"Boleh. Dengan satu syarat!" Ujar Pak Adi, yang berhasil menerbitkan sedikit senyuman di wajah Dita.
"Apa Pak, syaratnya?" Tanya Dita cepat, karena merasa ada angin segar saat Pak Adi memberinya sedikit harapan untuk bebas .
"Menikah!" Jawab Pak Adi tegas, namun berhasil membuat mata Dita terbelalak tidak percaya.
"Me-menikah, Pak?" Tanya Dita tidak percaya, merasa dadanya sesak seperti terkena sesak nafas tiba-tiba.
"Yah, menikah!" Jawab Pak Adi tegas, yang lagi-lagi menggunakan suara datarnya.
"Ada syarat lain Pak, saya tidak bisa menikah Pak, umur saya masih 20 tahun, cita-cita saya masih terlalu jauh untuk saya gapai. Jadi tolong, tolong berikan saya kesempatan dengan syarat yang lain, Saya benar-benar tidak mau terkurung disini, apalagi sampai dijadikan…" Dita tidak mampu melanjutkan kalimatnya, karena Dita benar-benar takut bayangannya akan terjadi. Dita tidak bisa membayangkan, bahwa dirinya menjadi istri ketiga atau kelima sekaligus pria di depannya itu. Menurut Dita, wanita muda seperti dirinya, menjadi istri ketiga atau kelima pria buncit atau hidung belang bapak-bapak tua, yang tidak cukup satu wanita, itu hanya ada di negeri dongeng. Tapi ternyata, di negeri dongeng pun bisa menjadi kenyataan, kalau sampai dirinya benar jadi istri dari pria bandot tersebut.
Ceklek
Baru saja Dita menawar pada Pak Adi, agar dirinya bisa segera pergi dari tempat itu, kini sudah ada seorang wanita cantik masuk keruangan yang sama dengan Dita, dan melangkah mendekati Dita.
"Maaf, Nona. Tidak ada penawaran kedua, sekarang, Anda ikut dengan dia, karena saya tidak lagi memberikan penawaran agar anda bisa keluar dari tempat ini! "Ujar Pak Adi, sambil menunjuk wanita yang baru saja masuk ruang itu, dengan dagunya. Pak Adi pun melangkah keluar lebih dulu, meninggalkan Dita dan seorang wanita yang baru saja masuk ke ruangan yang sama dengan Dita.
"Kak, aku tahu Kakak orang baik, dan aku tahu Kakak pasti suka membantu orang. Kakak, aku minta tolong, tolong bantu aku agar aku bisa keluar dari tempat ini. Aku mohon! "Ujar Dita dengan mengatupkan kedua tangannya tepat di depannya, serta air mata yang semakin membanjiri seluruh wajahnya.
"Maaf, Nona. Saya diberi tugas untuk mempercantik diri Anda, bukan membantu untuk mengeluarkan anda. Jadi saya juga minta tolong sama Nona, agar Nona diam saja dan jangan berulah atau bertingkah untuk bisa bebas dari tempat ini. Jangan mempersulit pekerjaan saya Nona, karena ini pekerjaan saya, dan saya tidak akan membantu anda melakukan di luar perintah Pak Adi!" Ujar Ika, wanita cantik namun penuh ketegasan itu, mengatakan bahwa dirinya tidak akan menolong Dita, membuat Dita yang mendengar nya, seketika tubuhnya terasa lemas.
"Mari, Nona." Ajak Ika lembut, meminta agar Dita masuk ke dalam kamar, yang terletak di ruangan itu juga. Dengan langkah gontai, Dita melangkah mengikuti langkah Ika, dengan langkah yang begitu berat. Rasanya, kaki Dita seperti ada orang yang menariknya, hingga Dita sendiri merasa kesulitan untuk membawa langkahnya menuju kamar yang ada di ruangan tersebut.
Ika mulai merubah penampilan Dita, jauh lebih baik dari yang Ika lihat sebelumnya.
"Kak, Ika. Bolehkah aku bertanya, kenapa Kak Ika merubah penampilanku jadi secantik seperti ini, seperti orang yang ingin menikah saja?"tanya Dita penasaran, saat melihat pantulan dirinya di cermin besar itu sangat begitu cantik, bahkan seperti Cinderella yang sedang menunggu sang pangeran datang.
"Maaf, Nona. Untuk pertanyaan Nona kali ini, saya tidak bisa menjawabnya. Memang pertanyaan Nona pertanyaan yang mudah, tapi Nona akan menemukan jawabannya setelah nanti Nona bertemu langsung dengan seseorang yang memerintahkan saya merubah penampilan Nona, jadi seperti ini. "Ujar Ika menjelaskan, yang membuat Dita seketika cemberut, karena tidak mendapat jawaban dari Ika.
"Nona sangat cantik!" Puji Ika, namun masih tidak mampu membuat bibir Dita berbentuk sebuah senyuman.
"Nona sudah cantik, kenapa wajah Nona masih murung saja?" Tanya Ika, sambil menatap wajah cantik Dita dari pantulan cermin.
"Tanpa aku di make up-in ataupun merubah penampilanku aku bisa saja cantik, Kak Ika. Dan syaratnya itu cuma satu, yaitu membuatku tersenyum. Dan yang membuatku tersenyum yaitu, aku bisa keluar dari tempat ini dan kembali terbebas dari orang yang sudah membeli ku, tanpa harus susah payah di make up-in kayak gini. "Ujar Dita menjawab pertanyaan Kak Ika. Ika yang mendengar jawaban Dita, langsung menghela nafasnya kasar.
"Dengarkan Kak Ika baik-baik. Orang yang sudah membeli kamu itu, adalah orang baik. Kamu mau tahu sesuatu? "Tanya Ika yang masih terus menetap pantulan cermin yang menampilkan wajah cantik Dita.
"Apa itu, Kak Ika?" Tanya Dita, dengan ekspresi sangat jelas penasaran, dapat Kak Ika lihat dari pantulan cermin besar itu.
"Kak Ika, sudah mengenal baik dan bahkan sudah sangat lama Kakak mengenal orang yang membeli kamu tadi. Jadi kalau menurut Kakak, harusnya kamu senang, dan merasa bangga, karena orang yang membeli kamu dari kakak kamu itu adalah orang baik-baik, bukan pria yang hanya memanfaatkan kecantikan seorang wanita. Percaya sama Kak Ika, bahwa orang yang tadi membeli kamu itu adalah orang yang baik. Kenapa Kakak begitu yakin mengatakan bahwa dia pria yang baik, karena kakak sudah hampir 10 tahun bekerja di sini kakak sudah mengenal lama dengan dia. Yah, walau memang sebenarnya dia tidak begitu terlalu muda, sangat jauh untuk dikatakan sebagai pria dewasa, tapi menurut Kak Ika itu jauh lebih baik daripada kamu mendapatkan pria, yang pria sangat tua banget kayak kakek-kakek, tapi pria yang hanya memanfaatkan wajah cantik kamu, dan juga tubuh indah kamu, kamu tidak mau kan? Jadi lebih baik, pria dewasa yang memilih kamu itu seperti Pak Adi, daripada pria lainnya, tidak masalah lebih tua atau umurnya sangat jauh dari kamu, Tapi menurut Kak Ika itu jauh lebih baik." Ujar Kak Ika, yang berhasil membuat hati Dita sedikit tenang. Menurut Dita, tidak masalah dirinya harus bersikap baik untuk sementara, hingga Dita bisa berhasil merayu pria dewasa itu, dan berhasil mengizinkan dirinya keluar bebas seperti kemarin.
Baru saja Dita merasa sedikit lega karena mendengar sedikit cerita dari Kak Ika, Dita kembali merasa takut, saat pintu kamar tersebut kembali terbuka dengan kasar, dan memperlihatkan sosok pria dewasa, yang tadi sudah membeli Dita pada sang kakak, Doni.
Brak
"Kalau sudah selesai, ayo, segera pergi!" Ujar Pak Adi dengan suara datarnya, membuat hati Dita kembali merasa takut. Kak Ika, yang mengerti akan ketakutan Dita, langsung mengelus lengan Dita pelan.
"Percaya sama Kak Ika." Bisik Ika, sebelum keluar dari kamar VIP itu.
Ika mulai melangkah meninggalkan Dita, dan meminta izin pada Pak Adi, untuk undur diri
"Ayo!" Ajak Pak Adi, setelah Ika sudah pergi.
"Ke-kemana Pak?