“Nyari orang yang bawa tulisan ini? Aduh maap banget ya. Ini bukan lu yang kami cari.”
“Kami cari?”
Sean menarik salah satu sudut bibirnya sambil menatap Kevia yang sedang berdiri di depannya. Dia tidak menyangka selain ceroboh, ternyata Kevia juga sangat bodoh. Bagaimana mungkin gadis seperti Kevia menjadi seorang sekretarisnya.
Dia mengalihkan pandangannya ke orang yang keluar dari pintu kedatangan. Dia tidak memedulikan Sean yang terdiri di depannya. Kevia tidak ingin kehilangan bos yang yang akan dia temui pertama kali.
“Selamat siang, Bos. Bu, ini Pak Sean. Kok di ddiemin aja sih,” ucap sopir sambil mencolek Kevia.
“Hah ... orang ini Sean? Ga mungkin. Dia ga mungkin Sean.”
“Sean? Lu panggil gw apa barusan?”
“Eh iya lupa ... maaf, Pak Sean.”
“Cih! Dasar bodoh. Ga akan sudi gw punya sekretaris kaya lu! Hari ini juga lu di pecat!”
Sean segera pergi meninggalkan Kevia yang masih kaget dengan apa yang dia katakan. Sopir yang bingung dengan kejadian di bandara itu hanya bisa membawa koper milik Sean lalu berjalan dengan cepat mengikuti ke mana Bosnya itu berjalan.
Kevia masih berdiri di tempatnya semula. Dia kaget dengan kenyataan yang baru saja dia terima. Bagaimana mungkin dia bisa begitu bodoh, tidak tahu siapa atasannya. Bahkan dia masih menunjukkan rasa kesalnya pada Sean sampai pemuda itu memecatnya begitu saja.
“Ga ... ga bisa. Gw ga bisa dipecat begitu saja. Ini kerjaan baru gw. Mati gw kalo ga kerja. Sean ..
Eh, Pak Sean ... tunggu saya.”
Kevia segera berlari mengejar Sean yang sudah berjalan lebih dulu menuju ke arah mobil. Saat Kevia sudah melihat sosok Sean, dia sudah terlambat. Sean sudah masuk ke dalam mobil dan mobil itu segera meninggalkan bandara.
Kevia tidak mau ambil pusing, dia segera masuk ke dalam taksi yang kebetulan ada di dekatnya. Kevia harus mengejar Sean dan dia harus meminta maaf. Kevia ingin mempertahankan pekerjaannya saat ini, dia benar-benar membutuhkan pekerjaan ini. Dia tidak boleh dipecat apa lagi hanya dengan kesalahan yang sekecil ini.
“Pak ... saya mau bicara,” ucap Kevia yang langsung saja masuk ke dalam ruangan Sean.
“Ngapain kamu masih di sini. Saya sudah bilang saya pecat kamu.”
“Tolong maafkan saya, Pak. Saya bener-bener salah. Saya bodoh karena saya ga tau kalo atasan saya itu Bapak. Saya pikir atasan saya itu pria berumur.:
“Pria berumur? Jadi kamu ga suka kalo atasan kamu masih muda?”
“Eeh bukan gitu juga, Pak. Aduh serba salahkan jadinya. Pak maafkan saya, saya janji akan bekerja dengan baik.”
“Kerja dengan baik? Kamu aja ga bisa kenalin siapa Bos kamu dan kamu bilang kamu bakal kerja dengan baik buat saya? Ga ... kamu udah buat kesalahan fatal! Keluar kamu! Saya ga mau liat kamu lagi!”
“Alvin ... ke sini kamu!” ucap Sean di telepon.
“Pak, maafkan saya. Kasih saya satu kami kesempatan lagi.”
“Ga ada. Keluar kamu sebelum kesabaran saya habis!”
“Tolong, Pak. Kasih saya kesempatan.”
Sean kaget dengan apa yang dilihatnya saat ini. Dia tidak menyangka kalau Kevia gadis ceroboh dan cerewet itu bisa berlutut di depannya. Tangan Kevia menyatu di depan dadanya menunjukkan sebuah permohonan yang tulus. Sean terus melihat ke arah Kevia yang sedang memohon kepadanya.
Alvin masuk ke dalam ruangan Sean. Dia kaget dengan apa yang dilihatnya. Alvin bingung apa yang sebenarnya terjadi sampai Kevia berlutut di depan Sean saat ini.
“Ada apa ini. Kevia, apa yang kamu lakukan?” tanya Alvin.
“Dari mana kamu dapat sekretaris ga berguna kaya dia?” tanya Sean.
“Referensi dari Anita. Memang apa yang terjadi sebenarnya?”
Sean segera saja menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi di bandara. Dia menceritakan secara detail kesalahan dari Kevia yang tidak mengenali dirinya. Alvin mencoba membantu mencari jalan terbaik untuk dua orang yang ada di depannya.
“Kev, kamu ga tanya ama Anita emangnya ya gimana wajah Bos kamu?”
“Enggak, Pak. Bahkan saya masuk ke ruangan ini baru 3 kali ini. Dan ini adalah yang paling lama.”
“Trus kenapa kamu bisa marah sama Sean, kan harusnya kamu ramah sama Sean dan tanya siapa dia. Ato emang kamu tipe orang yang gitu sama orang yang belum kamu kenal?”
“Enggak, Pak. Saya sebelumnya pernah bertemu Pak Sean. Tapi saya tidak pernah tau kalau namanya Sean. Dia cuma saya kenal sebagai orang yang menyebalkan. Tolong bantu saya, Pak. Saya butyh pekerjaan ini.”
“Orang yang menjengkelkan? Sean, apa dia gadis itu?” tanya Alvin pada Sean untuk mencari kepastian.
Tidak ada jawaban dari Sean, pemuda yang sedang duduk di singgasana tertinggi Pacific group itu hanya menatap Alvin dan mengedipkan matanya beberapa kali. Alvin tahu arti sikap Sean saat ini dan ternyata Kevia adalah gadis yang malam itu bersama Sean.
“Lu beneran ga mau kasih dia kesempatan? Ini bisa jadi bomerang juga buat lu, Sean.”
“Tapi dia ceroboh.”
“Selama training dia baik. Pekerjaannya juga cepet kok. Gimana kalo kita traning dulu satu bulan.”
“Kelamaan! Seminggu aja.”
“Eh, seminggu itu ga akan jadi apa-apa. Dua minggu ya.”
“Kok lu ngatur gw sih?”
“Ga ngatur. Cuma kan gw apal gimana lu kalo lagi emosi. Gimana, Deal!"
“Ok, Deal!”
“Kev, bersihkan penampikan kamu. Kamu uji coba dua minggu. Tunjukkan performa kamu dengan baik kalo masih pengen kerja di sini.”
“Baik. Makasih, Pak.”
Kevia segera berdiri dari posisinya saat ini. Dia membersihkan celananya yang baru saja lututnya menempel di atas lantai. Kevia segera berpamitan kepada Sean dan juga Alvin yang ada di sana.
“Lu gila apa ya nyuruh gw kerja ama orang setengah bar-bar begitu. Emang lu pikir ini kantor mainan apa ya?”
“Sean, selama dia trainning dia menunjukkan pola kerja yang bagus banget. Dia sangat cekatan dan juga sangat cepat. Lagi pula, kalo dia lu pecat sekarang dan dia sakit hati ama lu, apa ga mjngkin dia bakal beberkan semua kejadian malam itu.”
“Ya kan tinggal bungkam.”
“Lu emang bisa bungkam dia? Kan katanya dia bar-bar. Gimana kalo dia nekat. Lu siap di adili oleh keluarga lu?”
“Lu jangan nakutin gw donk.”
“Yang nakutin. Gw cuma coba kasih saran doank. Mending lu kasih dia pekerjaan yang bisa buat dia mundur dengan sendirinya.”
“Aah ... iya lu bener. Siapa tau dia bakal cari kerjaan di tempat lain lagi. Rahasia gw tetep aman. Gitu kan maksud lu?”
“Naah, itu dia. Harusnya lu sepinter ini sekarang.”
“Aduh maaf ... aku lagi jet lag,” jawab Sean sambil tertawa.