil menyalakan lilin yang dia letakkan di atas kue tart, Kevia segera melangkah menuju ke arah pintu kamar.
Dia memutar knok pintu itu perlahan agar tidak membangunkan Dito. Setelah pintu terbuka, Kevia segera masuk dan menyalakan lampu kamar.
Ceklek
“Happy birt---.”
Tenggorokan Kevia tida-tiba terasa tercekat. Dia tidak bisa melanjutkan ucapannya. Pemandangan yang ada di depannya membuat dia berdiri mematung.
Bluk
Kue yang ada di tangannya pun segera terjatuh begitu saja di lantai. Tangan Kevia tidak mampu lagi menahan beban di atas tangannya itu.
“Kevia,” panggil Dito dengan ekspresi kaget yang tadi di cari sang gadis.
“Kevia,” ucap seorang gadis yang ada di atas ranjang bersama Dito.
Dito mengkhianati Kevia!
Dito tertangkap basah sedang tidur bersama dengan Amira. Gadis yang selama ini menjadi saingan Kevia di kantor. Dia saat ini sedang ada di bawah selimut yang sama dengan Dito, kekasih Kevia.
Kevia yakin kalau saat ini dua orang itu sedang dalam keadaan tanpa busana. Mata Kevia sempat menangkap ada beberapa pakaian yang berserakan di lantai. Sepertinya mereka baru saja meniup lilin kenikmatan bersama di hari ulang tahun Dito.
Tanpa harus berpikir panjang, Kevia segera berbalik. Dia ingin segera meninggalkan tempat yang membuatnya sangat sedih itu. Tempat yang membuatnya mendapatkan hadiah besar deari sang kekasih.
“Kevia ... tunggu Kevia. Aku bisa jelaskan ini semua. Kevia!”
Dito segera turun dari ranjang dan mencari celana boxernya. Dia ingin mengejar Kevia sebelum gadis itu pergi meninggalkan apartemennya.
“Dito ... jangan pergi Dito,” ucap Amira menahan Dito pergi.
“Apaan sih lu! Kevia ... tunggu Kevia!”
Dito segera memakai boxernya dan pergi mengejar kevia yang sudah siap keluar dari apartemen. Tangan Dito yang panjang itu mampu menahan lengan Kevia dan menarik wanita itu masuk lagi ke dalam .
“Lepasin! Lepasin! Aku mau pergi!”
“Dengerin aku dulu, Kev.”
“Apa lagi yang perlu aku dengerin. Semua udah jelas. Kamu yang berkhianat ama aku udah aku mau pergi.”
“Kev, aku cinta sama kamu. Aku cintanya sama Kamu, Kev.”
“Udahlah. Ga ada lagi cinta itu, semua udah selesai.”
“Ga Kev. Semua masih sama seperti dulu. Ga ada yang berubah.”
“Dito! Ngapain kamu masih berat sama cwe itu. Dia ga ada karirnya di kantor. Mending juga sama aku. Buat apa sama gadis ga jelas kaya gitu.”
“Bener apa kata pacar kamu. Aku pergi aja!”
Kevia segera menghentakkan tangannya agar tangan Dito terlepas dari lengannya. Begitu tangan Dito terlepas dari lengannya, Kevia segera mengambil langkah seribu untuk meninggalkan tempat itu.
Kevia berlari ke arah lift, dia ingin segera meninggalkan tempat itu. Saat memasuki lift dia melihat Dito mengejarkan. Tangan Kevia segera menekan tombol menutup pintu lift agar Dito tidak bisa mengejarnya.
Untung saja saat dia keluar gedung apartemen itu ada sebuah taksi yang datang. Dia segera masuk ke dalam taksi itu dan menyuruhnya segera pergi.
Tangis Kevia pecah saat dia ada di dalam taksi. Sopir taksi melihat penumpangnya itu menangis dari kaca spion tengah.
“Kita ke mana, Mbak?”
“Jalan aja dulu.”
Menuruti permintaan dari penumpangnya, sopir taksi itu terus menjalankan mobilnya tanpa arah. Yang penting dia tidak menghentikan mobilnya saat ini.
Tangis Kevia sedikit berhenti. Dia mulai melihat ke arah luar jendela mobil dan mencoba mengenali di mana dia sekarang. Tapi karena hari gelap, dia tidak mudah mengenali tempat dengan matanya yang masih berembun itu.
“Kita di mana, Pak?” tanya Kevia.
“Kita di Ancol.”
“Ancol? Jauh amat, Pak?”
“Ya kan saya ga tau mau ke mana. Tadi katanya pokoknya jalan aja.”
“Ya udah deh. Anterin saya ke deket pantai ya.”
“Iya, Mbak.”
Kevia turun dari taksi. Dia mulai bisa merasakan angin laut yang dingin menerpa tubuhnya. Dia juga sudah mulai bisa mendengarkan deru ombak laut yang berkejaran ke pantai. Kevia ingin melepaskan amarahnya di tepi pantai.
Kevia segera berlari menuju ke pantai. Dia ingin segera meluapkan perasaannya dan membuangnya ke pantai. Dia ingin ombak membawa pergi semua kenanganya bersama Dito. Dia sudah tidak sanggup lagi menahan rasa kecewanya.
BUG!
Kevia menjatuhkan tas jinjingnya di atas pasir pantai begitu saja. Dia segera meletakkan tangannya di pinggir bibirnya membentuk bulatan. Kevia siap untuk berteriak.
“AAAAAAAAAA!!!” teriak Kevia sekeras mungkin.
"Wooy! Bisa diem gak lu!" bentak seseorang yang mendengar teriakan Kevia.