Terluka

1291 Kata
“Ga mungkin. Gw ga akan mau tidur sekamar ama cwe ga jelas kaya dia. Jangan gila kamu kasih ide,” ucap Sean pada seorang bellboy yang mendengar pertikaian Kevia dan juga Sean. “Tapi kasihan Ibu ini. Ini sudah jam 1 malam, Pak. Coba bayangkan kalau adik Bapak ato pacar Bapak di posisi seperti ini. Trus ga ada yang tolong, kan kesian.” “Iya bener. Kita berbagi kamar aja. Di kamarnya ada sofa kan?” “Ada, Bu. Ada satu sofa panjang di sana. Karena ini kamar yang besar.” Sean terdiam sejenak saat dia mendengarkan percakapan Kevia dan juga bellboy. Dia menjadi iba juga pada Kevia. Naluri kemanusiaannya muncul saat dia melihat Kevia. Gadis yang sedang patah hati dan mabuk sangat bahaya saat dia ada di jalanan sendirian. ‘Ahh ga bener! Apaan sih. Lagian ngapain gw kesian sama orang yang ga gw kenal. Bikin susah aja.’ Tanpa bicara lagi, Sean segera meninggalkan lobi. Dia berjalan menuju ke arah lift untuk menuju ke kamarnya. Kevia yang melihat Sean pergi, dia segera mengejar Sean ke arah lift. Dia akan terus memaksa pemuda yang tidak dia kenal itu agar mau berbagi kamar dengannya. “Tunggu!” Tangan Kevia menahan pintu lift yang akan tertutup itu. Begitu pintunya terbuka kembali, dia segera masuk dan berdiri di samping Sean. Sean melihat gadis mungil yang ada di sebelahnya itu. “Mau ke mana lu?” tanya sean. “Ke kamar lah.” “Emang lu dapet kamar?” “Dapet.” Sean tidak ingin berdebat lagi. Dia tenang saat ini saat mengetahui gadis sedikit gila itu tidak akan mengganggunya lagi. Ting Pintu lift perlahan terbuka. Sean keluar terlebih dahulu dan di ikuti dengan kevia di belakangnya. Sean beberapa kali melihat ke belakang karena perasaannya muli tidak enak saat Kevia mengikutinya. Tapi berbeda dengan Kevia yang sangat cuek saat dia mengikuti langkah Sean. Dia seperti tidak punya masalah sama sekali dan tidak melihat ke arah Sean. “Mana kamar lu?” tanya Sean. “Ikut di kamar kamu lah. Kan udah tau tadi kalo kita di suruh berbagi kamar.” “Apaa! Lu mau tidur di kamar gw? Lu pikir gw gila apa ya. Ga ada! Pergi sana lu!” “Tolonglah. Aku udah ngantuk banget. Aku pengen tidur, kepalaku pusing banget. Hoeekk!” Kevia menutup mulutnya dengan tangannya. “Siaal! Buruan masuk!” Sean tidak bisa lagi mengelak. Melihat Kevia yang sudah akan muntah lagi dia segera membuka kamar yang dia sewa. Setelah pintu itu terbuka Kevia segera lari masuk ke dalam kamar mandi. Dia ingin menguras isi perutnya lagi. “Dasar cwe gila! Semoga gw ga ketemu lagi ama cwe sinting kaya dia. Sial bener hidup gw hari ini.” Kevia keluar dari kamar mandi dengan membawa handuk kecil di tangannya. Dia mengelap mulutnya dengan handuk itu. Dia melihat ke arah Sean yang melihatnya dengan kesal di atas tempat tidur. “Makasih udah ijinin aku tidur sini. Aku tidur di sofa aja ga papa. Tapi pinjemin aku selimut ama bantal ya.” “Emang lu harus tidur di situ! Ga usah ngelunjak lu ama gw!” “Iya ... aku tau diri kok.” Kevia menerima bantal dan selimut dari Sean. Dia segera menata posisi tidurnya yang nyaman. Kevia sudah sangat mengantuk, dia ingin segera tidur. Sean segera merebahkan dirinya juga di atas ranjang hotel. Dia ingin beristirahat dan menghilangkan Miranda dari pikirannya saat ini. Dia ingin bangun pagi dengan dunia baru. Sayup-sayup terdengar suara tangisan. Sean membuka matanya dan melihat ke belakang. Kamar yang pencahayaannya temaram itu masih bisa menunjukkan seluruh isi ruangan. “Siapa itu yang nangis? Tengah malem ada yang nangis. Ini suara orang apa bukan ya?” Mata Sean melihat ke arah sofa yang tadi di tempati oleh Kevia. Dia tidak mendapati gadis itu ada di sana. Selimut yang tadi di minta oleh Kevia juga tidak ada. Sean turun dari tempat tidurnya. Dia melihat pintu ke arah balkon itu terbuka. Dia melihat Kevia duduk di lantai sambil menutupi badannya dengan selimut. “Lu ngapain di sini?” tanya Sean. “Ga papa, aku ga bisa tidur. Apa aku bangunin kamu?” tanya Kevia sambil terisak. Sean duduk di sebelah Kevia, “Lu sebenernya kenapa sih? Kenapa kayanya lu sedih banget sejak di pantai?” Kevia melihat ke arah Sean. Dia seolah ragu untuk mengatakan apa yang terjadi padanya saat ini. Tapi dia butuh teman untuk bicara melepaskan beban hatinya. “Cwo gw. Cwo gw selingkuh,” ucap Kevia pelan. “Selingkuh? Kok bisa? Alesannya kenapa?” “Aku juga ga tau. Hari ini adalah ulang tahunnya. Aku pengen kasih surprise ke dia. Tapi malah aku yang dapet surprise.” “Maksudnya?” “Aku sengaja dateng dari luar kota ga bilang dia. Ternyata waktu aku dateng ke apartemennya, dia tidur ama cwe lain. Yang lebih parah, cwe itu adalah temenku di kantor. Saingan aku di kantor.” Isakan Kevia terdengar kembali. Dia masih mengingat dengan jelas apa yang tadi dia lihat di apartemen Dito. Bagaimana tangan Dito memeluk posesif tubuh polos Amira. Dia sangat jijik melihat apa yang tadi di lakukan Dito. Tapi rasa sayangnya pada Ditu juga masih besar. Sean menjadi iba pada Kevia. Ternyata luka yang dialami oleh Kevia lebih dalam dari pada dirinya yang hanya melihat kekasihnya selingkuh. Dia menjadi kasihan pada Kevia, apa lagi dari tadi Kevia memohon perlindungannya. Kevia mulai bisa menguasai emosinya lagi. Dia mulai tidak terisak lagi. Tangan Sean yang mengusap punggungnya terasa sangat menenangkan. “Kamu sendiri ngapain di pantai sendirian. Kayanya kamu bukan orang miskin dan ga mungkin juga kan itu hobi kamu?” ucap Kevia sambil memberikan bagian selimut lain untuk menutupi badan Sean. “Nasib kita sama malam ini. Gw juga di khisnati oleh pacar gw yang sudah empat tahun pacaran sama gw.” “Empat tahun? Seriusan? Itu udah lama banget. Aku yang baru dua tahun aja udah sakit hati banget. Apa lagi yamnh udah empat tahun.” “Padahal minggu depan aku nmau lamar dia. Aku udah booking restoran dan juga cincin buat dia. Tadi tadi pas ga sengaja ketemu, dengan santainya dia bilang kalau dia bakal tunangan ama orang lain.” Kevia melihat ke arah Sean yang ada di sebelahnya. Dia merasakan sakit dan kecewa yang dialami oleh Sean saat ini. Sakit yang juga dia alami. Luka tak berdarah. Angin dingin mulai makin terasa menyiksa diri mereka. Tubuh mereka kian mendekat agar selimut yang mereka pakai bisa menutupi tubuh mereka untuk menghalau terpaan angin malam. “Trus apa yang bakal lu lakuin setelah ini?” tanya Sean. “Entahlah. Aku belum tahu apa yang aku lakukan saat nanti kami bertemu di kantor. Yang pasti aku pengen balas dendam ke dia.” “Ya bener! Kamu harus bisa balas dendam. Cari cwo yang lebih kaya dan lebih ganteng dari mantanmu.” “Kamu juga bakal lakuin itu?” tanya Kevia sambil menoleh ke Sean. “Tentu saja. Gw bakal cari cwe yang lebih baik dan lebih setia ama gw. Pasti masih ada cwe kaya gitu di dunia ini.” Sinar bulan malam ini bersinar sangat indah menerpa wajah dua insan yang sedang tertatapan membagi rasa perih di hati mereka. Tatapan mereka bertubrukan. Entah kenapa malam ini Kevia terlihat sangat cantik di mata Sean. Padahal dari tadi dia tidak menyadari hal itu. Begitu juga dengan Kevia. Dia seolah sedang terbius tidak sadarkan diri saat dia menatap mata elang pemuda tampan yang ada di depannya. Sean melihat ke bibir tipis yang ada di depannya. Bibir itu sangat menggodanya saat ini. Sean mulai memangkas jarak di antara mereka berdua. Saat hembusan nafas hangat Sean mulai menerpa wajah Kevia, reflek Kevia menutup matanya. Dua bibir itu bertemu dan mencar sensasinya sendiri dalam bibir lawannya. Saling beradu untuk menghangatkan badan lawan mereka. “Uuuch,” leguhan pembakar jiwa kini terdengar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN